Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Soal sensor barang baru

Perusahaan perekam kaset video, PT Trio Video Tara memalsukan nomor kode stls. tujuannya hanya untuk meringankan ongkos cetak sampul serial kaset video yang diedarkannya. (hk)

19 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BISNIS kaset video semakin menimbulkan banyak soal. Ada pembajakan, persaingan dengan bioskop, soal siapa yang berhak memproduksikan, bahkan soal instansi mana yang berhak mengawasi. Kini muncul pula soal baru: Badan Sensor Film (BSF) menuduh sebuah perusahaan perekam kaset video, PT Trio Video Tara (TVT), memalsukan nomor kode Surat Tanda Lolos Sensor (STLS) pada video-video yang mereka edarkan. Dalam suratnya tertanggal 29 Oktober lalu itu, BSF menyebutkan bahwa TVT melanggar peraturan sensor dan, karena itu, meminta pertanggungjawaban serta memberi peringatan keras. Menurut surat BSF yang ditandatangani ketua pelaksana BSF, Thomas Soegito, TVT memalsukan nomor-nomor STLS itu untuk sembilan judul produksi serial kaset video. Cara pemalsuan itu menarik. Sebuah film video, "Reincarnated " misalnya, terdiri dari 30 seri. Harusnya untuk setiap seri film itu ada nomor kode STLS yang harus dicantumkan di sampul kaset yang beredar di pasaran. Tapi, seperti dikatakan seorang pejabat BSF, setelah diteliti, ternyata semua seri film "Reincarnated" itu mempunyai nomor yang sama, yaitu nomor yang diberikan BSF untuk seri pertama film itu. "Kasus seperti ini pertama kalinya terjadi," ujar Thomas Soegito. Menurut Thomas, sampai pekan lalu TVT belum memberikan pertanggungjawaban atas peringatan BSF yang tembusannya disampaikan juga kepada Kejaksaan Agung. "Kita akan melakukan tindakan bila sudah ada pertanggungjawaban itu," ujar Thomas Soegito, tanpa menyebutkan bentuk tindakan yang akan dikenakan. Satu-satunya dasar hukum bagi BSF untuk bertindak adalah Keputusan Presiden (Keppres) No. 13/1983, yang dikeluarkan Februari lalu. Selain mengatur soal prosedur bisnis kaset video, keppres itu menunjuk Undang-undang No 1/1964, mengenai perfilman, sebagai pengatur sanksi hukum bagi setiap pelanggaran, termasuk dalam bidang sensor. "Tapi sanksi itu belum akan dilaksanakan karena keppres itu belum ada peraturan pelaksanaannya," ujar seorang pejabat BSF. Tapi, ternyata, bukan alasan itu semata-mata yang membuat BSF tidak melaksanakan keppres. "Masalahnya bukan pemalsuan sensor karena semua kaset yang diedarkan itu sudah lolos sensor. Hanya saja nomor kodenya yang dipalsukan," ujar sekretaris BSF, Kadiono. Tujuan TVT memalsukan nomor itu, menurut Kadiono, hanya untuk merigankan ongkos cetak sampul serial kaset video yang diedarkannya. "Tapi tetap saja namanya pemalsuan. Sebab itu, TVT kami perintahkan menarik kembali kaset itu dari peredaran," kata pejabat BSF. Kepala Hubungan Masyarakat Kejaksaan Agung, A.A. Ngurah, membenarkan alasan Kadiono. "Kaset-kaset video itu ternyata telah lolos sensor." ujar Ngurah. Sebab itu, Kejaksaan Agung, sebagai instansi yang mengawasi peredaran kaset video, menurut Ngurah, memerintahkan TVT memasang kembali nomor-nomor yang sebenarnya untuk serial yang diedarkan TVT itu. Seorang direksi TVT mengaku telah berbuat salah dalam kasus pemalsuan nomor itu. "Tapi itu kesalahan kecil saja, katakanlah kesalahan teknis," kata pengusaha kaset video yang tak bersedia menyebut namanya itu. Sebab itu, ia tidak berniat menarik kembali kaset-kaset yang nomornya palsu itu dari peredaran. Paling-paling, katanya, hanya akan mengirimkan ralat nomor kepada agen-agennya di seluruh Indonesia. Seorang pejabat yang pernah mengurusi soal sensor kaset video mengungkapkan bahwa cara yang dilakukan TVT itu sebagai suatu "permainan", antara instansi yang berwenang dan si pengusaha. Caranya, setelah si pengusaha berhasil mendapatkan satu nomor untuk sebuah serial kaset videonya, ia mengedarkan seluruh serialnya yang belum lolos sensor. Belakangan, setelah serial berikutnya mendapatkan izin pula, barulah nomor yang sebenarnya di pasang. Kadiono tidak menutupi kemungkinan permainan semacam itu. "Itu sebabnya ada saja kaset video yang beredar di masyarakat tanpa pemotongan dari BSF. Penanganan kaset itu memang susah. Namanya saja barang baru," ujar Kadiono.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus