Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ade Irma Suryani adalah putri bungsu Jenderal Abdul Haris (AH) Nasution yang ditembak pasukan Cakrabirawa pada peristiwa G30S 1965. Kala itu, pasukan Cakrabirawa yang mengepung rumah AH Nasution di Menteng, Jakarta Pusat dan menghujani rumah tersebut dengan peluru. Di dalam rumah tersebut, ada Ade Irma Suryani yang saat itu digendong oleh tantenya, adik AH Nasution yang juga tertembak dan terluka parah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ade Irma Suryani pun harus menahan luka tembakan tersebut selama enam hari hingga pada akhirnya meninggal pada 6 Oktober 1965. Bocah lima tahun tersebut harus menahan sakit, setelah mendapatkan luka tembak dari pasukan G30S yang menargetkan ayahnya. Sebanyak tiga peluru bersarang di punggung Ade dalam tragedi dini hari tersebut pada 1 Oktober 1965.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Makam Ade Irma Suryani berlokasi di Blok P, Komplek Kantor Wali Kota Jakarta Selatan, Kebayoran Baru. Di lokasi kawasan makam, terdapat sebuah monumen yang megah. Di monumen tersebut, ada foto Ade Irma Suryani sendiri, foto keluarga, beserta foto-foto saat proses pemakaman.
Makam Ade Irma memadukan batu marmer berwarna putih dan pohon-pohon rindang, sehingga area pemakaman terasa sejuk. Tidak hanya itu, di makam Ade pun terdapat untaian kata dari AH Nasution, sang ayah, untuk anaknya. Pesan tersebut ditulis dalam ejaan lama. AH Nasution menganggap Ade Irma sebagai perisai dirinya dalam tragedy upaya penculikan tujuh jenderal termasuk dirinya sendiri.
“Anak saja jang terjinta, engkau telah mendahului gugurnya sebagai perisai ajahmu,” tulis pesan di makam Ade Irma Suryani tersebut.
Petugas Pengaman Dalam atau Pamdal mengatakan bahwa setiap tanggal 30 September, Pejabat Pemerintah Kota Jakarta Selatan, akan melakukan proses tabur bunga di sekitar pemakaman. Makam ini pun terbuka untuk umum. Warga yang ingin tahu atau melihat makam Ade Irma Suryani dipersilahkan untuk berkunjung.
Ayahanda Ade Ima Suryani, AH Nasution masuk dalam daftar tujuh jenderal yang diburu pada malam 30 September 1965 untuk diculik dan dibunuh. Para jenderal ini dianggap menjadi bagian Dewan Jenderal dan menjadi musuh Partai Komunis Indonesia (PKI). Selain itu, mereka juga dicurigai akan melakukan kudeta pada 5 Oktober 1965 atau bertepatan dengan perayaan Hari Angkatan Bersenjata.
Pada peristiwa malam tersebut, AH Nasution beserta sang istri, Johanna Sunarti sedang terjaga dari tidurnya karena diganggu oleh nyamuk. Mereka tidak mendengar ketika para penjaga telah dibekuk pasukan Cakrabirawa. Namun, Johanna mendengar suara pintu dibuka dengan paksa yang membuatnya langsung bangkit dari tempat tidur dan memeriksa.
Ketika Johanna membuka pintu kamar, dirinya langsung melihat pasukan Cakrabirawa menodongkan senjata dengan posisi siap menembak. Dirinya pun menutup pintu dan berteriak memberitahu suaminya.
Selanjutnya, AH Nasution pun memeriksa dan ketika membuka pintu, pasukan Cakrabirawa menembakkan peluru ke arahnya. Namun, AH Nasution berhasil menghindar, sedangkan Johanna membanting dan mengunci pintu. Pasukan Cakrabirawa terus memaksa masuk, berusaha menghancurkan pintu kamar dengan menembak terus-menerus.
Kemudian, Johanna mendorong AH Nasution keluar melalui pintu lain dan berjalan di koridor ke pintu samping rumah. Namun, tembakan dari pasukan Cakrabirawa ke arah AH Nasution. Akibatnya, AH Nasution selamat dari upaya penculikan tersebut, meskipun pergelangan kakinya patah.
Ibu dan adik Nasution, Mardiah terbangun dengan ketakutan suara tembakan. Mardiah langsung membawa Ade Irma untuk mencoba lari ke tempat aman. Namun, ketika Mardiah berlari menggendong Ade Irma di pelukannya, kopral pasukan Cakrabirawa melepaskan tembakan ke arahnya melalui pintu. Mardiah pun terluka di tangan, sedangkan Ade Irma tertembak tiga peluru di punggungnya.
Johanna kemudian membawa sang putri ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Namun, Ade Irma, bocah berusia lima tahun ketika itu menghembuskan nafas terakhir 6 hari setelah kejadian tragedi G30S itu. Saat itu, Ade Irma yang baru berusia 5 tahun itu baru memasuki pendidikan TK secara resmi. Akibat kejadian ini, nama TK tempat Ade Irma belajar pun diubah menjadi TK Ade Irma Suryani demi mengenang kepergiannya.
Ade Irma Suryani dimakamkan di Jakarta Selatan. Pada 1997, pemakaman di TPU Blok P, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan itu kemudian dialihfungsikan menjadi Kantor Wali Kota Jakarta Selatan. Namun, mantan gubernur Jakarta, Ali Sadikin dan BJ Habibie menyampaikan kepada pemerintah agar makam Ade Irma tidak dipindah. Dengan demikian, makam Ade Irma Suryani menjadi satu-satunya Makam yang tidak direlokasi ketika pembangunan Kantor Wali Kota Jakarta Selatan.
Lalu, pada April 2022 lalu, Pemerintah Kota Jakarta Selatan berencana membuka kawasan makam Ade Irma Suryani sebagai destinasi wisata di wilayahnya.
“Kami ingin membuka makam di halaman kantor Walikota Jakarta Selatan menjadi spot destinasi wisata buat semua,” kata Sekretaris Kota Jakarta Selatan Ali Murtadho saat itu, di halaman Transmart Cilandak, Jakarta Selatan, Sabtu, 16 April 2022.
Ali Murtadho pun memberikan gambaran pengembangan kantornya itu untuk masyarakat. “Kami akan membuka kantor wilayah Jakarta Selatan menjadi wilayah publik. Kami membongkar pagar-pagarnya, memperbaiki danau, resapannya, termasuk makam Ade Irma,” kata Ali. Ia berharap generasi muda mengetahui ada sejarah yang tersimpan di kantor Wali Kota Jakarta Selatan.
HAURA HAMIDAH I RACHEL FARAHDIBA REGAR I HENDRIK KHOIRUL MUHID