Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL - Bamboo Dome di Apurva Kempinski, Nusa Dua, Bali menjadi perbincangan menarik di tengah perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Presidensi G20 Indonesia, bulan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bamboo Dome merupakan mahakarya kolaborasi Elwin Mok, visual creative consultant KTT G20, Rubi Roesli, desainer Bamboo Dome, dan Ashar Saputra, pakar bambu dari Universitas Gadjah Mada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ashar tidak menyangka ikut berperan dalam pembuatan Bamboo Dome ini. Berawal dari tawaran kerja sama seorang teman penggiat bambu dari Bali yang bekerja sama dengan panitia nasional G20 untuk membuat lokasi jamuan makan para pemimpin dan delegasi G20.
Tawaran ini cukup menantang. Perajin hanya memiliki waktu yang relatif singkat untuk menyiapkan lokasi yang estetik dan aman. “Para penggiat, perajin bambu disediakan tiga pekan untuk menyelesaikan Bamboo Dome. Ini menuntut kerja sama yang intensif antara arsitek, perajin bambu, dan saya untuk memastikan keamanannya sehingga harus dikawal dengan cukup ketat. Pekerjaannya cukup banyak dan harus zero tolerance terkait keamanan struktur bangunan,” tutur Dosen Departemen Teknik Sipil FT UGM ini.
Proses demi proses dikerjakan dari menentukan pondasi, menyusun lengkung-lengkung utama, sampai keseluruhan dapat diuji karena strukturnya lengkung. Tantangannya adalah membentuk lengkungan yang estetik dan keamanannya tercapai. Berbeda dengan bangunan beton atau baja, membangun bambu memiliki ketidaktentuan yang cukup tinggi, baik dari dimensi, kematangan, maupun kinerja sambungannya.
Bamboo Dome dibangun menggunakan bambu apus. Sebagai penyangga memakai bambu petung dari Tabanan yang dibawa ke Gianyar untuk dikerjakan perajin.
Ashar takjub pada satu momen yang ia sebut sebagai Moment of Truth. Ketika satu hari sebelum Presiden Joko Widodo melakukan cek lokasi, di Nusa Dua terjadi hujan yang sangat lebat dan angin yang sangat kencang selama 2 jam. Ia berada persis di bawah bangunan yang sedang dikerjakan sembari memperhatikan seluruh bangunan, didapatinya seluruh struktur bangunan masih stabil dan tetap kokoh.
“Di titik ini saya menjadi yakin dengan keamanan struktur bangunan Bamboo Dome yang hampir 100 persen pengerjaannya, ketika saya tidak dapat menguji secara langsung tetapi bangunan langsung diuji oleh alam,” ujarnya berkisah.
Ide dari para desainer terkait Bamboo Dome datang dengan pertimbangan berikut. Saat dunia senang memilih yang artifisial, justru Bali masih memiliki yang orisinal. Inilah yang membuat bambu menjadi pilihan karena sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat Indonesia.
Dalam pengerjaan bangunan ini, Ashar sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada teman-teman perajin bambu yang telah cukup lama dikenalnya. “Sangat luar biasa, betapa para perajin bambu dari desa Gianyar ini sangat serius, sungguh-sungguh, berkomitmen. Saya merasa bersyukur, beruntung, dan bangga dapat menjadi bagian dari kerja besar ini dan berharap dapat menyampaikan kepada masyarakat global bahwa di saat dunia cenderung memilih hal-hal yang artifisial tetapi kita masih punya yang masih orisinal,” kata dia.
Melalui momen ini ia berharap, bambu dapat dimanfaatkan dan diperkenalkan lebih baik kepada masyarakat. Ia juga memiliki secercah harapan di masa mendatang, “semoga suatu saat UGM dapat membangun bangunan bambu yang bagus, lekat dengan Indonesia, dan dapat menjadi nilai tambah bagi masyarakat.”
Ashar mulai bersentuhan dengan bambu pada tahun 2008, ketika ia bekerja sama membangun sekolah alam internasional yang seluruh bangunannya menggunakan bambu di Bali. Dari awal kerja sama tersebut ia kenal dengan para penggiat bambu. Sampai saat ini Ashar telah bekerja sama dengan penggiat bambu untuk membuat bangunan bambu, tak hanya di Indonesia bahkan di beberapa negara seperti Belgia, Cina, dan India. (*)