Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Teka-teki upaya hukum baru

Hariman Siregar, tokoh malari, oleh Jaksa Agung di tangguhkan pelaksanaan hukumannya. Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi & menguatkan putusan pengadilan negeri Jakarta Pusat.(hk)

19 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NYANYIAN anak-anak "Pelangi" tiba-tiba berkumandang di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Sabtu pekan lalu. Senandung itu merupakan luapan kegembiraan kerabat dan rekan Hariman serta Sjahrir atas berita mengagetkan pagi itu. Pelaksanaan hukuman untuk mereka ditangguhkan Jaksa Agung. Salaman dan rangkulan pun terjadi. "Terima kasih buat semua pihak yang telah menciptakan iklim yang baik sehingga muncul keputusan yang melegakan ini," ujar Sjahrir kepada TEMPO. Rekannya, Hariman, hanya sempat mengucapkan satu kalimat: "Gue gembira sekali." Padahal, sebelumnya, suasana begitu menegangkan. Dr. Sjahrir dan dr. Hariman dipanggil ke kejaksaan untuk diberitahu mengenai pelaksanaan hukuman mereka, setelah putusan Mahkamah Agung, 2 November lalu. Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi mereka dan menguatkan putusan pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas kedua orang itu. Di pengadilan tingkat pertama, keduanya dihukum enam tahun penjara karena dianggap terbukti melakukan kejahatan subversi. Berarti, Hariman harus masuk lembaga pemasyarakatan selama tiga tahun lima bulan dan Sjahrir dua tahun dua bulan, karena sudah pernah ditahan. Tidak seorang pun dari tim pembela mereka, S. Tasri Nursewan, Talas Sianturi, Datuk Singomangkuto, dan Minang Warman bisa menyangkal bahwa kliennya harus masuk penjara karena putusan itu. Karena itu, hampir semua keluarga dan rekan kedua terpidana tidak bisa menyembunyikan ketegangannya ketika Hariman dan Sjahrir dipersilakan kepala kejaksaan, Bob Nasution, memasuki kamarnya. Ibu Hariman dan ibu Sjahrir didampingi Nyonya Kartini Sjahrir terdiam di kursi ruang tunggu kejaksaan menunggu kabar dari dalam. Setengah jam kemudian, sekitar pukul 9.30, suasana duka itu berubah menjadi gembira. Bob Nasution menerima petunjuk langsung dari Jaksa Agung untuk mcnangguhkan eksekusi terhadap Hariman dan Sjahrir. "Jaksa Agung menggunakan hak opportniteits," kata Bob menjelaskan. Putusan itu bisa terjadi, menurut Bob, berdasarkan permohonan Hariman dan Sjahrir sehari sebelumnya yang juga ditujukan ke Mahkamah Agung. Pada hari itu pula kedua terpidana meminta grasi kepada Presiden. Sebab itu, sebelum Hariman dan Sjahrir meninggalkan kantor kejaksaan, Bob menyarankan agar mereka meminta Mahkamah Agung - melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat- mengeluarkan fatwa guna menangguhkan hukuman itu. Prinsip oportunitas adalah wewenang yang mengizinkan penuntut umum mengesampingkan penuntutan atau mendeponir suatu perkara demi kepentingan umum. Prinsip itu terkandung pada pasal 8 Undang-undang Pokok Kejaksaan (UU No. 15/1961). Tapi di situ tidak disebut-sebut soal kewenangan penuntut umum menangguhkan pelaksanaan keputusan hakim. Tapi kepentingan umum mana yang dipertimbangkan ? "Silakan tanya Jaksa Agung," ujar Bob Nasution. Jaksa Agung Ismail Saleh membenarkan prinsip itu, yang mendasari keputusannya. "Selain itu, rasa keadilan dan kemanusiaan," ujar Ismail Saleh kepada wartawan Sabtu lalu. Jaksa Agung membenarkan, pasal 18 Undang-undang Subversi menentukan, pelaksanaan hukuman buat terpidana tidak harus menunggu putusan grasi dari presiden. Pasal itu bahkan, diakui Ismail Saleh, mengalahkan ketentuan umum Undang-undang Grasi yang menyebutkan bahwa pelaksanaan hukuman harus ditangguhkan bila diminta pemohon grasi. "Tapi pertimbangan saya bukan hanya itu. Dan ini kebijaksanaan saya untuk kasus ini," kata Ismail Saleh. Keputusan Jaksa Agung itu selain "mengejutkan" juga mengundang teka-teki. Sebab, kebijaksanaan itu mengalahkan perundang-undangan yang ada. "Putusan itu masih teka-teki karena penyelesaian itu nonyuridis," ujar ketua YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), T. Mulya Lubis. Sebab itu, Mulya menganggap kasus Hariman-Sjahrir sebagai kasus istimewa. Pembela Sjahrir, Minang Warman, mengakui bahwa kebijaksanaan semacam itu bisa membuat ketidakpastian hukum. "Tapi pasti Jaksa Agung sudah mempertimbangkan semasak-masaknya," kata Minang. Namun, teka-teki itu tidak terlalu sukar untuk ditebak. Sebuah sumber TEMPO mengungkapkan bahwa sikap Hariman - Sjahrir yang tidak banya reaksi atas putusan Mahkamah Agung sebelumnya ikut menjadi pertimbangan penangguhan keputusan itu. Teristimewa pula cepatnya kedua terpidana itu menyampaikan permohonan grasinya. "Sikap seperti itu di mata pemerinta simpatik," ujar sumber itu. Selain itu, menurut sumber yang tak mau disebut namanya itu, ada segi kemanusiaan yang menjadi pertimbangan - yaitu istri Hariman yang masih sakit dan membutuhkan suami di sampingnya. Sebelum penangguhan pelaksanaan keputusan Mahkamah Agung itu, "kejutan" justru muncul dari lembaga peradilan tertinggi itu. Majelis Hakim Agung, yang diketuai langsung oleh Mudjono, tidak disangka-sangka menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Hariman sembilan tahun lalu dan membatalkan keputusan Pengadilan Tinggi Jakatra. Selain Hariman, Mahkamah Agung dua pekan lalu itu menyiarkan pula putusan terhadap Sjahrir dan terpidana "Malari" lainnya, Aini Chalid. Dalam kasus Hariman, misalnya, Mahkamah Agung dengan tegas menolak pendapat Pengadilan Tinggi Jakarta. Selain Hariman, Mahkamah Agung dua pekan lalu itu menyiarkan pula putusan terhadap Sjahrir dan terpidana "Malari" lainnya, Aini Chalid. Dalam kasus Hariman, misalnya, Mahkamah Agung dengan tegas menolak pendapat Pengadilan Tinggi Jakarta. Peradilan banding itu dalam putusannya, 1976, menyatakan bahwa Hariman tidak terbukti melakukan perbuatan yang merongrong haluan negara dengan mencetuskan Petisi 24 Oktober 1973, yang isinya antara lain meminta agar GBHN ditinjau kembali. Perbuatan Hariman yang terbukti, menurut hakim tinggi, adalah merongrong kewibawaan pemerintah. Faktanya, antara lain, menyelenggarakan aksi-aksi menyambut Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka. Sebab itu, Pengadilan Tinggi menurunkan hukuman untuk Hariman dari enam tahun menjadi empat tahun enam bulan penjara. Tapi, "Pengadilan Tinggi telah salah menerapkan hukum," begitu bunyi putusan Mahkamah Agung dua pekan lalu. Alasan lembaga peradilan tertinggi itu, aksi-aksi mahasiswa pada waktu itu, terrnasuk dalam menyambut Tanaka, bersumber dari perbuatan Hariman mencetuskan petisi itu. Isi petisi itu dianggap Mahkamah merongrong haluan negara. Tapi, baik Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung tidak mempersoalkan timbulnya huru-hara "15 Januari" yang mengakibatkan kebakaran di berbagai pelosok Jakarta. Satu-satunya terpidana yang lolos dari keharusan menjalani hukuman adalah Aini Chalid. Untuk Aini, Mahkamah memperkuat putusan peradilan banding, dan tetap menjatuhkan hukuman dua tahun tiga bulan. Dengan putusan itu berarti Aini telah menjalani hukumannya lebih sembilan hari. Bekas mahasiswa Universitas Gajah Mada itu pekan lalu menghadap Bob Nasution. Ia mengucapkan terima kasih atas putusan itu dan menyatakan tidak berniat menuntut ganti rugi atas kelebihan masa tahanannya. Tinggal keputusan Mahkamah Agung untuk Hariman dan Sjahrir yang jadi persoalan. Banyak pihak mempertanyakan latar belakang politik yang mendasari keputusan itu. Ada pula yang menganggap keputusan itu seperti membangkitkan persitiwa lama. "Apakah putusan itu karena Operasi Kikis atau semacam peringatan terhadap 'Malinkundang-Malinkundang' yang lain?" tanya Mulya Lubis. Ketua Mahkamah Agung Mudjono tidak bersedia menjawab pertanyaan itu. "Kalau saya ikut ngomong, pengadilan bawahan ditutup saja. Sebab, ucapan saya merupakan fatwa hukum," ujar Mudjono. Sebab itu, keputusan Mudjono itu tetap merupakan "teka-teki" bagi pihak-pihak yang masih mempertanyakannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus