Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERDALIH kesepian setelah bercerai dengan sang istri pada Oktober 2016, Wawan Setiadi alias Babeh melakukan kejahatan seksual terhadap puluhan anak di bawah umur. Korban pertama pria 49 tahun ini adalah empat muridnya ketika ia masih menjadi guru honorer di salah satu sekolah dasar di Desa Tamiang, Tangerang, Banten. Karena kasus ini, pria yang pernah dua kali menikah itu dilaporkan ke kepolisian setempat. Ia lalu melarikan diri ke kampung lain sebelum kasusnya itu sempat diusut.
Setelah pindah kampung, Babeh justru semakin banyak "memangsa" bocah berusia 8-15 tahun. Ia merayu para korbannya dengan iming-iming mengajari ilmu semar mesem untuk memikat perempuan. "Padahal saya cuma mengada-ada soal itu," ujar Babeh, yang kini mendekam di ruang tahanan kantor Kepolisian Resor Kota Tangerang akibat perbuatan bejatnya tersebut. Berikut ini petikan wawancara Babeh kepada Linda Trianita dan Ayu Cipta dari Tempo, yang menemuinya di ruang tahanan pada Selasa pekan lalu.
Berapa anak yang pernah Anda sodomi?
Sekitar 40 orang.
Sejak kapan Anda melakukan perbuatan itu?
Sejak 7 Maret 2017. Awalnya anak-anak di kampung saya di Desa Sakem. Ada empat anak yang rata-rata usianya 12-14 tahun. (Babeh kemudian meralat jumlah korbannya itu menjadi dua orang.)
Apa yang mendorong Anda melakukan perbuatan bejat tersebut?
Ini terjadi karena saya kesepian setelah bercerai dengan istri saya, Mudrikah, 22 tahun, sejak Oktober 2016. Dia lalu pergi ke Malaysia untuk bekerja. Kami bercerai karena istri tidak puas dengan gaji sebagai guru honorer yang hanya Rp 700 ribu per bulan. Sejak itu, saya seperti orang linglung. Pelampiasannya kemudian kepada anak-anak.
Karena kasus itu, Anda dilaporkan ke polisi?
Itu karena salah satu anak melapor kepada orang tuanya. Mereka marah. Saya kemudian dilaporkan ke polisi.
Ini yang menjadi alasan Anda kemudian kabur ke kampung lain?
Iya. Awalnya tidak langsung ke Kampung Sageng. Saya mengontrak dua hari di suatu tempat. Ada kenalan saya, dia bilang kamu ke Sageng saja, di sana lebih aman karena ada teman dia yang dianggap tokoh. Saya tidak kenal orang yang di Sageng ini.
Anda kembali mencabuli anak-anak setelah pindah ke Kampung Sageng. Anda tidak kapok setelah dilaporkan ke polisi?
Saya tidak bisa mengendalikan diri. Jadi saat itu terlintas di pikiran saya, karena sudah tidak ada istri, anak-anak juga bisa saya manfaatkan.
Apa yang ada dalam pikiran Anda saat itu?
Sensasinya antara sadar dan tidak. Kalau sehabis melakukan itu, saya merasa menyesal.
Kapan Anda mulai melakukan perbuatan sodomi di Kampung Sageng?
Saya pindah ke kampung itu pada 4 April 2017. Tapi melakukan perbuatan itu baru pada Oktober-Desember lalu.
Siapa korban Anda di sana?
Usianya ada yang 8 tahun, ada juga yang 14 tahun. Mereka anak-anak yang setiap hari melewati gubuk saya ketika hendak menuju pesantren tempat mengaji.
Bagaimana cara Anda merayu mereka?
Saya pura-pura punya semar mesem. Mereka ternyata tertarik minta diajari ilmu itu. Tapi saya ajukan syarat agar mereka mau saya sodomi. Setelah itu, baru mereka saya kasih gotri (biji logam).
Kenapa Anda menyuruh mereka memakan gotri?
Saya bilang ke mereka, itu cara menurunkan ajian semar mesem.
Apakah benar memakan gotri ini sebenarnya muslihat Anda saja memperdayai mereka?
Saya memang mengada-ada soal semar mesem itu.
Berapa kali dalam satu hari Anda melakukan kejahatan seksual itu?
Tiga kali sehari.
Kenapa Anda berperilaku menyimpang seperti ini, padahal pernah menikah dua kali?
Selain karena kesepian, saya pernah menjadi korban sodomi juga. Ketika itu usia saya 20 tahun. Pelakunya adalah senior saya di salah satu pesantren di Pandeglang. Sekarang dia sudah meninggal. Pesantrennya juga sekarang sudah bubar.
Anda pernah belajar di pesantren. Apa tidak takut dosa melakukan ini?
Sewaktu melakukannya, saya lupa sama dosa. Tidak ingat sama sekali. Saya gelap mata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo