Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ASTRONOM bernama Arjuna Wibowo itu suntuk di peneropongan bintang Lembang, Bandung. Ia tiap hari mengamati langit. Mulanya ini seperti pertunjukan kelompok Teater Koma lain daripada yang lain. Pada adegan awal, set berupa rekaan sebuah observatorium. Dinding belakang panggung Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, seluruhnya dipenuhi imaji visual tata surya yang lengang dan penuh misteri. Planet-planet, meteorit-meteorit, gulungan asap. Di tengah suasana kosmik itu, muncul belasan pemain mengenakan gaun panjang putih. Mirip pembukaan sebuah koreografi yang menampilkan ritus pemujaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arjuna-diperankan oleh Rangga Riantiarno-dikisahkan di Bandung menjalin kontak dengan perempuan alien yang lokasi planetnya berjarak miliaran tahun cahaya dari bumi. Kemudian, perempuan alien-karena namanya susah disebut-yang dipanggil Sumbadra itu muncul di Lembang. Dimainkan oleh Tuti Hartati, kostumnya memang tak mengimajinasikan kita pada alien-alien di film. Ini alien modis. Mereka saling jatuh cinta. Arjuna ingin mengawini sang alien. Ia merasa jenuh dengan situasi Indonesia yang penuh korupsi. Ia mau dibawa pergi jauh ke planet alien.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulanya penonton bisa mengira pertunjukan ini bakal menjadi banyolan bertema sains yang dikemas ala Teater Koma. Siapa tahu seperti Little Prince karya Antoine de Saint-Exupery, yang sering diadaptasi dalam pentas drama atau pertunjukan boneka. Kisah itu bercerita tentang seorang pilot yang terdampar di Gurun Sahara dan bertemu dengan seorang pangeran kecil dari planet mungil bernama B-612. Sebuah planet superkecil seukuran rumah tapi memiliki tiga gunung api. Atau, paling tidak, pentas futuris politik yang lucu seperti pernah dimainkan oleh Teater Gandrik dalam Orde Tabung. Mereka yang mungkin jenuh dengan stereotipe Teater Koma akhir-akhir ini bisa mendapatkan hiburan tak terduga. Namun ternyata hal-ihwal alien hanya menjadi pewarna.
Pembukaan kemudian diikuti sesuatu yang tidak bertautan dengan masalah astronomi. Tidak ada adegan peneropongan bintang, tidak ada adegan Arjuna Wibowo yang mempersiapkan diri menjadi astronaut untuk pergi ke planet antah berantah. Struktur utama naskah pertunjukan berjudul Gemintang yang digelar mulai 29 Juni sampai 8 Juli ini adalah mengenai keluarga seorang koruptor yang hendak ditangkap KPK (Komisi Pemberantas Korupsi). Sang koruptor yang bernama Wibowo Surmadjo (dimainkan oleh Budi Ros) menyiapkan diri mengelabui KPK. Astronom itu salah satu anak dari keluarga besar sang koruptor. Wibowo memiliki dua istri. Kisah alien hanya gincu.
Di panggung, selanjutnya muncul dua orang penasihat Wibowo, yaitu Aprat Sakiro dan Subrat Bali. Mereka berceloteh tentang negeri sahibulhikayat bernama Hindanasasa yang kemelut politiknya mirip Indonesia. Aprat-Subrat dimainkan oleh duet Salim Bungsu-Joind Bayuwinanda. Salim Bungsu adalah aktor senior Teater Koma. Ia lama tak bermain dalam pementasan Koma lantaran sibuk di dunia sinetron. Namanya melambung saat memerankan waria Julini yang kocak dalam Opera Kecoa. Sedangkan Joind adalah aktor yang baru beberapa tahun bergabung dengan Koma tapi sukses memerankan Julini, tatkala Opera Kecoa dipentaskan ulang. Sebuah duet yang sesungguhnya dahsyat dan bisa bernas.
Akting mereka lentur, gerak-geriknya lincah, tapi materi yang mereka bawakan terasa "usang". Mereka "melucu" soal masalah pencitraan, infrastruktur, dan lain-lain. Masalahnya, peristiwa politik Indonesia bergulir cepat. Skandal cepat berlalu. Hari-hari ini adalah masa pemilihan kepala daerah dan seluk-beluk itu tidak diolah dalam banyolan-banyolan mereka hingga tak terasa keaktualannya. Berbeda dengan Butet Kartaredjasa, yang bisa memasukkan sentilan dialog peristiwa politik yang terjadi beberapa jam sebelum pertunjukan. Hal itu terjadi lantaran Teater Gandrik menyediakan ruang untuk improvisasi, sementara agaknya Teater Koma tetap terpaku pada naskah.
Kemudian disusul adegan kakak Wibowo bernama Sahranasyad yang setengah sinting. Ia tergila-gila teater dan ingin menjadi aktor. Ke mana-mana ia membawa kotak makeup dan kostum. Ke mana-mana ia mengikuti Kejora, sang ibu (Ratna Riantiarno), dan memintanya menonton penggalan adegan yang dimainkan. Demikianlah, Idris Pulungan, yang memainkan peran Sahranasyad, lalu mengambil topi harlequin badut, kemudian berakting mementaskan secara bebas petilan monolog Nyanyian Angsa karya Anton Chekov. Sang ibu yang terpukau gantian sebentar mendemonstrasikan keterampilannya menari tarian Bali. Bagian ini juga seperti bagian duet Salim-Joind, terlalu lama.
Sutradara Teater Koma, Riantiarno, menyempatkan diri menyajikan adegan hedon. Set berganti seperti sebuah kafe. Multimedia menyemprotkan visual pencakar langit. Adegan istri kedua Wibowo tengah pelesir bersama para sosialita di luar negeri-entah Singapura entah di mana. Mereka menyadari bahwa uang shopping dibiayai dengan uang korupsi. Tapi mereka tak peduli, yang penting happy. Seorang sosialita diperankan kebencong-bencongan oleh Sir Ilham Jambak. Memang gesturkulasinya pas, tapi adegan ini terkesan dibuat-buat untuk memancing tawa penonton.
Bagian yang paling menarik adalah tatkala semua anggota keluarga Wibowo berkumpul. Arjuna Wibowo, sang astronom, menghadirkan pacarnya, alien, dalam bentuk yang dikesankan hologram. Riantiarno selalu mampu menyajikan adegan makan keluarga dengan hangat. Ingat pementasan Opera Ikan Asin saat Mekhit alias Mat Piso, raja bandit Batavia, menjamu kaki tangannya. Kini Wibowo Surmadjo, sebagai kepala keluarga, memperkenalkan satu per satu anggota keluarganya kepada sang alien. Dalam kesempatan itu, Arjuna meminta keluarga besarnya merestui iktikadnya melamar alien. Lamaran itu disetujui ayahnya. Sang alien muncul secara nyata, tapi hanya sebentar.
Selanjutnya beberapa adegan tatkala Wibowo Surmadjo ditangkap KPK. Ia sebelumnya melenyapkan berbagai berkas. Atas saran penasihatnya, Wibowo merancang skenario berpura-pura menabrakkan mobil dan masuk rumah sakit. Makin jelas inspirasi utama penulisan naskah Riantiarno adalah skandal mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto, yang telah lama berlalu, dan itu kehilangan geregetnya. Pada saat bersamaan, ternyata Arjuna ditinggal pergi oleh sang alien. Ia patah hati.
Dunia astronomi bisa menjadi kemungkinan sebuah naskah yang tak terduga dan gokil. Bila saja Riantiarno dengan berani terus bertahan dalam struktur "futuris", misalnya ada adegan astronaut yang menyusul ke planet dengan segala keanehannya atau entah apa-mungkin tontonan Teater Koma menyegarkan. Ditambah kor alien dengan bahasa yang dipersiapkan secara bunyi menggelitik, tentu hal itu menjadi ciamik. Tentu saja yang begini tidak harus steril dari sindiran politik. Itu tetap ciri Koma. Satire malah bisa tanpa dipaksa-paksakan. Bukan tidak mungkin kritik sosialnya malah lebih imajinatif.
Sebab, ada potensi untuk itu. Dari semua anggota keluarga, saat perjamuan, hanya sang ibu yang sangsi akan keberadaan alien. Ia menganggap alien itu hanya halusinasi dan paranoid sang astronom. Di bagian akhir ketika sang astronom bermonolog, dari ucapannya tatkala ia kehilangan sang alien, penonton juga bisa mendapat kesan itu hanya halusinasi dia. Ia terkena waham. Ia mengalami skizofrenia. Namun bagian ini tak dieksplorasi Riantiarno lebih jauh. Setelah menampilkan kisah klasik Cina, Sie Jin Kwie, beserta segala unsur silatnya; setelah mengadaptasi dunia pencoleng Bertolt Brecht; setelah menyajikan masalah rumah sakit dan panti jompo, kini Teater Koma merambah ke tema dunia sains. Sayang, Riantiarno setengah hati. Ia hanya menempatkannya sebagai sampiran.
Seno Joko Suyono
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo