TIDAK seperti tahun lalu, pada tahun ajaran baru ini Ali Sadikin
lebih banyak bersikap diam. Padahal masalah pendidikan yang
mesti dihadapi di wilayahnya tahun ini, paling sedikit masih
tetap tak berbeda dengan tahun yang sudah: kekurangan bangku
sekolah dan sistim rayonisasi yang tetap mengundang kerepotan
serupa (TEMPO, 8 Januari). Lalu Gubernur yang akan habis masa
jabatannya tahun ini terus membangun gedung sekolah. Bukan hanya
untuk warganya tapi juga untuk daerah tetangganya seperti
Tangerang, Bekasi dan Bogor.
Pengangguran
Namun mendadak dr. Sjarif Thajeb, Menteri P & K, pertengahan
Desember lalu minta agar Gubernur DKI itu tidak terlalu cepat
membangun gedung sekolah. Menurut Menteri, akan percuma saja ada
gedung dan ada murid, tapi tak ada guru. "Mendidik seorang guru
memerlukan waktu tiga sampai empat tahun", katanya. Apalagi
sekarang, di tengah semakin meledaknya jumlah murid, guru terasa
semakin sedikit. Untuk guru SD saja, Jawa Barat misalnya masih
butuh sekitar lebih 11 ribu. Sedang untuk SMP masih dibutuhkan
lebih empat ribu lagi. Usaha untuk memerangi kekurangan guru ini
memang sudah ditempuh. Misalnya dengan menyempurnakan SPG agar
bisa memproduksi guru SD dalam jumlah besar, serta melaksanakan
program cepat untuk pengadaan guru SMP melalui PGSLP yang
disempurnakan.
Tapi apa kata Ali Sadikin? Gubernur yang pernah minta agar
proyek Inpres juga membangun gedung-gedung sekolah lanjutan (tak
hanya SD) itu berpendapat pembangunan gedung sekolah lanjutan
tak bisa ditunda. "Saya fahami kesulitan yang dihadapi
Departemen P & K, tapi kita tidak bisa melepaskan diri ataupun
menunda persoalan yang dihadapi anak-anak kita yang membutuhkan
sekolah-sekolah lanjutan", katanya. Jakarta, tambah Gubernur,
adalah kota jasa, di mana tenaga kerja dituntut untuk minimal
berpendidikan SLTP. "Kalau ditunda, masalah yang ditimbulkan
akan bertumpuk-tumpuk", katanya lagi, "dan akan timbul masalah
pada lulusan SD yang tidak bersekolah serta tidak bekerja".
Sampai saat ini DKI sebenarnya masih kekurangan guru SD sekitar
6 ribu orang -- akibat penambahan gedung sekolah proyek Inpres,
proyek Mohammad Husni Thamrin (MHT) maupun gedung-gedung SD
Pelita. "Namun sebagai konsekwensi penambahan gedung-gedung itu
pemerintah DKI selalu mengusahakan penambahan guru", ujar
Syariful Alam, Humas DKI. Tidak dijelaskan dengan cara
bagaimana. Namun Ali Sadikin misalnya menunjuk mahasiswa
putus-kuliah dan sarjana-sarjana yang nganggur untuk
dimanfaatkan sebagai guru-guru tambahan. "Dengan cara itu kita
sekaligus berhasil pula memecahkan masalah pengangguran", ujar
Ali Sadikin.
Baru Ucapan
Tapi nampaknya kedua pejabat tadi tetap pada pendirian
masing-masing. Bahkan Sjarif Thajeb, ketika membuka Sekolah Staf
dan Pimpinan Administrasi P&K, 6 Januari yang lalu, kembali
menegaskan sikapnya. Sekali ini lebih keras lagi: membangun
sekolah harus seizin Departemen P&K. Maksudnya agar ada
perencanaan yang menyeluruh. "Kalau tidak, pasti kemudian akan
ada frustrasi, yang akan mendapat celaan adalah kita, P & K",
ucap Menteri P & K. Menurutnya, membangun gedung sekolah relatif
tidak sulit, apa lagi kalau tersedia biaya. "Tapi menyediakan
guru kita harus berhati-hati", Menteri memperingatkan.
Baik Menteri maupun Gubernur tentu saja sama-sama beritikad
baik. Hanya soalnya, apa masalah itu tak bisa dirundingkan
sehingga menghasilkan cara pemecahan yang sebaik-baiknya?
Kebyaksanaan yang didorong oleh emosi, sudah pasti tidak akan
menguntungkan siapapun. Misalnya bagaimana izin itu? Apakah
ditujukan terhadap pembangunan gedung sekolah yang dilakukan
pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau juga termasuk swasta?
Fihak Humas P & K, ketika ditanya mengenai hal ini tidak banyak
memberi keterangan. "Itu baru ucapan saja", katanya. Kapan akan
turun SKnya? "Belum tahu pasti".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini