Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Almanak dan Kalender

14 Januari 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

URUSAN waktu ditentukan penamaan pada benda. Di Indonesia, benda berwaktu itu biasa berupa buku atau lembaran-lembaran kertas yang dipajang di dinding. Orang-orang mengenalinya sebagai almanak atau kalender. Penamaannya berbeda meski mengandung pengertian waktu. Benda itu termasuk baru di Indonesia, dampak peresapan peradaban-peradaban asing memperkenalkan kata dan angka. Pengenalan semakin kuat dengan penghadiran teknologi cetak. Indonesia pun perlahan mengurusi waktu dengan benda-benda bernama. Dulu, orang memberi sebutan almanak. Kini, orang cenderung mengakrabi sebutan kalender.

Dua sebutan itu hadir bersama dalam rubrik Pokok & Tokoh di majalah Tempo edisi 15-21 Mei 2017. Jajang C. Noer memiliki kebiasaan membawa kalender meja saat bepergian ke pelbagai tempat. Sebutan kalender berganti dalam alinea kedua: "Ya, 20 tahun terakhir, aktris senior itu selalu membawa serta almanak kecil sebagai pengingat jadwal...." Almanak dan kalender dianggap memiliki pengertian sama.

Kita menjenguk masa lalu dulu untuk perbandingan pilihan sebutan. Iklan berukuran kecil dimuat di majalah Minggu Pagi edisi 18 Oktober 1953. Pengiklan adalah Penerbit Usaha Modern. Bujukan ke pembaca: "Satu-satunja kalender hanja satu kali ini mulai diterbitkan serba bagus dan sangat menarik jang hampir menjerupai tjetakan luar negeri. Kertasnja putih, halus, mengkilap dengan disertai gambar jang indah, mungil dipandang mata." Bujukan itu menggunakan istilah kalender. Di samping keterangan, ada gambar lembaran kertas menandai waktu dengan nama berbeda: almanak. Pengiklan menggunakan dua sebutan dalam iklan: kalender dan almanak. Sebutan almanak cuma ada di gambar, tak muncul dalam kalimat-kalimat iklan.

Di majalah Djaja Baja edisi 26 Desember 1965, tercantum pengumuman redaksi. Pengumuman berbahasa Jawa menggunakan istilah kalender: "Para warga Djaja Baja, kang wis kirim wesel kanggo pesenan kalender Djaja Baja kang tekane kasep, wis ora bisa nglajani. Duwit kang wis kita tampa bakal kakirim bali." Para pembaca diajak memilih istilah umum dalam penamaan benda berwaktu. Kalender dipilih ketimbang almanak. Kemonceran kalender terbukti sampai sekarang.

Pada awal abad XX, orang-orang di tanah jajahan semula mengenali almanak, belum terlalu berterima dengan istilah kalender. Kita bisa membuka Kitab Arti Logat Melajoe (1914) susunan D. Iken dan E. Harahap. Almanak adalah "penoendjoek hari". Lema kalender tak ada. Istilah berpengertian mirip adalah "takwim". Istilah itu mengandung arti "perhitoengan hari". Istilah "takwim" berasal dari bahasa Arab. Di Baoesastra Melajoe-Djawa (1916) susunan Sasrasoeganda, "takwim" mendapat arti "penanggalan" atau "almenak".

Istilah-istilah mengenai waktu datang dari negeri-negeri berbeda. Kalender berasal dari bahasa Belanda. Almanak dari bahasa Arab. Kalender terbukti laris, sejak ratusan tahun silam sampai sekarang. Pengakuan asal istilah berbeda ditemukan di dua kamus. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1952) mencantumkan keterangan bahwa kalender berasal dari bahasa Inggris. Sutan Mohammad Zain dalam Kamus Moderen Bahasa Indonesia (1954) mengakui kalender berasal dari bahasa Belanda. Pendapat Zain itu berterima menilik sejarah pengaruh bahasa Belanda di tanah jajahan sejak akhir abad XIX.

Kalender memang tak segera moncer. Pada 1930-an, orang-orang masih terbiasa dengan almanak, mengacu ke buku-buku terbitan Balai Poestaka dan penerbit-penerbit partikelir. Poerwadarminta mengartikan almanak sebagai "daftar penanggalan" dan "buku jang berisi penanggalan jang diterbitkan tiap-tiap tahun". Buku almanak biasa berukuran kecil, berisi informasi waktu dan pelbagai hal penting untuk gampang dipelajari pembaca. Almanak perlahan dipahami sebagai buku, berbeda bentuk dengan kalender. Dulu, orang mengartikan kalender itu lembaran-lembaran kertas untuk dipajang di dinding atau ditaruh di atas meja, berbeda dengan (buku) almanak.

Penamaan pada benda berwaktu sejak awal abad XX mulai berubah pada masa sekarang. Almanak jarang digunakan dalam pembahasaan waktu. Kalender tetap laris, tapi mengalami perubahan bentuk. Kalender bukan melulu lembaran-lembaran kertas. Kini, kalender juga ada di alat-alat teknologi komunikasi baru. Kalender telah elektronik, tak cuma hasil cetakan seperti dulu. l

Bandung Mawardi
Kuncen Bilik Literasi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus