Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penghentian perkara dugaan pornografi yang menjerat Rizieq Syihab melalui proses panjang. Bukan hanya para ulama yang gencar melobi pemerintah, petinggi BIN dan Polri juga mendekati Rizieq di Arab Saudi. Perkaranya dihentikan pada Oktober tahun lalu, tapi kepolisian menutupinya berbulan-bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DARI Arab Saudi, Rizieq Syihab mengumumkan penghentian penyidikan perkara dugaan memproduksi konten pornografi yang membelitnya, di hari Lebaran pada Jumat tiga pekan lalu. Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu menyampaikan informasi tersebut lewat rekaman video yang dibagikan kepada pengacara dan beberapa teman dekatnya. Dari mereka, rekaman Rizieq itu menyebar di media sosial YouTube.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Hari ini kami mendapatkan kiriman surat asli SP3 kasus chat fitnah yang dikirim pengacara kami, Bapak Sugito, yang beliau dapatkan dari penyidik," kata Rizieq dalam video rekaman berdurasi sekitar 10 menit tersebut. SP3 yang dimaksud Rizieq adalah surat perintah penghentian penyidikan.
Pengacara Rizieq, Kapitra Ampera, menerima rekaman serupa dari Rizieq, lalu mengunggahnya di akun Instagram miliknya. "Informasi tersebut betul dari Rizieq," ujarnya, Jumat pekan lalu.
Rizieq ditetapkan sebagai tersangka kasus ini pada akhir Mei 2017. Polisi menjeratnya dengan tuduhan memproduksi konten pornografi dalam percakapan mesum dengan Firza Husein, perempuan yang bukan istrinya, yang tersebar di media sosial. Dua pekan sebelumnya, penyidik Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menetapkan Firza sebagai tersangka perkara yang sama. Saat ditetapkan sebagai tersangka, Rizieq sudah satu bulan berada di Arab Saudi. Awalnya ia menunaikan ibadah umrah bersama keluarga besarnya. Karena mendengar polisi bakal menangkapnya, Rizieq memilih tinggal di Saudi hingga saat ini.
Rizieq menerima salinan SP3 itu dua hari sebelum Idul Fitri. Pengacara Rizieq, Sugito Atmo Prawiro, yang menerimanya dari penyidik Polda Metro Jaya. Surat penghentian penyidikan itu berupa satu lembar surat yang di dalamnya tertulis dua nama, yaitu Firza Husein dan Rizieq Syihab.
Di dalam surat itu juga disebutkan penyidikan perkara keduanya dihentikan. SP3 ini ditandatangani oleh Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Adi Deriyan Jayamarta pada 30 Oktober tahun lalu. Salinan SP3 yang diterima pengacara itu lantas diantarkan kepada Rizieq, yang berada di Arab Saudi, tujuh bulan kemudian. Selama itu, polisi menutup rapat informasi ihwal penghentian perkara tersebut.
Polda Metro Jaya memilih bungkam atas penghentian perkara ini. Satu hari setelah Rizieq membeberkan perkembangan perkara yang menimpanya, para pewarta sempat meminta konfirmasi kepada Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, tapi ia meminta agar bertanya langsung ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. "Tanya ke Mabes," katanya.
Komisaris Besar Adi Deriyan, yang dimintai konfirmasi, tak membalas surat elektronik Tempo. Ia tak merespons saat nomor telepon selulernya dihubungi. Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis juga tak bersedia menjawab masalah Rizieq saat ditemui di kantornya pada Jumat pekan lalu. "Tanya Argo saja," ujar Idham. Ditanya lagi soal ini, Argo Yuwono meminta Tempo menanyakan soal penghentian ini ke Mabes Polri. "Satu pintu saja, dari Pak Iqbal di Mabes Polri," katanya, Jumat pekan lalu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Mohammad Iqbal membenarkan kabar penghentian perkara itu. "Penyidik memang sudah menghentikan kasus ini," ujarnya. Ia mengatakan polisi menghentikan penyidikan perkara tersebut karena belum menemukan siapa pengunggah percakapan yang berisi konten pornografi antara Rizieq dan Firza.
Keberadaan pengunggah ini penting tatkala polisi memasukkan jerat penyebaran konten pornografi di media sosial, seperti diatur Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, dalam perkara Rizieq dan Firza. Tapi sejauh ini keduanya hanya dijerat dengan Undang-Undang Pornografi.
Alasan lain, kata Brigadir Jenderal Iqbal, adanya permohonan dari pengacara Rizieq kepada penyidik. Menurut Iqbal, penghentian perkara ini sudah melalui prosedur hukum, yakni lewat gelar perkara oleh penyidik di Polda Metro Jaya. "Ini adalah wewenang Kepolisian," ujarnya.
PERTENGAHAN Oktober tahun lalu, Direktorat Reserse Kriminal Polda Metro Jaya melakukan gelar perkara dugaan pornografi ini di kantor Polda Metro Jaya. Gelar perkara ini dihadiri penyidik Polda yang menangani perkara Rizieq Syihab dan Firza Husein serta beberapa penyidik dari Badan Reserse Kriminal Polri. Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis dan pengacara Rizieq turut menyaksikan gelar perkara tersebut.
Seseorang yang mengetahui gelar perkara ini mengatakan Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Adi Deriyan Jayamarta yang memimpin rapat tersebut. Ia mengatakan gelar perkara berlangsung cukup alot sampai akhirnya disimpulkan bahwa bukti-bukti terhadap perkara dugaan Firza dan Rizieq belum cukup. Lantas penyidik bersepakat memutuskan untuk menghentikan penyidikan perkara Rizieq dan perkara Firza secara bersamaan.
Seorang polisi yang mengetahui penanganan perkara ini mengatakan penyidik beberapa kali melakukan gelar perkara sebelum memutuskan untuk menghentikannya. Dua kali gelar perkara dilangsungkan di Bareskrim Polri di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, dan selebihnya di Markas Polda Metro Jaya. Gelar perkara ini dilakukan setelah Rizieq berstatus tersangka. Sebelum memutuskan untuk menghentikan penyidikan, tiga penyidik Bareskrim dan dua dari Polda Metro Jaya memeriksa Rizieq di Konsulat Jenderal RI di Mekah pada akhir Juli 2017.
Brigadir Jenderal Mohammad Iqbal membenarkan kabar bahwa penghentian penyidikan itu diawali dengan gelar perkara di Polda Metro Jaya. Setelah dilakukan gelar perkara, kata dia, penyidik meyakini belum menemukan bukti yang menguatkan terhadap perkara Rizieq tersebut. "Maka penyidik mengeluarkan SP3," ujar Iqbal, Kamis pekan lalu.
Seorang perwira polisi yang terlibat dalam perkara Rizieq mengatakan sesungguhnya alat bukti perkara ini terbilang kuat. Sejumlah alat bukti ini, kata dia, dibeberkan penyidik sampai akhirnya menjadi alasan untuk menetapkan status Rizieq dan Firza sebagai tersangka. "Lembaran buktinya setebal ini," ucapnya sambil memperlihatkan dua kepalan tangannya kepada Tempo.
Mochamad Iriawan, yang saat itu menjabat Kepala Polda Metro Jaya, mengatakan polisi memegang bukti kuat sehingga berani menetapkan Rizieq dan Firza sebagai tersangka. Kembali ditanyai soal penghentian perkara Rizieq karena bukti yang lemah pada Jumat pekan lalu, Iriawan tak bersedia mengomentarinya. "Saya sudah tidak tahu bagaimana penyidikannya. Terkait dengan ada bukti permulaan lalu ada SP3, lebih afdal tanya ke sana," kata Iriawan, yang sekarang menjadi penjabat Gubernur Jawa Barat.
Menurut pernyataan Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono kepada Tempo pada pertengahan tahun lalu, polisi menemukan sejumlah bukti saat menangkap Firza di rumah orang tuanya di Lubang Buaya, Pondok Gede, Jakarta Timur, akhir Januari 2017. Penangkapan ini berkaitan dengan tuduhan makar terhadap beberapa pentolan aksi bela Islam, dua tahun lalu. Adapun tuduhan pornografi diusut karena laporan Aliansi Mahasiswa Anti-Pornografi ke Polda Metro Jaya.
Polisi juga mendapatkan bukti penguat setelah menyita telepon seluler yang diduga milik Rizieq dari seseorang bernama Edo. Kepada polisi, Edo bercerita bahwa ia mendapatkan ponsel itu dari seseorang bernama Muchsin, salah satu orang dekat Rizieq. Selanjutnya penyidik menyedot isi dalam ponsel itu dan mencetaknya. Tumpukan kertas hasil cetakannya setebal 20 sentimeter.
Menurut Kapitra Ampera, penghentian penyidikan perkara ini diawali dengan adanya permohonan penerbitan SP3 dari kuasa hukum Rizieq. Menurut dia, pengacara Rizieq mengajukan permohonan hingga dua kali ke Polda Metro Jaya. Permohonan pertama diajukan ketika Mochamad Iriawan masih menjabat Kepala Polda Metro Jaya. Permohonan SP3 kedua disampaikan setelah Inspektur Jenderal Idham Azis menggantikan Iriawan sebagai Kapolda. "Selain mengajukan permohonan SP3, kami aktif bertemu dengan sejumlah pejabat pemerintah," ujar Kapitra.
Ketua Umum Pengurus Pusat Persaudaraan Muslim Indonesia Usamah Hisyam mengatakan lobi-lobi politik ke pemerintah gencar juga dilakukan para ulama 212-peserta demonstrasi 2 Desember 2016 yang menuntut Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama, dihukum dengan tuduhan menodai agama-dalam rangka menghentikan penyidikan perkara. Dalam catatan Usamah, ulama 212 menemui Presiden Joko Widodo dua kali, yakni di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Lebaran tahun lalu dan di Istana Bogor pada 22 April lalu. Kedua pertemuan ini dimediasi oleh Usamah. "Kami hendak meyakinkan Presiden agar tidak salah persepsi dan informasi yang sampai kepadanya tidak hanya dari aparat," kata Usamah, Jumat pekan lalu.
Pemilik Obsession Media Group ini mengatakan, sebelum menemui Jokowi, ulama 212 lebih dulu bersua dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di restoran Larazeta di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, bulan puasa tahun lalu. Dalam pertemuan itu, ulama 212 menawarkan dua opsi penyelesaian perkara Rizieq, yaitu penghentian penyidikan dan pemberian abolisi atau penghapusan proses hukum yang sedang berjalan. "Waktu itu Pak Wiranto menekankan agar bukan abolisi," ujarnya.
Ulama 212 juga menawarkan adanya rekonsiliasi antara pemerintah dan Rizieq. Wiranto dalam berbagai kesempatan mengatakan pemerintah menolak tawaran tersebut. "Itu antara satu badan pemerintah dan satu badan yang kira-kira setara dengan pemerintah. Itu namanya rekonsiliasi," kata Wiranto.
Di luar lobi-lobi itu, Usamah secara pribadi juga berkali-kali menjumpai Jokowi di Istana Negara dan Istana Bogor. Hasil yang diperolehnya nihil. Jokowi, menurut Usamah, berkukuh tidak ingin mengintervensi perkara tersebut dan menyerahkan penyelesaiannya ke polisi. Meski begitu, informasi yang diperoleh Usamah dari Jokowi ketika menemuinya di Istana Bogor, Desember tahun lalu, adalah Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian dan penyidik polisi pernah mengekspos perkara Rizieq di hadapan Jokowi. "Informasinya sebanyak tiga kali," ucapnya.
Ihwal keterlibatan Presiden Jokowi dalam perkara Rizieq ini, Brigadir Jenderal Mohammad Iqbal mengatakan Presiden tidak mencampuri urusan penyidikan suatu perkara. "Sepenuhnya diserahkan kepada penyidik Polri," kata Iqbal. Saat meninjau pembangunan landasan pacu Terminal 3 Bandar Udara Soekarno-Hatta, Kamis dua pekan lalu, Jokowi membantah telah mengintervensi perkara Rizieq sehingga dihentikan. "Tidak ada intervensi apa pun dari kami. Itu wilayah hukum," ucap Jokowi.
Sesungguhnya bukan hanya ulama 212 yang getol mendekati pemerintah. Pemerintah juga berulang kali mengirim utusan untuk menemui Rizieq di Arab Saudi. Menurut seorang sumber, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan sempat menemui Rizieq untuk membicarakan soal perkara ini. Budi bahkan mengirim utusan sampai enam kali agar Rizieq mau menerima penghentian perkara dengan syarat ia bersama FPI tak membuat kegaduhan di dalam negeri.
Dalam setahun terakhir, Rizieq memimpin sejumlah demonstrasi besar-besaran di Jakarta, seperti pada 4 November dan 2 Desember 2016. Demonstrasi yang dikenal sebagai aksi 411 dan 212 itu menuntut polisi menjadikan Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama, sebagai tersangka penistaan agama terkait dengan Surat Al-Maidah ayat 51.
Budi Gunawan dan BIN, kata sumber dari penegak hukum, terlibat sebagai penengah karena Rizieq ketika itu tidak mau ditemui oleh petinggi Kepolisian yang telah menetapkannya sebagai tersangka. Seusai pertemuan dengan BIN, menurut dia, Rizieq dan timnya baru mau menerima polisi untuk membahas perkaranya. Melalui Direktur Informasi dan Komunikasi BIN Wawan Hari Purwanto, Budi Gunawan membantah informasi ini. "Jawaban Pak BG (Budi Gunawan) adalah tidak betul dan tidak pernah terjadi," ucapnya.
Sumber ini juga mengetahui Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian pada Agustus 2017 pernah ke Arab Saudi dan bertemu dengan Rizieq serta timnya guna membahas perkara itu. Pada Agustus tahun lalu, Tito memang menunaikan ibadah umrah ke Mekah. Ditanya soal ini, Tito malah meminta anak buahnya, Brigadir Jenderal Mohammad Iqbal, menjawab pertanyaan itu. "Pak Kapolri tidak pernah ketemu Rizieq Syihab di Arab Saudi untuk membahas kasus-kasusnya," ujar Iqbal.
Menurut Iqbal, saat umrah ke Mekah, Tito memang pernah secara tidak sengaja bertemu dengan pengurus FPI DKI Jakarta. "Itu juga tidak bicara kasus," katanya.
Faisal Assegaf dari Presidium 212 mengaku memperoleh informasi bahwa pejabat Badan Intelijen Negara dan petinggi Polri pernah menemui Rizieq di Saudi, tahun lalu. Tapi ia tidak tahu persis nama pejabat yang menemui Rizieq. "Tujuannya silaturahmi dan konsolidasi terkait dengan kondisi keamanan nasional," ucap Faisal. Dalam catatan Faisal, pertemuan itu terjadi lebih dari lima kali.
Setahu Faisal, Usamah Hisyam juga pernah mengatasnamakan pemerintah menemui Rizieq di Saudi, akhir tahun lalu. Kepada Faisal, Usamah mengklaim membawa pesan dari pemerintah kepada Rizieq. Adapun Usamah mengakui adanya pertemuan antara dia dan Rizieq di Saudi, tapi ia membantah kepergiannya ke sana sebagai utusan pemerintah. "Itu atas inisiatif saya sendiri," katanya.
Usamah mengatakan segala upayanya secara politik untuk menghubungkan Rizieq dan Jokowi tidak berhasil karena penghentian penyidikan urusan hukum di Kepolisian. Pengacara Rizieq, Sugito Atmo Prawiro, mengatakan terbitnya SP3 perkara kliennya melalui proses hukum yang panjang. "Saya jamin sama sekali tidak ada deal-deal politik di dalamnya," ujarnya.
Rusman Paraqbueq, Anton A., Linda Trianita, Arkhelaus, Ahmad Faiz, Vindry Florentin
Akhir Serupa Perkara Firza
PENGHENTIAN perkara dugaan memproduksi konten pornografi laksana teka-teki bagi Firza Husein. Firza dan pengacaranya mengetahui penghentian perkara hanya melalui media. "Kami belum mendapatkan pemberitahuan resmi dari polisi," ujar Dahlia Zein, pengacara Firza, Selasa pekan lalu. "Tapi, kalau sudah dihentikan, kami bersyukur."
Firza menjadi tersangka dalam perkara itu sejak pertengahan Mei 2017. Namun Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, yang menangani kasus ini, menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) pada 30 Oktober 2017. Surat penghentian penyidikan Firza digabung dengan Rizieq Syihab, pentolan Front Pembela Islam yang juga menjadi tersangka perkara yang sama. Melalui video di media sosial pada 15 Juni lalu, Rizieq mengumumkan telah menerima surat penghentian penyidikan dari polisi.
Perempuan 45 tahun kelahiran Palu, Sulawesi Tengah, ini awalnya berurusan dengan polisi karena bersama sejumlah aktivis, seperti Rachmawati Soekarnoputri, Sri Bintang Pamungkas, Ratna Sarumpaet, dan Kivlan Zen, ditangkap dengan tuduhan makar. Mereka disebut-sebut berencana "membajak" massa Aksi Bela Islam III untuk menduduki gedung parlemen di Senayan, Jakarta. Firza juga dituduh memberikan dana Rp 4 juta untuk menyewa mobil komando yang dipakai Rizieq dalam aksi tersebut.
Berbeda dengan sejumlah aktivis lain, Firza hanya ditahan satu hari. Sebelum dia dilepas, semua foto, video, percakapan, dan metadata di teleponnya disalin ke komputer polisi. Pengacara Firza saat itu, Aziz Yanuar, membenarkan kabar bahwa isi telepon Firza pernah "disedot" polisi. Tapi, kata dia, "Polisi tidak pernah memberitahukan apa yang diambil."
Dari telepon itulah polisi mengklaim mendapat informasi gurih tentang pola pendanaan serangkaian aksi bela Islam. Setelah menyisir lalu lintas komunikasi di telepon ini, polisi menemukan beberapa foto vulgar mirip Firza dan percakapan "mesra" seseorang yang mengaku Firza dengan pria yang diduga Rizieq.
Sejumlah foto dan bukti percakapan itu kemudian diuji secara forensik. Sepekan kemudian foto dan percakapan itu terbukti sahih. Anehnya, polisi tak serta-merta mengumumkan temuan itu. Mereka justru memutuskan menyimpan rapat-rapat informasi ini.
Pada akhir Januari 2017, foto dan gambar percakapan WhatsApp bernada mesum di antara dua orang yang diduga Firza dan Rizieq "meledak" di jejaring media sosial. Kabar ini merebak makin luas setelah foto dan gambar percakapan itu diunggah sebuah situs Internet. Alamat situs itu kemudian beredar ke mana-mana. Belakangan, situs ini diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Sehari kemudian, muncul sebuah kelompok yang sebelumnya tak dikenal sama sekali: Aliansi Mahasiswa Anti-Pornografi. Mereka mengaku terpanggil untuk melaporkan peredaran foto dan pesan percakapan dua orang yang diduga Rizieq dan Firza ke polisi. Hanya satu hari setelah laporan Aliansi Mahasiswa diterima, polisi meningkatkan kasus penyebaran konten pornografi ini ke tahap penyidikan.
Sehari berselang, polisi menangkap Firza untuk kedua kalinya. Semula polisi berdalih penangkapan itu untuk kasus makar. Belakangan, penyidik memberi tahu Firza bahwa penangkapan itu terkait dengan konten pornografi. Sejak awal Firza membantah tuduhan itu. "Kami justru minta gelar perkara kalau ada audit forensik terhadap foto-foto itu," ujar Dahlia Zein.
Tiga pekan kemudian, Firza yang ditahan di Rumah Tahanan Markas Komando Brigade Mobil Kepolisian RI mengajukan penangguhan penahanan. Polisi mengabulkan permohonan itu dan melepasnya. Setelah memeriksa belasan saksi dan ahli, polisi menetapkan Firza sebagai tersangka dugaan memproduksi konten pornografi. Dua pekan kemudian, polisi menetapkan Rizieq sebagai tersangka kasus ini sebagai pihak yang dituduh menyuruh membuat konten pornografi.
Belakangan, polisi menghentikan perkara keduanya. Penghentian ini baru terbongkar ke publik tujuh bulan kemudian. Saat dimintai konfirmasi soal penghentian penyidikan yang terkesan ditutup-tutupi, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono meminta Tempo menanyakan hal itu ke Markas Besar Polri.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal M. Iqbal mengatakan penghentian perkara itu sudah sesuai dengan prosedur hukum. "Belum ada bukti kuat sehingga penyidik mengeluarkan SP3," kata Iqbal.
Anton Aprianto, Rusman Paraqbueq
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo