Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Taxi, Todong Dan Rampas

Gumpar Manurung, sopir taxi, dirampas taxinya oleh calon penumpang di Senayan, Jakarta. Presiden taxi mengatasi dengan radio taxi dan patroli. Polisi me minta police minded.

22 Januari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SOPIR taxi mondar-mandir cari muatan. Itu cuplikan sebuah lagu yang pernah populer tahun-tahun 1950an. Itu pula yan sedang dikerjakan Gumpar Manurung akhir Oktober lalu: mondar mandir cari muatan. Lalu tiba-tiba ia dihentikan seorang pria di daerah Senayan, Jakarta. Setelah supir dan calon penumpang saling bertatapan, yang disebut belakangan memegang leher baju supir. Sekaligus memamerkan pisau komando dan menyuruh supir keluar. Manurung baru insaf bahwa ia ditodong. Padahal sebelumnya tak ada firasat jelek, sebab si calon penumpang berpakaian rapi, lagipula saat itu baru sekitar jam 3 siang. Karena takut, Manurung terpaksa menyerahkan mobil kepada penodong dan taxi ini segera lenyap dari pandangan. Selang beberapa menit lewat pula sebuah taxi dari perusahaan yang sama President Taxi dan kendaraan itu kebetulan kosong. Manurung segera meminta bantuan. Daerah Slipi dan Palmerah mereka jelajahi, tapi tidak berhasil menemukan taxi itu. Lalu mereka menuju ke salah satu poll perusahaan itu di Hotel Sari Pacific. Dari situ disebarkan berita lewat radio taxi tentang hilangnya mobil yang biasa dikemudikan Manurung. Baru beberapa menit saja sudah diketahui bahwa kendaraan yang dirampok tadi ada di Ancol. Petugas-petugas di tempat hiburan ini sudah siaga ketika tiba-tiba mereka melihat taxi yang dicari sedang lari kencang. Mereka segera menguber. Betul, di pertigaan jembatan Bna Ria, kendaraan tersebut mereka dapatkan dalam keadaan sudah ringsek bagian depan dan belakangnya. Mesin masih hidup walau tak seorangpun ada di dalam. Belakangan baru diketahui bahwa taxi itu menabrak sebuah motel ketika dikejar sebuah jip yang telah ditabraknya pula. Begitulah pengalaman Manurung - yang baru saja diskors perusahaan selama 1 minggu dan denda Rp 15 ribu, karena kelalaiannya sehingga taxinya tabrakan dan mengalami kerusakan. Namun gangguan terhadap supir-supir kendaraan umum itu tak selamanya diawali dengan ancaman keras. Contohnya antara lain di bawah ini. Taxi milik seorang kolonel polisi yang bergabung dalam perusahaan yang sama, selama satu jam dikuasai perampok. Awal September lalu, sekitar jam 1.30 tiga orang di Rawamangun meminta diantarkan ke Kebayoran. Baru sampai di Jalan Rasuna Said Kuningan yang sepi itu, para penumpang secara baik-baik mempersilakan sopir turun. Mobil akan dipinjam sebentar. Ada sedikit pesan kepada supir agar ia sudi mengambil kembali taxinya di daerah Menteng atau sepanjang Jalan Sudirman. Walau diucapkan dengan baik-baik, permintaan perampok itu dinilai sang supir sebagai ancaman. Maka tiada jalan lagi kecuali menyerahkan taxi kepada kawanan perampok itu. Untung ada sebuah kendaraan President Taxi (PT) lain, yang dari jauh melihat kejadian itu sehingga supirnya bisa segera menghubungi Operator Pusat PT di Salemba. Regu patroli yang berkendaraan jip 5 buah dikerahkan untuk menutup jalan-jalan utama yang mungkin dilewati perampok untuk kabur dari Jakarta. Regu patroIi dan taxi-taxi PT berhubungan terus, sehingga tipis kemungkinan bagi perampok itu membawa mobil ke luar. Belum sampai satu jam perampok menguasai mobil rampasan, jejak mereka sudah tercium. Mobil patroli melihat sebuah taxi kuning dari arah Grogol menuju Slipi. Kecepatannya tinggi dan jalannya goyang. Dengan kondisi seperti itu - dan terpisah oleh jalur hijau taxi tadi tidak mudah dilihat nomornya oleh regu patroli yang datang dari arah Slipi menuju Grogol. Penguber berputar arah menuju Slipi. Tapi merasa diuber, taxi juga berbalik arah menuju Grogol. Sampai di depan gedung Universitas Trisakti sedan itu berhenti. Tapi sementara itu, regu patroli masih harus memutar di bunderan dekat terminal bis Grogol. Maka ketika sampai di tempat yang dituju, taxi sudah ditinggal perampoknya. Salah seorang yang berkerumun di sana, memberitahu Ali, pemimpin patroli, bahwa ketiga perampok baru saja melarikan diri. Ini meminta Operator Salemba memberi tahu ciri-ciri perampok. Tak lama kemudian Ali sadar bahwa orang yang belum lama bicara kepadanya adalah salah satu dari ketiga perampok. Namun lelaki itu telah kabur. Meskipun begitu taxi berhasil ditemukan dalam keadaan utuh. Untuk sukses regu patroli itu, pemilik yang ikut juga menguber malam itu mengirim surat pernyataan penghargaan kepada Direksi selama tahun lalu, menurut Kadapol Metro Jaya Mayor Jenderal Polisi drs Soetadi Ronodipoero, ada 17 peristiwa penodongan dan perampasan terhadap taxi baik resmi maupun liar. Paling banyak terjadi pada bulan Juni sampai 6 kali. Selama Januari, Maret dan April, masing-masing terjadi 1 kali. Sedang pada bulan-bulan Mei, Juli, Nopember dan Desember, masing-masing dua kali. Bulan-bulan lain yang tidak tertulis di sini bersih dari peristiwa penodongan taxi. Artinya tidak ada kasus yang sampai terdengar oleh Komdak Metro Jaya. Mobil Mogok Memang dalam dunia kejahatan selaIu ada istilah dark numbers, yaitu jumlah peristiwa tindak pidana yang tak diketahui -- karena tidak dilaporkan kepada polisi. Menurut Kadapol, tahun lalu hanya ada 17 peristiwa, sedang yang dialami PT (President Taxi) saja - belum termasuk 7 perusahaan taxi lainnya - rata-rata sehari satu kali kejadian. Itu penjelasan jurubicara PT, Eddy Karnot Debataraja. Tapi tak seluruh tindak pidana itu dilaporkan. "Sebab tidak ada gunanya" kata Eddy, menunjuk pada beberapa penodongan kecil yang menurutnya tak perlu dilaporkan. Kecuali kalau sampai mobil hilang atau menjadi barang bukti. Tanggapan sumbang terhadap aparat kepolisian ini disesalkan Kadapol. Sebab tak benar polisi tidak menanggayi laporan masyarakat. Buktinya dari 17 peristiwa itu sudah 9 yang dibongkar dan 15 tersangka sudah mendekam di kantor polisi. Memang diakui pengusutan terhadap tersangka agak lambat. Bukan apa-apa. Polisi ingin menggali lebih dalam apakah para penodong masing-masing berdiri sendiri atau membentuk satu komplotan. Mengorek kejelasan seperti ini bukan barang gampang. Apalagi rata-rata yang ditangkap bukan wajah-wajah baru lagi bagi polisi. Juga tak gampang menghadapi penodong. " Selama penjahat dalam mobil, susah" masih kata Eddy. Radio taxi yang ada bukan obat mujarab. Sebab radio ini terutama untuk mengamankan operasi pertaxian, mencegah kekosongan di tempat-tempat ramai. Misalnya di Ancol rata-rata 5 menit sekali ada penumpang yang memerlukan taxi. Harga radio taxi yang Rp 450 ribu menyebabkan belum semua taxi dilengkapi dengan alat komunikasi itu. Dari armada PT yang 200 sedan, baru 100 yang sudah dibekali alat modern tersebut. Tapi pengamanan kegiatan taxi dilakukan juga dengan cara lain, misalnya dengan jip-jip patroli. Mereka bertugas memberi bantuan bila ada taxi yang mengalami kesulitan. Mobil mogok, contohnya. Kekurangan Tenaga Itu tindakan yang dilakukan masing-masing perusahaan. Langkah yang dijalankan polisi adalah pengamanan terhadap supir dan penumpang, meskipun praktek perampokan selama ini hanyaIah ditujukan kepada supir dan dilakukan justru oleh penumpang - atau mereka yang pura-pura jadi penumpang. Komdak juga memberikan pendidikan dan pembinaan kepada supir taxi. Maksudnya agar mereka suka mengambil tindakan pencegahan, dan melapor kepada polisi bila diganggu. Pokoknya police-mindedlah. Lalu polisi Jakarta Barat pernah merintis kerjasama dengan sebuah perusahaan taxi di wilayahnya. Tujuannya juga untuk mengamankan supir dari gangguan penodong. Sejumlah polisi aktif menjadi supir taxi, sehingga mereka yang punya niat jahat diharap jadi ragu-ragu untuk mengetahui mana supir sunggunan dan mana pengemudi palsu (TEMPO 5 April 1975). Bagaimana kalau langkah seperti itu dijalankan di seluruh Jakarta? Menurut Kadapol, "ide itu baik, tapi polisi kekurangan tenaga". Sementara itu dunia pertaxian di Jakarta makin berkembang, termasuk yang liar. Setiap hari ada tambahan 2 atau 3 mobil di PT yang merupakan, armada terbesar dengan 2800 dari 4000 taxi yang ada di seluruh Jakarta. Tapi pikiran orang jahat pun makin maju. Supir taxi biasanya mengantongi uang relatif banyak, terutama menjelang jam setor. Lagipula ia duduk di depan, sehingga bila penumpang yang duduk di belakang mengancam, si supir tidak bisa menolak kemauan penumpang. Apalagi bila ancaman itu dilontarkan di tempat yang sepi, misalnya sepanjang Jakarta By-Pass beberapa waktu yang lalu. Kini daerah itu mulai ditinggalkan perampok katena sering dibayangi paroli. Mereka mulai bergeser ke jalan baru, Rasuna Said, untuk menghadang atau membuang supir setelah dirampok. Daerah yang baru itu memang belum punya pos polisi. Tapi menurut Kadapol sudah dalam pengawasan polisi". Hingga kini penodongan terhadap taxi rata-rata hanya dimaksud untuk nenguras kantong supir. Sebab memang sulit bagi penjahat untuk membawa jauh-jauh kendaraan publik yang mudah dilihat tanda-tandanya. Sekali-dua, perampasan taxi dijadikan alat untuk melakukan kejahatan lain. Misalnya taxi PT yang dipakai perampok untuk menguras toko emas Asia di Jakarta Timur, Juli tahun lalu. Walau tidak sempat menjatuhkan nama baik PT, kata Eddy, peristiwa itu merupakan yang paling berat dirasakan perusahaan tersebut. Agak lama taxi itu tidak beroperasi setelah dibawa kabur dan ditinggalkan perampok di sebuah daerah di Jawa Barat. Kenapa PT banyak diganggu? Menurut jurubicaranya, karena memang PT lah yang jumlah taxinya paling besar, sebagai perusahaan yang menampung taxi-taxi liar. Kalau dilihat dengan kacamata kwalitatif, yaitu teknik kejahatan, perampokan kendaraan sewaan itu boleh dibilang mencemaskan. Pernah ada taxi disewa ke Serang. Sampai di sana supirnya dianiaya dengan tusukan-tusukan ke tubuh. Setelah itu para penjahat meninggalkan mobil dan supirnya, tanpa menggondol barang apapun. Supir itu, yang kini sudah sembuh, tak habis mengerti mengapa ia sampai disiksa orang-orang yang belum dikenalnya. Namun bila dilihat dari kwantitasnya yaitu jumlah peristiwa yang terjadi, hal itu belum seberapa -- mengingat luas Jakarta. Penodongan dan perampasan taxi masih bisa dikuasai polisi. Seperti kata Kadapol, kejahatan di Jakarta pada umumnya masih bisa diatasi, dan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat dinilainya relatif stabil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus