Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Yang Takluk Digugat Sudjana

Untuk ketiga kalinya, mantan Menteri Pertambangan dan Energi Ida Bagus Sudjana memenangi perkara gugatan pencemaran nama baik.

15 Oktober 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IDA Bagus Sudjana sudah lama tak terdengar beritanya. Sejak pensiun sebagai Menteri Pertambangan dan Energi, Maret 1998, jarang-jarang dia diwawancara atau muncul di suatu media. Baru pekan lalu namanya disebut-sebut kembali setelah jenderal purnawirawan berbintang tiga ini memenangi kasus gugatan terhadap mantan bos Grup Bukaka, Fadel Muhammad, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis hakim yang diketuai Solbaiti, S.H. memutuskan bahwa Fadel telah melakukan perbuatan melawan hukum, yakni mencemarkan nama baik Sudjana.

Kasus itu bermula dari berita di Bisnis Indonesia edisi 10 Desember 1999. Harian ini mengutip pernyataan Fadel yang menuduh I.B. Sudjana terlibat praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di proyek PLN Patuha di Gunung Patuha, Jawa Barat. Fadel menuding Sudjana telah mengambil alih secara paksa saham miliknya di proyek itu, lalu menyerahkannya ke Dharma Yoga anaknya, serta Muhammad Lutfi, menantu mantan Menteri Koordinator Pengawasan Pembangunan/Penertiban Aparatur Negara, Hartarto. Padahal, menurut Fadel, ia sudah membayar sebagian saham itu. Sudjana juga dituduh terlalu campur tangan dalam proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) berkapasitas 80 megawatt.

Tudingan Fadel itu membuat Sudjana berang. Mantan Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan dan Keamanan ini bersikukuh tak pernah menggunakan jabatan demi kepentingan pribadi, keluarga, dan koleganya. Karena itulah, lewat kuasa hukumnya, Nengah Darmawan, Sudjana lantas menggugat Fadel ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, April lalu.

Majelis hakim mengabulkan gugatan Sudjana. Alasan keputusan, selama menjalankan tugasnya sebagai Menteri Pertambangan dan Energi (1993-1998) hingga pensiun, Sudjana belum pernah sekali pun terlibat kasus pidana yang membuktikan dirinya terlibat KKN. Kredibilitas I.B. Sudjana juga dinilai cukup baik, hingga tudingan Fadel yang berupa opini dan tanpa dasar hukum yang pasti—seperti dimuat di surat-surat kabar—merupakan perbuatan melawan hukum. Majelis menjatuhi Fadel hukuman ganti rugi imaterial sebesar Rp 1 miliar—lebih kecil dari tuntutan semula Rp 100 miliar.

Fadel membalas dengan mengajukan banding. Pengacaranya, Dendy Amudi, berpendapat bahwa majelis hakim berat sebelah. Majelis hanya mendasarkan putusannya pada pernyataan Fadel di Bisnis Indonesia dan sama sekali tak mempertimbangkan keberatan kliennya, yang mempertanyakan mengapa harian itu tak ikut digugat. Setidaknya, transkrip wawancara Fadel diajukan ke muka pengadilan agar dapat diketahui secara lengkap dan utuh, serta dalam konteks apa dia menuduh Sudjana.

Sebelum memenangi kasus gugatan terakhir, Sudjana telah dua kali lepas dari jerat tuntutan di meja hijau—sesuatu yang jarang terjadi. Pada 5 Juli 2000 majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Sudjana terhadap Bondan Winarno. Konsultan Bank Dunia ini diputuskan bersalah dan diganjar hukuman pidana 3 bulan, karena melakukan perbuatan "menista dengan tulisan".

Bondan memang menulis buku berjudul Bre-X, Sebongkah Emas di Kaki Pelangi, yang memuat bermacam hal tak sedap tentang Sudjana. Di buku itu ditulis bahwa dia kurang pintar berbahasa Inggris dan daya ingatnya pendek. Gaya bicaranya kurang mengesankan dan sikapnya kurang manusiawi. Pendeknya, "Isi buku itu telah mencemarkan nama baik Sudjana," ucap Nengah.

Oleh hakim, Bondan lantas dijatuhi hukuman ganti rugi Rp 1 juta—dari Rp 1 triliun yang dituntut. Bondan mengajukan banding. Saat ini kasus itu berada di tingkat kasasi, setelah sebelumnya pada tingkat banding, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dikuatkan oleh pengadilan tinggi.

Kemenangan Sudjana yang lain didapat setelah menggugat Muchyar Yara, awal tahun ini. Pengacara mantan Menteri Pertambangan dan Energi periode 1988-1993, Ginandjar Kartasasmita, ini pernah berseteru dengan Sudjana. Muchyar digugat lantaran menuding Sudjana suka membolak-balik fakta. Ia juga menyindir Sudjana sebagai "Mentamben Bayangan" atau "Mentamben Boneka". Tudingan itu keluar dari mulut Muchyar—dan dimuat dalam harian Kompas 10 Desember 1999 —setelah Sudjana menuduh Ginandjar bertanggung jawab atas sejumlah proyek KKN di Deptamben, terutama proyek Migas Center dan proyek kilang Balongan.

Perang urat saraf yang bermuara di meja hijau itu akhirnya oleh hakim diputus dengan memenangkan Sudjana. Muchyar dinyatakan bersalah dan diwajibkan membayar ganti rugi Rp 10 miliar, untuk kesalahan mencemarkan nama baik Sudjana. "Belum pernah ada ganti rugi sebesar itu sebelumnya," kata Nengah. Dan Muchyar pun naik banding.

Wicaksono, Hendriko L. Wiremmer

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus