Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL — Pola asuh, pola makan, dan sanitasi berperan penting dalam mencegah stunting di Indonesia, khususnya Jawa Barat. Stunting tidak hanya memperlambat pertumbuhan fisik, tetapi juga mengganggu perkembangan otak anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Barat, Atalia Ridwan Kamil, menyatakan hal itu saat melakukan Siaran Keliling di Kabupaten Bandung Barat, Rabu, 16 Oktober 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kasus stunting di Jabar ini cukup tinggi yaitu 29,2 persen, khusus di KBB itu 36,69 persen dan untuk wilayah Kecamatan Padalarang ini ada 38 kasus dan 19 di antaranya itu adalah keluarga sejahtera,” kata Atalia.
Ia menjelaskan, kasus stunting tidak saja berkaitan secara langsung dengan kondisi ekonomi, tapi juga dengan pemahaman, pola asuh, pola makan, termasuk sanitasi.
Stunting adalah kondisi anak dengan tinggi badan lebih rendah dari standar usianya karena asupan gizi kurang. Selain gizi buruk, kondisi air dan sanitasi yang buruk turut menyebabkan tingginya angka stunting di Indonesia. Padahal, air dan sanitasi bersih menjadi tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2030.
"Sanitasi itu juga merupakan bagian terpenting dari pencegahan stunting," ujar Atalia.
Dalam kesempatan itu, Atalia mengampanyekan gerakan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) sebagai salah satu tindakan sanitasi paling sederhana untuk menyelamatkan anak-anak Indonesia terhindar dari berbagai penyakit, termasuk stunting.
"Hari ini kita bekerja sama dengan Unilever terkait sosialisasi Cuci Tangan Pakai Sabun. Jadi harapan kami di tahun 2023 itu kita sudah zero (new) stunting, atau tidak ada lagi kasus stunting baru," katanya.
Selain itu, Atalia bersama rombongan mengunjungi rumah anak penderita stunting di Kecamatan Padalarang. Di lokasi ini Atalia bertemu dengan anak penderita stunting yang berusia 21 bulan, sebelumnya ia menderita TBC Paru di usia 12 bulan.
Nantinya, selama tiga bulan ke depan (sebelum usia 24 bulan) anak tersebut akan terus dipantau perkembangan kesehatannya dengan harapan anak tersebut lebih sehat. (*)