Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Vonis kelalaian panitera ?

PT Jakarta melipatgandakan hukuman achmad fauzie saleh hasan menjadi 4 th. gara-gara keterlambatan PN Jak-Pus mengirimkan berkas perkara ke pengadilan banding. fauzie tertuduh kasus pembobolan amex bank.

4 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

VONIS Achmad Fauzie Saleh Hasan, terhukum kasus pembobolan American Express (Amex) Bank dengan bank draft palsu senilai Rp 400 juta, belum lama ini ditingkatkan pengadilan banding dari 2 tahun menjadi 4 tahun penjara. Menariknya, sebelum vonis berlipat ganda jatuh, Pengadilan Tinggi Jakarta "terpaksa" melepaskan Fauzie dari tahanan lainya gara-gara keterlambatan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengirimkan berkas perkara ke pengadilan banding. Sebab itu, banyak yang menduga "membengkaknya" hukuman buat Fauzie, 41 tahun, sebagai "pembalasan" terselubung dari pengadilan banding. Sebab "keterpaksaan" pengadilan banding menangguhkan penahanannya, 30 Januari lalu, diduga sebagai hasil "permainan" antara Fauzie dan panitera. Sebelumnya dua orang penitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah terkena tindakan administratif berupa pemutasian dan pencopotan dari jabatan mereka. Kepala Humas Pengadilan Tinggi Jakarta, Arbijoto, yang juga anggota majelis hakim banding itu, membantah vonis berganda tersebut akibat keterlambatan berkas perkara atau lepasnya Fauzie. "Hukuman itu setimpal dengan perbuatannya. Ia melakukan penipuan yang sangat licin dan mengakibatkan kerugian Amex ratusan juta rupiah," kata Arbijoto. Fauzie diajukan ke meja hijau dengan tuduhan telah membobolkan Amex Bank, lewat bank draft palsu senilai US$ 250 ribu atau sekitar Rp 400 juta, Juli 1986. Perbuatan itu dilakukan Fauzie bersama komplotannya: Robert L. Soerber -- seorang warga negara Amerika Serikat -- Rustandi, Notaris Imam Soesatyo, Yoso Dihardjo, serta Sulaeman. Majelis hakim yang diketuai I Gde Sudharta, 29 Oktober 1988, menghukum Fauzie 2 tahun penjara. Ia dinyatakan bersalah menggunakan surat (bank draft) palsu dan melakukan penipuan. Jaksa M. Daud, yang semula menuntut 5 tahun penjara, serta-merta menyatakan banding. Tapi sampai tiga bulan kemudian berkas perkara tersebut tak kunjung sampai ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Padahal, masa penahanan Fauzie, yang merupakan wewenang pengadilan banding (90 hari) sudah habis. Akibatnya, pada 30 Januari 1988, Pengadilan Tinggi Jakarta terpaksa mengeluarkan penetapan agar Fauzie dilepaskan dari tahanan demi hukum. Sehari setelah Fauzie lepas, barulah pengadilan banding menerima berkas perkaranya. Di luar kebiasaan, tak sampai dua minggu kemudian, majelis hakim banding yang diketuai Nyonya Roesma Idris menjatuhkan vonis mengagetkan, 4 tahun penjara, buat Fauzie. Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Amarullah Salim, membenarkan keterlambatan itu akibat kelalaian Kepala Sub-Panitera Pidana, Andi Amir Syarifuddin, dan seorang bawahannya, Marsudi. Sebab itu, kepada kedua petugas pengadilan itu dikenakan sanksi administratif berupa penundaan kenaikan pangkat selama setahun. Kecuali itu, Amir Syarifuddin dicopot dari jabatannya dan dimutasikan ke Bagian Tata Usaha. Amir Syarifuddin menganggap sanksi itu terlalu berlebihan. "Kalau memang dianggap lalai, seharusnya kesalahan itu tak lepas dari tanggung jawab ketua pengadilan negeri," katanya kepada wartawan. Sebab itu, Amir, yang membantah "ada main" dengan terdakwa, mengajukan keberatan kepada Menteri Kehakiman. Sementara itu, Fauzie melalui Pengacara O.C. Kaligis mengajukan kasasi atas vonis 4 tahun itu, Senin pekan ini. "Klien saya sama sekali tak tahu-menahu soal bank draft yang diterimanya dari Soerber," kata Kaligis. Selain itu, Kaligis mempertanyakan tuduhan bersama-sama, yang juga diakui pengadilan banding. "Sampai kini kelima tersangka lainnya tak pernah diperiksa penyidik, apalagi pemberkasan perkaranya ke pengadilan," ujarnya. Menurut Kaligis, seharusnya Soerber diadili lebih dulu, untuk meneliti persisnya peranan Fauzie. Lagi pula, "Bank draft itu dinyatakan palsu hanya berdasarkan keterangan saksi. Seharusnya diperiksa di laboratorium kriminologi dulu," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus