Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Tommy Winata:"Saya Tak Bersekutu dengan Pembuat Narkoba"

1 September 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SOSOKNYA kerap dibandingkan dengan Don Corleone, tokoh mafia Italia dalam The Godfather, novel karya Mario Puzo. Mirip tokoh ini, Tommy Winata juga dianggap tak tersentuh tangan hukum. Padahal sering dipergunjingkan orang bahwa bos Grup Artha Graha ini berada di balik berbagai praktek bisnis ilegal, dari perjudian sampai perdagangan narkotik dan obat berbahaya (narkoba). Dalam rimba pertaruhan, dia disebut sebagai salah satu dari "Sembilan Naga", para bandar besar yang menguasai permainan judi di negeri ini. Di jagat narkoba? Diduga lelaki 43 tahun ini punya hubungan dengan Ang Kim Soei alias Tomy Wijaya, pemilik kilang ekstasi di Tangerang yang kini meringkuk di tahanan. Dia disebut-sebut berkenalan dengan Ang lewat Hans Philips, buron dalam kasus kilang ekstasi. Yang terang-terangan menuding Tommy terlibat bisnis narkoba adalah Humanika, sebuah lembaga swadaya masyarakat. Atas laporan lembaga ini pula dia lalu diperiksa oleh polisi. Tapi sia-sia saja. Keterlibatan Tommy, setidaknya menurut polisi, sulit dibuktikan. Yang babak-belur justru Humanika. Sebulan silam, kantor LSM ini diserbu orang-orang tak dikenal. Diakah yang menggerakkan mereka? Diwawancarai wartawan TEMPO Nezar Patria serta Nurlis E. Meuko dari Koran Tempo di kawasan Marina Ancol, pekan lalu, Tommy Winata menjawab blakblakan tuduhan itu dan berbagai tudingan lainnya. Petikannya: -------------------------------------------------------------------------------- Benarkah Anda terlibat bisnis narkoba? Kalau dengan narkoba, saya itu tidak ada kompromi. Saya tidak pernah tertarik dan tidak pernah ingin menyenggolnya. Sampai hari ini, jangankan dagang, nyobain narkoba sepersepuluh persen atau sekecil-kecilnya, saya tidak pernah. Begini sajalah. Tolong buktikan atau buat kondisi pembuktian yang membuat saya susah mengelak. Jika terbukti, kalau perlu, gua tembak kepala gua sendiri. Perlu diketahui, sejak tiga tahun lalu, siapa pun kawan, sahabat, ataupun saudara saya, kalau terlibat narkoba, saya sudah minta kepada aparat kepolisian agar ditindak sekeras-kerasnya. Kalau perlu, mereka dihukum mati. Bagaimana kalau yang terlibat pegawai Anda? Saya keluarkan, lalu saya serahkan ke polisi. Pernah ada? Ada beberapa partner kami. Namanya tidak usah disebut. Saya kan buka Diskotek Grand Manhattan (di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat). Saya harapkan Manhattan menjadi tempat hiburan malam yang betul-betul bebas narkoba. Di situ pernah ada beberapa butir ekstasi ketika dilakukan razia. Saya langsung menutup diskotek ini selama tiga bulan. Saya ganti total orang-orangnya. Yang terbukti terlibat dalam kasus itu saya serahkan kepada polisi dan diproses secara hukum. Penanggung jawab utama dan pemegang sahamnya sampat masuk bui dua atau tiga minggu. Itu hanya gara-gara dia tahu tapi tidak melakukan tindakan. Hitung saja berapa miliar saya rugi selama tempat itu ditutup. Sekarang diskotek itu sudah buka kembali. Memang saya tidak bisa mengatakan bahwa orang di lingkungan saya dijamin seratus persen bersih. Sepanjang ada saksi, ada bukti, atau ada informasi yang bisa dipercaya tentang keterlibatan orang di sekitar saya, mereka akan saya tindak. Kalau perlu, saya bikin pembuktian terbalik. Jadi, mereka harus membuktikan dirinya tak terlibat? Ya. Adanya tuduhan terhadap saya membuat saya makin keras lagi. Pernah ada orang yang menyewa di tempat karaoke kami dan asyik godek diiringi house music. Saya bilang, matikan musiknya. Saya tegur itu semuanya. Saya skors. Jadi, kalau ada anak buah saya yang masih membiarkan itu, tolong diperiksa sama wartawan. Tindak, dan jangan mau percaya, tindak. Kalau untuk itu, saya tidak mau kompromi. Bisa jadi karena tindakan saya terbuka seperti ini, para bandar (narkoba) tidak suka sama saya. Lahan mereka jadi berkurang. Ada yang menyebut Anda sebagai salah satu investor pabrik ekstasi di Tangerang. Tolong buktikan. Kalau memang ada bukti, saya setuju harta saya disita untuk negara, semuanya. Tapi bagaimana kalau itu tidak bisa dibuktikan? Yang menuduh begitu mau tidak (hartanya) disita juga? Tidak usah semuanya, sepertiga dia punya harta dalam keluarganya kita sita untuk membiayai orang yang terlibat narkoba. Untuk soal ini saya juga berani mempertaruhkan seluruh harta yang gua punya. Bila tidak yakin, kita pakai akta notaris. Benarkah Anda berada di balik perusakan kantor Humanika? Saya sangat menyesalkan dan ikut prihatin atas terjadinya perusakan kantor Humanika walaupun mereka sempat menyebarkan isu yang tidak menguntungkan saya. Apa pun alasannya, saya tetap mengutuk penyerbuan kantor itu. Saya siap mendukung Humanika untuk membongkar siapa pelaku perusakan kantor mereka. Harus dicari sampai dapat pelakunya. Soalnya, kalau saya yang melakukan tindakan seperti itu, berarti saya itu rajanya bodoh. Tindakan itu bukan cara kami. Wong, kami masih bisa menjelaskan substansi yang sebenarnya kepada Humanika. Setelah muncul tudingan soal keterlibatan Anda dalam bisnis narkoba, Anda diperiksa dan dicekal oleh polisi. Mengapa? Jadi begini. Waktu itu saya langsung diperiksa oleh Polda Metro Jaya dan Mabes Polri. Lalu mereka meminta kesediaan saya untuk mencatat dan memfotokopi paspor saya untuk pembuatan rekomendasi dicekal. Saya bilang, "Pak, dasarnya apa?" Kata polisi, "Ini begini, Tom. Opini kan sudah membara, jadi kami minta Anda tidak meninggalkan tempat. Kalau nanti diperlukan untuk diperiksa, Anda harus siap." Saya bilang, "Silakan. Bapak mau cekal saya, mau ambil paspor saya, silakan. Saya siap kooperatif untuk setiap saat diperiksa dan dipanggil, terutama untuk dipertemukan kepada orang-orang yang merasa saya suruh." Jadi, tujuannya itu saja. Malahan saya bilang begini, "Kalau untuk itu diperlukan juga saya ditahan di Polda dulu, walau tidak ada dasar hukumnya, pun saya mau. Cuma, kalau besok lusa nanti terbukti orang lain yang bikin atau saya tidak salah, yang nuduh saya harus ditahan juga kendati buktinya belum lengkap. Pokoknya, asal hukumnya equal, saya siap, deh." Anda tahu, ketika Ang Kim Soei alias Tomy Wijaya buron, dia sempat menginap di Hotel Borobudur milik Anda? Hotel Borobudur itu kan public company. Saya hanya salah satu pemegang saham dan tidak aktif. Hotel itu di-run (dijalankan) oleh operator yang namanya Discovery Hotel Operator. Saya tidak pernah mengerti dia menginap di hotel itu. Saya pun baru tahu namanya itu Tomy Wijaya. Jadi, mau disumpah kayak apa juga, memang saya tidak mengerti. Apakah dia pesaing Anda? Dia bukan rival bisnis saya. Saya berbisnis di properti, perbankan, perhotelan, dan pariwisata. Bagaimana dia bisa menjadi rival bisnis saya? Saya tahu dia bandar narkoba kan setelah saya diberi tahu polisi. Polisi bilang, "Tom, ini buron kami, katanya sering nginap di Borobudur." Saya jawab, "Pantau saja, Pak!" Lalu polisi bilang mau buka posko di sana. Saya jawab, "Silakan buka posko." Itulah kondisinya. Ada yang bilang, sebelumnya Anda melindungi Ang Kim Soei, tapi belakangan Anda sengaja melaporkannya ke polisi. Saya melindungi dia, lalu melaporkan ke polisi? Maksudnya, saya menjebak dia? Kan ini jadi aneh. Saya bukan orang baik untuk pengedar narkoba. Tapi saya juga bukan tipe orang yang mengkhianati suatu kepercayaan kalau memang saya bikin komitmen. Wong, gua enggak ada komitmen sama dia, enggak ada urusan. Apalagi narkoba. Saya tidak pernah punya komitmen atau bersekutu dengan pengedar dan pembuat narkoba. Kabarnya, Anda sedang membangun pusat rehabilitasi bagi pecandu narkoba? Ya, sedang kami bangun. Mudah-mudahan dua bulan lagi bisa selesai dan bisa diuji coba. Di mana? Di Pulau Sebaru Kecil, Kepulauan Seribu. Mengapa memilih pulau? Kebetulan ada tempat kosong di situ. Idenya, kalau berada di suatu tempat yang terisolasi, mereka akan sulit mendapatkan narkoba. Pengobatannya gratis atau bayar? Kalau memang dia benar-benar susah, miskin, tidak punya duit, ya gratis berobat di situ, atau kalau ada rekomendasi dari aparat. Tapi, kalau titipan keluarga dan keluarganya cukup mampu, ya dia bayar, dong. Kami harap mereka menyubsidi yang tidak mampu. Ya, subsidi silanglah. Yang pasti, saya tidak berpikir profitnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus