Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Ardian Noervianto, akan menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Rabu, 28 September 2022. Sidang vonis ini akan menjadi ujung dari proses hukum yang telah dijalani Ardian selama lebih dari 6 bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan Ardian menjadi tersangka pada 2 Februari 2022. KPK menyangka Ardian menerima suap dalam pengurusan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021. Setelah pengumuman itu Ardian langsung ditahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Untuk kepentingan proses penyidikan, tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan untuk tersangka selama 20 hari pertama," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta saat itu.
Berikut ini merupakan sejumlah fakta dalam kasus Ardian.
Didakwa terima suap
Ardian didakwa menerima suap sebanyak Rp 2,405 miliar. Suap itu diberikan oleh Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur dan pengusaha bernama LM Rusdianto Emba. Suap diberikan agar Ardian membantu pengurusan usulan dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur.
Sebagai Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Ardian memiliki kewenangan untuk menerbitkan rekomendasi pemberian dana PEN untuk suatu daerah. Kewenangannya inilah yang disangka diperjual-belikan oleh Ardian. Ardian didakwa menerima suap itu bersama-sama dengan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna Sukarman Loke dan Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar. Dari jumlah Rp 2,4 miliar, Ardian diduga kebagian jatah Rp 1,5 miliar.
Dituntut 8 tahun bui
Jaksa penuntut umum KPK menuntut Ardian dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut Ardian membayar uang pengganti sebanyak Rp 1,5 miliar.
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama delapan tahun dikurangi masa penahanan dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Dan dikenai denda tambahan sebesar Rp 1,5 miliar. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama satu bulan sesudah putusan pengadilan maka diganti dengan tiga tahun penjara," kata jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Asril di Pengadilan Tipikor Jakarta pada, Kamis 15 September 2022.
Dirjen Termuda
Karier Ardian terbilat moncer di Kemendagri. Dia berhasil menduduki jabatan Direktur Jenderal di usianya yang baru 43 tahun. Namun, jabatan itu harus ditinggalkan Ardian ketika Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mencopotnya pada 19 November 2021. Pencopotan itu dilakukan setelah Ardian menjadi tersangka KPK.
Kemendagri mengirim pria kelahiran Jakarta 9 November 1978 ini menjadi dosen di Institut Pendidikan Dalam Negeri. Dia ditugaskan mengajar pengelolaan keuangan daerah. Namun Kemendagri tidak memberikan penjelasan alasan pemindahan tersebut.
Nama Ardian sempat muncul dalam sidang Pengadilan Tipikor dalam kasus suap eks Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah. Mantan Kepala Biro Pembangunan Pemprov Sulsel, Jumras menyebut nama Ardian saat diperiksa sebagai saksi di Pengadilan Negeri Makassar, pada 24 Juni 2021. Jumras mengatakan pernah dimintai Ardian fee dari pencairan Dana Alokasi Khusus yang diperoleh Sulawesi Selatan.