Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tersangkanya penuntut umum

Kepala kejaksaan pakanbaru, n.h. suharna dituduh bekerja sama dengan para stafnya mencuri barang bukti selundupan pakaian bekas, dll. terungkap oleh komplotan penyelundup itu sendiri. (hk)

6 Desember 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AIB yang lain lagi mencoreng wajah aparat penegak hukum. Kali ini malah sangat memalukan: Kepala Kejaksaan Negeri Pakanbaru di Riau, N.H. Suharna, disangka bekerja sama dengan stafnya dan terdakwa . . . mencuri barang bukti senilai Rp 100 juta dari gudang. Akibatnya, Suharna, baru-baru ini, diberhentikan sebagai jaksa oleh Jaksa Agung Hari Soeharto, dan dipindahkan ke kejaksaan tinggi di Bandung, sebagai pegawai administrasi biasa. Selain dia, dikenai pula tindakan administratif lima orang stafnya, masing-masing Kepala Seksi Pidana Khusus Idrus, Kepala Subseksi Pendidikan Himawan, Kepala Subseksi Pidana Khusus Saut Simanjuntak, Kepala Seksi Intel P. Silalahi dan seorang staf Tata Usaha, Saut Simanjuntak. "Jadi, Suharna itu hanya diberhentikan sementara dari jabatan fungsionalnya, tapi masih tetap pegawai negeri," kata Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan Umum, R.H. Abdul Wirahadikusumah, kepada TEMPO. Kendati begitu, itulah jenis hukuman administratif tertinggi yang pernah dijatuhkan kepada seorang kepala kejaksaan negeri. "Baru kali ini seorang kepala kejaksaan yang dicopot lambang timbangannya -- yang membedakan dia dengan pegawai tata usaha kejaksaan," kata seorang sumber TEMPO di Kejaksaan Agung. Suharna, yang sudah dicopot dari jabatannya di Pakanbaru, sampai pekan lalu, belum menempati tempat tugasnya yang baru di Bandung. Konon, ia mengambil cuti panjang setelah diberhentikan, Oktober lalu. Jaksa kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat, itu menduduki kursi kepala di Kejaksaan Negeri Pakanbaru sejak Desember tahun lalu. Pada awal masa jabatannya, menurut seorang sumber TEMPO di Pakanbaru, Suharna menunjukkan prestasi yang bagus. Ia, misalnya, membentuk sebuah tim operasi antipenyelundupan selain tim operasi gabungan kejaksaan dan kepolisian. Tim bentukan Suharna itu, Maret lalu, berhasil menangkap lima buah truk yang lagi mengangkut pakaian bekas, hasil selundupan dari Singapura. Selama dua bulan, lima buah truk yang berisi sekitar 100 bal pakaian bekas itu ditahan di halaman belakang kantor Kejaksaan Negeri Pakanbaru. Belakangan, menurut sumber TEMPO, muncul pengacara dari Padang, Herman Sihombing, yang bermaksud mengurus barang sitaan itu. Hasilnya, kelima truk barang selundupan tadi dipindahkan ke gudang penyimpanan barang bukti. Perkembangan selanjutnya menarik, karena munculnya seorang yang mengaku sebagai pemilik barang: seorang pedagang dari Pematangsiantar bernama Bagaja Manullang. Pedagang itu sempat disekap kejaksaan sebelum kemudian dilepaskan dengan status tahanan luar. Ternyata, bersamaan dengan keluarnya Bagaja, kata sumber TEMPO, terjalin pula kerja sama antara pihak kejaksaan dan pihak terdakwa untuk mencuri barang bukti. Begitulah, di suatu malam, barang-barang itu diangkat oleh komplotan itu ke truk, dan 20 jam kemudian barang bukti itu sudah berada di pasaran bebas di Pematangsiantar. Di balik Bagaja, sebenarnya, ada empat orang lain dalam satu komplotan yang bekerja sama menyelundupkan barang-barang itu dari Singapura. Pada waktu usaha mereka digebuk, komplotan itu cari selamat, dengan menunjuk Bagaja sendiri sebagai pemilik barang haram itu. Untuk aktik "pasang badan" itu, Bagaja dijanjikan bahwa selama dalam tahanan akan mendapat biaya hidup dari rekan-rekannya. Kabarnya, janji itu kemudian tidak ditepati. Akibat janji palsu itu, Bagaja sengaja tidak memberi tahu komplotannya ketika ia berhasil keluar dari tahanan, dan ketika berkat bantuan Suharna -- bisa pula mencuri barang bukti yang belum sempat disidangkan itu. Di Pematangsiantar, ke-20 bal pakaian bekas tadi dilego dengan harga hanya Rp 250 ribu per bal. Perbuatan Bagaja itu, tercium oleh komplotannya. Mereka minta bagian. Bagaja tidak sudi melayani tuntutan bekas kawan-kawannya yang ingkar itu. Mereka itulah yang kemudian melaporkan perbuatan Bagaja ke kepolisian dan kejaksaan di Pematangsiantar. Kejaksaan Pematangsiantar mengusut kasus itu, dan mencium sesuatu yang tidak beres: barang bukti, kok, bisa lolos sebelum sempat disidangkan. Instansi itulah yang kemudian menanyakan kasus itu secara tertulis ke Kejaksaan Negeri Pakanbaru dengan tembusan ke Kejaksaan Tinggi Riau dan Kejaksaan Agung. Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan Umum kemudian membentuk tim khusus untuk melacak keganjilan itu. Hasilnya: tidak hanya barang bukti kasus Bagaja yang hilang. Barang bukti perkara lain, ternyata ikut menguap. "Barang-barang elektronik, seperti video dan tape recorder, memang tidak dicuri karena jumlahnya sedikit. Tapi barang-barang lain, seperti keramik, lenyap. Yan disisakan, palin tia dari 10 peti yang ada di sana," kata sumbe TEMPO. Semua barang itu kata sumber tadi, diangku tengah malam. Kenapa Suharna bisa ne kat begitu? "Dia itu sanga baik dengan bawahan karena itu, ia tidak keberatan misalnya, sebagian baran bukti dijual, hanya karena seorang bawahannya mendadak butuh uang," kata seorang anak buahnya. Tapi diakui juga oleh sumber ini bahwa Suharna sendiri ke bagian dari hasil melego barang bukti itu. Dalam tiga bulan ini, tidak kurang dua orang pejabat hukum yang terpaksa dicopot atasannya gara-gara menilap barang bukti. Agustus lalu, Ketua Pengadilan Negeri Malang, Ruwiyanto, sempat menghebohkan para petinggi hukum karena tiba-tiba menghilang dari kota. Akibat tuduhan itulah hakim yang pernah bertugas di Jakarta itu ditahan kejaksaan di LP Lowokwaru, Malang (TEMPO 11 Oktober). Mengapa Suharna tidak diusut atau ditahan seperti Ruwiyanto? "Yang jelas, hukuman yang dikenakan terhadap Suharna itu sangat drastis dan tragis. Bayangkan, dari jabatan seorang jaksa -- apalagi kepala -- ia diberhentikan. Itu sudah sangat memukulnya," kata Abdul Wirahadikusumah. Sayangnya, baik Suharna maupun sebagian besar stafnya yang ditindak tak bisa lagi dimintai keterangannya di Pakanbaru. Salak satu dari mereka yang dapat dihubungi TEMPO, P. Silalahi, merasa kesalahannya tidak lebih hanya karena tidak melaporkar pencurian barang bukti yang diketahuinya itu. Akibatnya, kenaikan gaji berkalanya ditunda. "Saya serba salah. Mau lapor, 'kan atasan saya terlibat. Bisa-bisa saya kena bengkaknya," kata Silalahi. Sekarang, bengkak semua, 'kan? Karni Ilyas Laporan Monaris Simangunsong (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus