LOMBA Seni Suara Mengenang Bing Slamet almarhum, rupa-rupanya
dipelopori oleh kota gudeg. Tersebut lah sebuah grup bernama De
Stoepa yang menghimpun pencinta-pencinta musik setempat. Dari
sana muncul prakarsa untuk mengenang Bing, yang ditangkap dengan
baik oleh Koordinator Artis Safari RI, Jakarta. Sebuah piala
bergilir disediakan, lalu pada bulan Maret tahun 1975 untuk
pertama kalinya kerepotan itu diselenggarakan. Menelurkan Endang
Kus Dwiyuliningrum sebagai juara. Tahun berikutnya piala
tersebut berpindah ke tangan Mien Martono. Tetapi tahun ini
rupa-rupanya piala hendak diusahakan berputar di kalangan yang
lebih luas. Demikianlah diadakan penarikan ke Jakarta, untuk
diperebutkan dalam tingkat Jawa-Madura.
Pada malam final yang diselenggarakan di Studio V RRI Jakarta 7
Januari ini, tampak wajah Bing dalam bulatan di dinding.
Panggung cukup menarik dengan hiasan sejumlah pot bunga. Waktu
itu muncullah Sukaety Hidayat, wakil Jawa Barat, dengan nomor
undian pertama membawakan lagu wajib anya Semalam. Ia menyanyi
dengan serius dan tekun, dan dengan sederhana pula menyelesaikan
lagu berikutnya Oh nhamku sebagai lagu pilihan. Biduanita yang
menyanyi dengan nada bes ini seperti membuka suasana yang
membuat banyak orang teringat pada lomba-lomba nyanyi di masa
lalu. Di mana yang paling penting adalah suara dan teknik
menyanyi, bukannya aksi.
Piliha Juri Tapat
Tak kurang dari 20 biduan dan biduanita dari daerah-daerah: Jawa
Barat Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogya dan DKI
Jakarta bertanding dengan bersungguh-sungguh. Sag juara Jakarta
-- Hetty Koes Endang pun sudah berusaha sebaik-baiknya
membawakan lagu wajib. Sayang sekali jago yang tak
bosan-bosannya ikut perlombaan nyanyi ini sedikit meleset dalam
refrain. Diteruskan dengan lebih banyak lagi kesleo dalam
membawakan lagu pilihan Risau. Tak heranlah, para juri (Binsar
Sitompoel, Isbandi, Saleh Soewita, R. Samsi, Djauhari, Olan
Sitompul) yang diketuai Iskandar dan yang rupa-rupanya sudah
hampir hafal dengan suara Hetty, hanya bisa memberi angka 265.
Dengan demikian ia berada di bawah Ratna Kusnarti yang berhasil
mengumpulkan angka 269,5, padahal ia hanya juara ke-2 tingkat
Jakarta. Sedikit di bawah Hetty adalah Sukaety Hidayat yang
berhasil mendapat angka 263. Jadi sudah pastilah urutan juara
kali ini: Ratna, lalu Hetty, kemudian Sukaety. Berkata seorang
penonton: "Sial buat Hetty".
Di bagian pria, Memet Slamet yang ceking, berkumis dan sering
kelihatan seperti orang mengantuk, tiba-tiba sedemikian
unggulnya. Ia menyanyi dengan ekspresi yang jelas dan mantap,
sehingga bisa mengumpulkan angka 275. Dengan demikian ia tidak
saja mengungguli finalis-finalis pria yang lain, tetapi juga
berhasil menempatkan dirinya sebagai juara umum. Juara pria
lainnya adalah A.H. Rasid, wakil Jawa Tengah, dengan angka
268,5. Disusul Dimas Manzah dari Jawa Tumur dengan angka 264,5.
Ini berarti, untuk kegiatan kali ini wakil-wakil dari kota gudeg
belum kebagian tempat. Sementara Gatot Sunyoto yang ikut pula
bertanding atas nama Jakarta, setelah gagal membawakan lagu
pilihan Nurlela dan lagu wajib Hanya Semalam, dengan sportif
mengakui bahwa pilihan juri memang tepat. "Saya puas dengan
hasil penilaian juri. Seharusnya memang mereka yang menang.
Kalau aku menang, wah nggak bener penilaian juri", komentarnya
kepada TEMPO. Bagus, Tot.
Sulit
Suasana perlombaan memang lain dengan suasana lomba lagu pop
yang juga merupakan kegiatan tahunan itu. Dalam arena ini muncul
kesederhanaan dan beberapa nama yang sebelumnya tidak pernah
kita dengar. Hal ini mungkin disebabkan oleh temperamen
lagu-lagu yang diperebutkan - yakni sifat khas lagu-lagu Bing.
Ada sesuatu warna dalam lagu-lagu yang dijadikan lagu wajib dan
pilihan itu, yang agaknya hanya bisa dicapai atau dihayati oleh
mereka yang berusia 20 tahun ke atas. Iskandar sendiri berkata:
"Lagu-lagu Bing adalah lagu populer, tetapi populer balada".
Dalam jumlah sekitar 30 buah, lagu-lagu Bing memang memiliki
tempat tersendiri karena sifat-sifatnya, dan agaknya tak bisa
dipisahkan dari warna suara Bing yang berat, mesra dan merdu.
"Sayang almarhum tidak pernah membikin arsifarsif lagu yang
dikarangnya", ujar Iskandar. Untuk olah suara, almarhum hebat
dan berbakat sekali. Apalagi main gitarnya. Jazz adalah
alirannya".
Diterangkannya juga bahwa lagu-lagu almarhum sulit dinyanyikan
kecuali Belaian Sayang dan Nurlela. Namun karena lagu-lagu itu
enak sekali, rupa-rupanya kesulitannya tidak membuat dia
kehilangan popularitas. Kita tahu lagu-lagu tersebut masih
selalu bisa dinyanyikan tanpa ada rasa lapuk. Lebih-lebih kalau
kebetulan dapat penyanyi yang cocok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini