Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Rumah Aborsi di Bukit Menoreh

Polisi membongkar praktik aborsi berkedok dukun pijat di Magelang. Diduga sudah beroperasi puluhan tahun.

30 Juni 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Polisi membongkar praktik aborsi berkedok dukun pijat di Magelang. Diduga sudah beroperasi puluhan tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELASAN polisi mengepung sebuah rumah berkelir hijau di kaki Perbukitan Menoreh, Jawa Tengah, Selasa dinihari pertengahan Juni lalu. Ditemani Kepala Desa Ngargoretno, Dodik Suseno, petugas mengendap-endap bersiap menyergap sang pemilik rumah, Yamini. Polisi mendapat informasi perempuan 71 tahun ini membuka praktik aborsi dengan kedok dukun pijat. "Dia ditangkap tanpa perlawanan," ujar Dodik, menceritakan kejadian itu kepada Tempo, Selasa pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat menangkap Yamini, polisi menemukan balutan kain batik di dalam ember kamar mandi rumah seluas 200 meter persegi tersebut. Setelah dibuka, isinya ternyata janin meninggal berusia sekitar tujuh bulan. Janin itu diduga baru saja dikeluarkan Yamini. Saat penangkapan, pasien yang menggugurkan janin tersebut sudah meninggalkan rumah Yamini. Polisi menduga janin sempat hidup ketika dikeluarkan dari perut ibunya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari pengakuan Yamini, polisi lantas menangkap perempuan yang diduga menggugurkan janin tujuh bulan itu beserta pasangannya. Kedua orang itu adalah Mujiyono, laki-laki 47 tahun asal Dusun Ngrajek, Kecamatan Mungkid, dan Nurul Hidayati, perempuan 40 tahun warga Kecamatan Borobudur. Mereka menggunakan jasa Yamini sehari sebelum penangkapan. "Temuan janin itu bukti kuat adanya praktik aborsi," ucap Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Magelang Ajun Komisaris Gede Yoha Wijaya.

Untuk memastikan hubungan janin dengan kedua orang itu, polisi segera melakukan tes asam deoksiribonukleat atau dikenal dengan istilah DNA. Kepada polisi, dua orang itu tak mengelak saat ditanya bahwa janin tersebut adalah bayi mereka. Pasangan itu menggugurkan janin tersebut karena status keduanya hanya menikah secara siri. "Tapi DNA itu penting untuk memastikan hubungan mereka dengan janin itu," kata Gede.

Polisi tak langsung menahan Nurul Hidayati. Menurut Gede, pihaknya membawa Nurul ke bangsal perbidanan Rumah Sakit Umum Daerah Muntilan, Magelang, untuk perawatan. Sehari kemudian, polisi baru menerungku Nurul. Sebelumnya, polisi menahan Yamini dan Mujiyono. Setelah melakukan pemeriksaan maraton, polisi menetapkan ketiganya sebagai tersangka kasus aborsi.

Polisi menjerat nenek dua cucu ini dengan Pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Tuduhannya melakukan kekerasan terhadap anak hingga menyebabkan kematian. "Ancaman hukumannya 15 tahun penjara," ujar Kepala Kepolisian Resor Magelang Ajun Komisaris Besar Heri Purnomo. Adapun Mujiyono dan Nurul Hidayati diancam hukuman 20 tahun penjara atas tuduhan yang sama.

Selain mendapati janin di ember, polisi menemukan bukti telak praktik aborsi saat melakukan penggeledahan beberapa jam setelah penangkapan. Temuan penggeledahan di rumah Yamini itu membuat geger warga sekitar di Dusun Wonokerto, Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Polisi menemukan 21 bungkus kantong plastik terkubur di lubang berukuran 1 x 1 meter di belakang rumah. Lokasinya hanya berjarak 1 meter dari tembok belakang rumah Yamini.

Setelah dibongkar, setiap kantong plastik ternyata memuat lebih dari satu janin. Sebagian besar kondisi janin sudah dalam bentuk tulang belulang. Kepada polisi, Yamini mengaku baru delapan kali melakukan praktik aborsi. Tapi, menurut polisi, dari jumlah korban, Yamini diduga sudah lama melakukan kejahatan itu. "Sedang kami hitung dan pastikan," kata Ajun Komisaris Besar Heri.

Heri mengaku tidak mudah menelusuri asal-muasal janin yang menjadi korban aborsi. Ini karena sebagian besar janin sudah dalam kondisi tak utuh. Menurut dia, polisi juga kesulitan menelusuri orang-orang yang pernah memakai jasa Yamini karena sama sekali tak ada jejak tertulis mereka sebagai pasien. "Mereka datang begitu saja, tanpa membuat janji melalui telepon atau semacamnya," ujarnya.

Polisi menduga Yamini sudah menjalankan praktik ini selama 25 tahun dengan berkedok sebagai dukun pijat. Dia memasang tarif Rp 2 juta sekali melakukan aborsi. Dalam menjalankan aksinya, Yamini lebih dulu melakukan pemijatan secara bertahap selama satu-dua bulan. "Sehingga nantinya tidak terjadi perdarahan. Ini aborsi dengan pijat tradisional," tutur Heri.

Tetangga dan penduduk sekitar sama sekali tidak menyangka Yamini membuka praktik aborsi. Mereka hanya mengetahui janda beranak tujuh itu adalah dukun pijat tradisional. Kepala Desa Dodik Suseno mengaku kerap mendengar suara bayi menangis dan rintihan wanita di dalam rumah Yamini. Ia tidak curiga sama sekali karena menganggap suara bayi dan perempuan itu sedang mendapatkan pelayanan pijat Yamini.

Pengakuan serupa disampaikan tetangga Yamini, Samsul Arifin. Ia mengetahui Yamini kerap menerima orang hamil datang ke rumahnya. Karena mengetahui Yamini sebagai dukun pijat, Samsul mengira kedatangan para perempuan hamil itu wajar. Ia juga tak curiga ketika mendengar suara bayi menangis dan perempuan yang mengerang kesakitan. "Pasiennya bukan warga sini, warga Desa Salaman," katanya.

Dodik Suseno dan sejumlah warga desa mengenal Yamini sebagai orang yang sering menolong warga yang membutuhkan jasa pijat. Yamini dikenal sebagai tukang pijat yang tak pernah menentukan tarif kepada pasiennya. Pasiennya, menurut Dodik, melimpah, baik dari dalam maupun luar wilayah Salaman, Magelang. Sebutan dukun beranak pun melekat pada Yamini. "Dia mewarisi keahlian ibunya sebagai dukun pijat," ujarnya.

Dodik meyakini pengguna jasa aborsi Yamini adalah orang-orang jauh yang berada di luar desanya. Menurut dia, masyarakat desanya tidak memiliki perilaku aborsi kendati banyak ditemukan kasus kehamilan di luar pernikahan. Dodik mendapatkan informasi Yamini membantu aborsi untuk perempuan yang hamil di luar nikah. "Kalau di sini, kasus kehamilan di luar nikah selalu diselesaikan secara adat dengan menikah," katanya.

Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Eni Gustina mengatakan pihaknya kesulitan mengawasi keberadaan dukun beranak hingga tingkat desa. Kementerian, menurut dia, sudah tak mengizinkan dukun beranak membantu persalinan, apalagi melakukan praktik aborsi. "Aborsi itu hanya oleh orang yang berkompeten dan punya keahlian untuk melakukannya," ujarnya.

Polisi baru mengendus ketidakberesan praktik pijat Yamini dua hari sebelum penangkapan. Ketika itu, polisi menerima laporan dari masyarakat bahwa akan ada orang yang menggugurkan kandungan ke tempat Yamini. Sehari berselang, laporan yang sama kembali masuk ke polisi. Setelah memantau, polisi lantas mengepung rumah Yamini dan menangkapnya.

Arkhelaus Wisnu, Ahmad Rafiq (jawa Tengah)


Berkedok Dukun Pijat

YAMINI, yang sehari-hari dikenal tetangganya sebagai dukun pijat, diduga sudah melakukan aborsi janin selama 25 tahun. Kejahatannya ini baru terungkap pada pertengahan Juni lalu setelah ada masyarakat yang melapor ke polisi tentang praktik aborsinya. Di belakang rumahnya ditemukan kuburan massal janin yang sudah tinggal tulang belulang.

Rumah: Luas 200 meter persegi

Depan: Halaman seluas lapangan badminton

Samping kanan: Lahan kosong

Samping kiri: Lahan kosong

Belakang: Kebun Belakang tembok rumah

berjarak 1 meter: Kuburan janin seluas 1 x 1 meter

Jumlah korban: Tak tercatat
- Satu janin berusia 7 bulan dalam balutan kain batik di ember.
- 21 kantong plastik berisi janin sudah berbentuk tulang belulang. Satu kantong berisi lebih dari satu janin.

Jasa Yamini

Pijat
- 5-10 pasien dalam sehari
- Tarif Rp 25-50 ribu

Aborsi
- Tidak ada catatan jumlah pasien
- Tarif sekali aborsi Rp 2 juta

Pasien
- Rata-rata pasangan siri atau di luar nikah
- Berasal dari luar desa

Tahapan Aborsi
- Pengguna jasa mendapatkan informasi soal jasa Yamini.
- Konsumen datang ke rumah Yamini tanpa ada perjanjian.
- Konsumen ditawari tarif Rp 2 juta. Jika setuju, tindakan aborsi bakal dilanjutkan.
- Pemeriksaan janin selama satu-dua bulan sebelum aborsi untuk menghindari terjadinya perdarahan.
- Aborsi.

Tersangka

1. Yamini (pelaku)
Pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ketentuan mengatur kekerasan terhadap anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.

2. Nurul Hidayati dan Mujiyono (pasien)
Pasal 80 ayat 4 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya 20 tahun penjara.

Naskah: Arkhelaus Wisnu | Sumber: Wawancara, Pdat

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus