ANG Kim Soei lekas sekali beranjak dari ruang tamu penjara. Air mukanya tegang, seperti baru saja diburu oleh hantu. Kaus biru, seragam khas warga penjara, ditarik ke atas sampai menutupi separuh wajahnya. Ia menyembunyikan wajahnya begitu mengetahui TEMPO yang mengunjunginya. "Dia tak mau bertemu orang asing," ujar Hartono, Pejabat Keamanan Lembaga Pemasyarakatan Tangerang, Kamis pekan lalu.
Lelaki 50 tahun itu—diduga sebagai pemilik kilang ekstasi raksasa di Tangerang—memang selalu gelisah. Sejak ditangkap polisi April lalu, ia sangat tertutup dan takut pada orang asing. Setiap hari, Ang membunuh waktunya dengan bermain catur. Lantaran disangka sebagai pemilik pabrik pil setan berkekuatan produksi 150 ribu butir per hari, vonis hukuman mati menghantui dirinya. Apalagi para hakim di Pengadilan Negeri Tangerang terkenal kejam terhadap para pengedar narkotik dan obat-obat berbahaya (narkoba).
Kendati begitu, ia masih punya sedikit waktu buat bernapas. Sampai pekan lalu, berkas acara pemeriksaan belum dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tangerang. Jaksa Martha P. Berliana mengakui pihaknya masih bekerja keras mencari pembuktian. Tapi ia menolak menyebut apa sebenarnya kesulitannya. "Tunggu saja sampai berkasnya selesai," ujarnya.
Kesulitan jaksa, menurut sumber TEMPO, tak jauh dari soal pembuktian. Soalnya, tersangka dibidik dengan Pasal 59 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Dengan pasal ini, Ang harus dibuktikan melakukan kejahatan terorganisasi. Ini tidak gampang karena semua saksi sampai kini masih jadi buron polisi.
Kuasa hukum Ang, Undang Hidayat, membenarkan hal itu. Ia malah menduga tuntutan untuk Ang bakal lebih ringan dan boleh jadi bebas. Sebab, tuduhan yang dibuat polisi susah dibuktikan, misalnya soal kepemilikan kilang dan bahan kimia peracik ekstasi di Cipondoh, Tangerang. Menurut Undang, ini juga susah dilacak. Itu karena sepuluh tersangka yang diduga terlibat membantu meracik dan mengelola kilang setan itu, semisal Yap van Dijk, Hans Philip, Frans, dan Beth, jejaknya lenyap tak berbekas. Jadi, "Sampai sekarang saksi kuncinya belum ada yang diperiksa," ujarnya.
Tiadanya saksi kunci membuat Ang leluasa mengalihkan tanggung jawab ke siapa saja, termasuk Tomy Bocor alias Tomy Palembang. Bagi dia, melempar semua kesalahan ke Tomy adalah jalan termudah. Soalnya, agen pengedar top narkoba itu telah lebih dulu tewas oleh peluru polisi di depan Hotel Red Top, Pecenongan, Jakarta Pusat. Peristiwanya terjadi 5 April lalu, persis sehari sebelum kilang ekstasi milik Ang Kim Soei ditemukan aparat.
Ang sendiri ditangkap polisi di kamar 1513 Hotel Borobudur, Jakarta Pusat. Karena hotel itu milik pengusaha Tommy Winata, nama bos Grup Artha Graha ini lalu dituding terlibat bisnis ekstasi. Tapi, ketika dikonfirmasi, Tommy membantah. Dia mengaku tak kenal dengan Ang (lihat Tommy Winata: "Saya Tak Bersekutu dengan Pengedar Narkoba.")
Hanya, segala upaya cuci tangan Ang akan sia-sia jika jaksa bisa membuktikannya sebagai pemilik kilang ekstasi raksasa itu. Hukuman yang diterimanya pun bakal berat. Soalnya, diduga pil setan ini telah diekspor ke mana-mana, termasuk Amerika Serikat. Jadi, diduga Ang terlibat dalam jaringan internasional.
Bukti-buktinya telah diendus oleh empat orang ahli dari Drug Enforcement Administration (DEA), Amerika Serikat, yang datang memeriksa lokasi kilang di Cipondoh, Tangerang, pekan lalu. Mereka kebetulan menjadi tamu Badan Narkotika Nasional untuk melatih para jaksa dan polisi dalam mengendus kilang bawah tanah (clandestine laboratory).
Dari penyelidikan mereka, diketahui bahwa bahan baku pabrik ekstasi itu bisa menghasilkan sekitar 1,3 ton pil ekstasi. Lewat analisis tool mark, semacam peralatan sidik, pil produksi Tangerang itu mirip sekali dengan 2,1 juta butir pil yang pernah ditemukan di Los Angeles, Amerika Serikat.
Temuan ini bisa dipakai jaksa untuk membuktikan adanya kejahatan terorganisasi di balik produksi pabrik ekstasi itu. Bahkan dua agen DEA siap menjadi saksi ahli untuk membuktikan hal itu. Jadi, tiada alasan untuk menunda-nunda berkas, apalagi memberi peluang Ang Kim Soei bebas.
Nezar Patria, Nurlis E. Meuko
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini