Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua ratusan truk beragam merek dan model terparkir di bagian depan Taman BMW, Sunter, Jakarta Utara. Dua mobil pemadam kebakaran yang tampak masih baru terselip di tengah mobil bak terbuka yang berserakan. "Lahan ini disewakan buat parkir dan penitipan barang. Kami yang menjaga," kata Loudewyk Amung, koordinator Forum Warga Papanggo, kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Loudewyk, bersama 60 warga sekitar Papanggo, tinggal di bagian depan lahan terbengkalai yang telanjur beken dengan nama Taman BMW (Bersih, Manusiawi, dan ber-Wibawa) itu. Menetap sejak 2010, mereka bekerja untuk PT Buana Permata Hijau. Perusahaan ini mengklaim memiliki dokumen lengkap pengalihan hak sejak 1984, dari para penggarap lahan seluas 6,9 hektare di Taman BMW.
Kini bukan hanya Loudewyk dan kawan-kawan yang tinggal di Taman BMW. Di bagian belakang lahan dekat dengan Danau Sunter itu ada belasan rumah bedeng dari kayu dan kardus. Disamping bercocok tanam, sebagian penghuni bedeng itu bekerja sebagai pengumpul barang bekas.
Meski terlihat kumuh, taman seluas 26,5 hektare itu menggiurkan bagi banyak pihak. Dengan patokan harga tanah sekitar Rp 8 juta per meter, nilainya tidak main-main: sekitar Rp 2,1 triliun. Taman BMW pun menjadi lahan sengketa berkepanjangan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta termasuk salah satu pihak yang mengklaim punya hak atas Taman BMW. Pemerintah DKI menerima penyerahan lahan dari tujuh perusahaan pengembang yang diwakili PT Agung Podomoro pada 8 Juni 2007. Berita acara serah-terima diteken Presiden Direktur Agung Podomoro, Trihatma Kusuma Haliman, dan Gubernur DKI saat itu, Sutiyoso.
Berita acara itu menyebutkan penyerahan lahan seluas 26,5 hektare merupakan bagian dari pelunasan kewajiban fasilitas umum dan fasilitas sosial pengembang. Disebutkan pula lahan bernilai Rp 737 miliar itu bebas dari sengketa.
Podomoro pun berjanji menyelesaikan sertifikat tanah dalam masa satu tahun. Ternyata, hingga enam tahun berlalu, Podomoro tak kunjung menyerahkan sertifikat itu.
Berbekal berita acara serah-terima saja tak cukup bagi pemerintah DKI untuk menguasai Taman BMW. Jangankan mengantongi sertifikat, menduduki lahan saja pemerintah DKI belum bisa. Pada September lalu, misalnya, penghuni Taman BMW mengusir petugas Badan Pertanahan Nasional yang hendak mengukur lahan. Waktu itu petugas akan membuat peta bidang atas nama pemerintah DKI. Karena diusir, petugas BPN hanya bisa membuat peta dari jarak jauh, untuk lahan seluas 5,8 hektare. "Kami kan tahu, pemerintah DKI juga tak jelas kepemilikannya," kata Loudewyk.
Syahdan, dua tahun setelah Podomoro meneken berita acara serah-terima, muncul lelaki bernama Donald Guillamme. Pria 54 tahun itu mengaku sebagai pemegang hak waris atas Taman BMW. Warga Depok itu mengklaim memiliki dokumen lengkap berupa eigendom verponding nomor 309 atas nama Saamah, neneknya yang meninggal pada 1939. Saamah mendapat lahan seluas 30 hektare itu setelah menikah dengan Wolfe Lodewjk Marinus, seorang keturunan Belanda.
Donald juga mengantongi surat keterangan dari Balai Harta Peninggalan Jakarta. Bukti lain di tangannya, Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 2005, yang menyatakan Donald berhak atas eigendom 309.
Ketika tahu tanah Taman BMW diserahkan ke pemerintah DKI, pada Maret 2009 Donald melapor ke Kejaksaan Agung. Waktu itu laporan Donald ditangani T.S. Limbong, jaksa utama muda bidang intelijen di Kejaksaan Agung. Limbong membentuk tim khusus beranggotakan lima jaksa. "Saya panggil dan periksa semua yang terkait kasus ini," ujarnya kepada Tempo.
Salah satu yang juga diperiksa Limbong adalah Trihatma. Dalam pemeriksaan itu Trihatma mengaku telah menyerahkan semua dokumen kepada pemerintah DKI. Trihatma pun menolak mengakui dokumen eigendom yang dipegang Donald. Alasan dia, eigendom yang mengacu pada hukum Belanda hapus dengan terbitnya Undang-Undang Pokok Agraria pada 1960.
Menurut Limbong, indikasi awal dugaan korupsi dalam kasus ini cukup kuat. Tim jaksa pun menemukan jejak persekongkolan pejabat Provinsi DKI yang mau menerima tanah dalam sengketa. Untuk menelisik hal itu, pada 2009 Limbong pernah menemui Sutiyoso. "Saya mendapatkan jawaban, 'Foke tak jadi gubernur bila ini tak saya tanda tangani'," kata Limbong.
Sutiyoso membantah cerita Limbong. "Sangat tidak mungkin jawaban itu," kata Sutiyoso melalui pesan pendek kepada Tempo pekan lalu.
Ketika Limbong dan timnya tengah giat mengumpulkan informasi, pada Oktober 2009, pengusutan dugaan korupsi Taman BMW dihentikan. "Saya tak tahu alasan atasan menghentikannya," kata Limbong.
Laporan Donald ke Kejaksaan Agung berbuntut laporan balik dari pihak Trihatma pada Juni 2009. Donald dituduh memiliki dokumen palsu. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Desember 2009 menghukum Donald satu tahun penjara. Tiga orang lain yang memberikan kesaksian mendukung Donald, di antaranya Lurah Papanggo, juga dihukum 6-10 bulan penjara. Mereka dianggap memberi keterangan palsu. Putusan banding dan kasasi pun memperkuat putusan pengadilan negeri.
Kuasa hukum Donald, David Sulaiman, menjelaskan proses pengadilan atas kliennya sarat keganjilan. Misalnya, dokumen dinyatakan palsu hanya berdasarkan pernyataan seorang pegawai BPN. "Tanpa melalui uji laboratorium forensik," kata David.
Lepas dari penjara pada Oktober 2010, Donald menggugat Agung Podomoro dan Pemerintah Provinsi DKI ke jalur perdata. Tapi gugatan Donald ditolak pengadilan pada 4 Juli 2011. Saat ditemui Tempo, Donald enggan bercerita detail tentang kasusnya. "Dia masih trauma," ujar David.
Mantan Wakil Gubernur DKI Prijanto juga menyoroti keganjilan proses serah-terima Taman BMW. Prijanto mendapat laporan dari Donald dan kawan-kawan pada September 2012, sebelum mundur dari jabatannya. Prijanto pun melakukan gelar perkara. Kesimpulannya: ada masalah dalam berita acara serah-terima dan surat pengalihan hak tanah.
Prijanto menguraikan, kejanggalan antara lain terdapat pada alamat yang tertera dalam berita acara serah-terima. Tertulis dalam dokumen itu bahwa tanah yang diserahkan terletak di Jalan Rumah Sakit Koja, Kelurahan Papanggo. Sedangkan tanah yang ditunjuk Trihatma adalah lahan Taman BMW di Jalan R.E. Martadinata.
Salah satu direktur di Agung Podomoro, Indra Wijaya, pernah mengatakan tanah yang dimaksud dalam berita acara adalah Taman BMW yang kini terletak di Jalan R.E. Martadinata. "Dulu jalan itu dikenal dengan Jalan Rumah Sakit Koja," kata Indra.
Prijanto juga mempertanyakan surat pelepasan hak dari para penggarap tanah kepada pengembang pada 1990. Dokumen itu konon menjadi dasar pengurusan sertifikat hak pakai ke kantor BPN pada 2003. "Andaikan benar pada 1990 tanah sudah di tangan pengembang, terus muncul hak pakai pada 2003, tentu tanahnya kini sudah bisa disertifikatkan," ujar Prijanto.
Pada pertengahan Oktober lalu Tempo mengirim surat permohonan wawancara kepada Trihatma. Namun sekretaris Trihatma bernama Andar selalu mengatakan bahwa atasan dia sedang bepergian ke luar kota.
Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama menyatakan Pemerintah Provinsi DKI tak mau terlibat terlalu jauh dalam lingkaran konflik lahan Taman BMW. "Itu bukan urusan kami." Prinsipnya, kata Basuki, kalau Podomoro dan kawan-kawan belum menyelesaikan sertifikat, "Mereka masih punya kewajiban kepada kami."
Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara, Gabriel Triwibawa, menyatakan instansinya kini masih meneliti kelengkapan berkas permohonan permintaan pembuatan sertifikat dari PT Agung Podomoro. Selain Podomoro, ada empat permintaan untuk membuat sertifikat di atas lahan yang sama. Karena itu, BPN memilih berhati-hati. "Jangan sampai aset yang tidak clean and clear dibuatkan sertifikat. Itu bisa berbuntut panjang," kata Gabriel.
Yuliawati, Sutji Decilya
Mantan Jaksa Intelijen T.S. Limbong:
Semua Sudah Saya Periksa
Kasus Taman BMW pernah masuk Kejaksaan Agung. Di bawah pimpinan jaksa T.S. Limbong, pada 2009 Kejaksaan memanggil dan memeriksa semua orang yang berkaitan dengan lahan seluas 26,5 hektare itu. Dari penyelidikannya, Limbong menyimpulkan ada dugaan tindak pidana korupsi di balik kasus ini. "Dan korupsi itu dilakukan bersama-sama," ujarnya.
Limbong, yang bertugas di Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen, tak hanya memeriksa sejumlah pejabat DKI. Dia juga memeriksa Trihatma Kusuma Haliman, pemilik Grup Podomoro. Gara-gara menangani kasus ini, ia pernah didatangi sejumlah polisi ke rumahnya. "Saya bilang, kalau mau bicara tentang perkara, di kantor saja," katanya.
Bersama timnya, Limbong kemudian bersiap meningkatkan kasus lahan BMW ini ke tingkat penyidikan. Tapi kemudian ia dipanggil atasannya. "Berkas pemeriksaan semua diminta," katanya. Berikut ini wawancara wartawan Tempo Yuliawati dan L.R. Baskoro dengan Limbong, yang kini sudah pensiun sebagai jaksa, dua pekan lalu, di rumahnya di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Bagaimana proses terbentuknya tim pemeriksaan Taman BMW yang Anda pimpin itu?
Donald Guilamme melaporkan ke Kejaksaan Agung dugaan adanya korupsi di pemda DKI atas penyerahan lahan 26,5 hektare. Donald mengaku memiliki dokumen kepemilikan atas lahan BMW dan kaget mengetahui adanya berita acara serah-terima antara tujuh perusahaan pengembang dan pemerintah DKI. Padahal dia tak pernah mendapatkan ganti rugi. Lalu saya diperintahkan melakukan penyelidikan dan menjadi ketua tim dengan lima anggota.
Mengapa pemeriksaannya pada dugaan kasus korupsi?
Bila ternyata Pemerintah Provinsi tak bisa memiliki lahan yang telah diserahkan sebagai fasilitas umum dan fasilitas sosial berarti kan ada kerugian negara.
Siapa saja yang diperiksa?
Semua sudah saya periksa. Ada beberapa perusahaan dari tujuh pengembang yang diperiksa, di antaranya Astra dan Agung Podomoro Land. Tujuh perusahaan pengembang ini menyerahkan fasilitas sosial dan fasilitas umum sehingga muncullah berita acara serah-terima pada 8 Juni 2007. Sutiyoso bersedia membubuhkan tanda tangan, tapi surat-surat tak diberikan, hanya berita acara. Dalam berita acara serah-terima itu ada pernyataan pengembang akan menyerahkan sertifikat dalam masa satu tahun. Hingga sekarang sertifikatnya belum ada.
Bagaimana hasil pemeriksaan dari perusahaan pengembang?
Dari keterangan Astra, mereka sudah menyerahkan uang untuk membayar kewajiban fasilitas umum dan fasilitas sosial sekitar Rp 14 miliar. Dulu saya pernah mendapatkan informasi Pemprov DKI sudah menerima Rp 62 miliar sebagai dana fasilitas sosial dan fasilitas umum, tapi belakangan diralat hanya Rp 5,7 miliar. Selain itu, kami juga meminta keterangan Trihatma Kusuma Haliman, Presiden Direktur Podomoro.
Anda sudah memeriksa Donald?
Sudah, dia membawa beberapa bukti, seperti eigendom verponding nomor 309 atas nama Saamah, surat dari Balai Harta Peninggalan Jakarta, dan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tahun 2005, yang menyatakan Donald berhak atas tanah eigendom nomor 309.
Tapi pengadilan kemudian menganggap dokumen eigendom Donald itu palsu?
Itu yang mengherankan. Polisi juga menyatakan palsu. Padahal hingga kini masih berlaku aturan kerja sama antara penyidik, hakim, dan jaksa, bila hendak membuktikan keaslian dokumen mesti menggunakan uji laboratorium forensik. Tapi dalam sidang pengadilan hanya keterangan dari seorang saksi.
Bagaimana hasil kesimpulan tim pemeriksaan kejaksaan?
Tim pemeriksaan ini belakangan dihentikan. Pada sekitar Maret 2009, saya dipanggil atasan saya. Saya diminta menyerahkan berkas-berkas pemeriksaan kasus lahan BMW itu. Padahal seminggu sebelumnya saya ditanya bagaimana meningkatkan kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan. Saya bawa semua berkas itu. Setelah itu, tak ada kabar beritanya. Baru pada 2010, ketika saya sudah pensiun, Donald lewat A.M. Fatwa menerima pemberitahuan dari Kejaksaan, yang menyatakan Kejaksaan tak menemukan adanya bukti korupsi dalam kasus ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo