JAM menunjukkan pukul 10 pagi ketika terdengar sebuah letusan. Nyonya Tobing, penduduk di lingkungan RT 11/RW 07 Kelurahan Cawang, Jakarta Timur, yang sedang memasak, menjenguk ke luar ingin melihat apa yang terjadi. Ketika itulah ia melihat tetangganya, Amir alias Kribo, 25, berlari dikejar orang. Sambil berlari, Amir mencoba menutup luka di perut sebelah kiri dengan bajunya. Seorang anak TK yang baru pulang sekolah, terlanggar oleh Amir hingga menangis. Dan beberapa langkah dari situ, Amir terpegang oleh orang yang memburunya. Ia dibawa dan dinaikkan ke sebuah mobil jip oleh sedikitnya tiga orang. Tiga hari kemudian, Sabtu dua pekan lalu, Amir tewas di rumah sakit PMI Bogor. Namun, sampai Senin pekan ini, masalah penembakan itu masih berupa teka-teki. Kawanan penembak, yang semula diduga petugas polisi, agaknya bukan. "Tak ada anggota kami melakukan penangkapan dan penembakan terhadap Amir," ujar sebuah sumber di Polda Metro Jaya. Pihak Polres Jakarta Timur pun menyatakan hal yang sama. Yang baru diketahui adalah identitas Amir. Lelaki muda itu diduga keras pengedar ganja kelas menengah yang biasa melakukan transaksi dalam ukuran kilogram. Sekitar tiga bulan lalu, ia nyaris tertangkap basah ketika hendak menjual 30 kilogram ganja kering. Rupanya, penciumannya cukup tajam. "Ia membatalkan rencana transaksi yang sudah disepakati karena curiga pihak pembeli adalah polisi yang menyamar," kata sumber di Polres Jakarta Timur. Beberapa waktu sebelum itu, kabarnya, Amir juga pernah ditahan karena kasus narkotik. "Di kawasan Cawang, ia memang salah satu pengedar yang punya beberapa pelanggan," kata sumber yang tadi. Namun, sumber itu mengaku kaget waktu mendengar ada yang menembak Kribo. Setelah tertembak, Rabu 18 September lalu, Amir alias Kribo bukannya dibawa ke salah satu rumah sakit di Jakarta - seperti biasa dilakukan petugas. Ia malah dibawa ke rumah sakit Bekasi. Karena luka di perutnya cukup parah, rumah sakit Bekasi hanya memberikan pertolongan pertama, dan menyarankan agar korban dibawa ke rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Permintaan itu ditolak oleh para pengantar, yang mengaku kerabat korban, hingga mereka akhirnya diberi surat pengantar untuk ke rumah sakit PMI Bogor. Esok harinya, Kamis siang, korban memang dibawa ke Bogor. Ia langsung dibawa ke kamar operasi. Muller, kakak korban yang tinggal di Bogor, mengaku diberi tahu seseorang bahwa adiknya ada di rumah sakit. Dialah yang kemudian menandatangani surat persetujuan operasi yang disodorkan pihak rumah sakit. Dua hari kemudian, Sabtu 21 September, korban yang kondisinya sudah kritis mengembuskan napas terakhir. Teka-teki seputar dirinya jadi ikut terkubur. Agak susah ditelusuri apakah si penembak itu anggota sindikat narkotik dari kelompok lain, misalnya. Dan, apakah si penembak itu pula yang membawanya ke rumah sakit Bekasi dan kemudian ke Bogor, atau orang lain lagi. Bila si penembak memang yang mengantar, menjadi pertanyaan: Mengapa ia mau bersusah payah begitu rupa? Polisi, agaknya, tidak begitu bersemangat untuk mencari tahu siapa si penembak Amir. Mungkin karena "kartu" korban sudah diketahui jelas, yaitu pengedar narkotik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini