Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tak Cuma Keturunan PKI, Setara Minta Penghayat Bisa Gabung TNI

Setara Institute memuji keputusan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang memperbolehkan keturunan PKI mengikuti tes penerimaan prajurit TNI 2022.

31 Maret 2022 | 16.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa berbincang dengan Anggota Komisi I DPR saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 24 Januari 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Setara Institute memuji keputusan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang memperbolehkan keturunan PKI mengikuti tes penerimaan prajurit TNI tahun 2022. Setara meminta tak hanya keturunan PKI saja yang diberi izin, tapi juga kelompok penghayat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Hendaknya Panglima TNI mengambil langkah perbaikan agar kelompok penghayat memiliki peluang dan kesempatan yang sama sebagai warganegara untuk menjadi prajurit TNI," kata
Bonar Tigor Naipospos, Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Institute, dalam keterangan tertulis, Kamis, 31 Maret 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengizinkan keturunan PKI untuk mendaftar menjadi prajurit TNI. Andika menyebut tidak ada dasar hukum yang melarang seorang keturunan PKI untuk bisa mendaftar dalam rapat koordinasi penerimaan prajurit TNI.

"Zaman saya tak ada lagi keturunan dari apa, tidak, karena saya gunakan dasar hukum," kata dia di akun youtube resmi Jenderal TNI Andika Perkara pada Rabu, 30 Maret 2022.

Andika pun lalu menyampaikan ke peserta rapat kalau TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang.

Berikutnya, TAP MPRS ini juga menyatakan Komunisme, Leninisme, dan Marxisme, sebagai ajaran terlarang. "Itu isinya, ini adalah dasar hukum, ini legal. Tapi yang dilarang PKI, kedua ajaran Komunisme, Leninisme, dan Marxisme, itu yang tertulis," kata dia.

Lantas, Andika Perkasa balik bertanya dasar hukum apa yang dilanggar seorang keturunan PKI. Sehingga, Andika pun langsung mengingatkan panitia agar jangan mengada-ada dalam menyusun tes mental ideologi ini.

"Jadi jangan kita mengada-ada, saya orang yang patuh peraturan perundang-undangan, ingat ini, kalau kita melarang, pastikan kita punya dasar hukum," kata dia.

Bonar memuji sikap Andika ini. Menurut dia, peristiwa 1965 sudah terjadi lebih dari 50 tahun. Mereka yang merupakan keturunan PKI dan simpatisannya saat ini merupakan generasi ketiga (cucu) dan keempat (cicit).

Bonar lantar menilai tindakan yang irasional dan di luar perikemanusiaan apabila para keturunan PKI ini tetap menanggung dosa turunan dan diperlakukan tidak setara sebagai warga negara. Sehingga, kata dia, sudah saatnya bangsa ini berdamai dengan sejarah masa lalu.

"Setiap warga negara, apapun latar belakang sosialnya sepanjang tidak terlibat perbuatan melanggar hukum, berhak untuk menyumbangkan tenaganya menjadi bagian pertahanan Indonesia," kata dia.

Tapi di sisi lain, Setara Institute juga meminta perhatian dari Panglima TNI terhadap keluhan dari kelompok penghayat yang ingin menyumbangkan tenaganya untuk menjadi prajurit TNI. Dalam catatan Setara, mereka yang merupakan keturunan kelompok penghayat mengalami hambatan dan diskriminasi ketika hendak melakukan pendaftaran melalui formulir online.

Alasannya karena di formulir tersebut tidak ada kolom agama dan keyakinan untuk penghayat. Sehingga kalaupun mereka bersikeras ingin menjadi prajurit TNI, kata Bonar, para kelompok penghayat ini harus memilih agama dan keyakinan lain.

Padahal di institusi pemerintah lain dan dan juga kepolisian, hambatan semacam itu tidak ditemukan. Bonar pun menilai ketiadaan kolom untuk kelompok penghayat dalam formulir online untuk menjadi prajurit TNI jelas bertentangan dengan UUD Administrasi Kependudukan dan Keputusan Mahkamah Konstitusi pada November 2017. "(Regulasi dan keputusan ini) menyatakan warga negara berhak untuk mengisi kolom agama dan KTP sesuai dengan kepercayaan masing-masing," ujarnya.

Tempo mencoba menghubungi Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Prantara Santosa terkait hasil rapat ini. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada jawaban. Selain keturunan PKI, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa juga menghapus tes renang dan tes akademik dalam penerimaan calon anggota TNI.

 

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus