Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL — Nama besar Maestro tari Bagong Kussudiardja telah diakui mancanegara. Kesan itu kian terlihat saat workshop tari yang diikuti 10 negara dalam rangkaian ASEAN Contemporary Dance Festival (ACDF) di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, Dusun Kembaran, Bantul, Yogyakarta, Kamis, 11 Juli 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pimpinan Bhaskar’s Arts Academy & Era Dance Theatre Ltd, Santha Bhaskar, mewakili Singapura mengaku kagum dan terinspirasi dengan kiprah Bagong Kussudiardja terhadap perkembangan tari di Indonesia. "Ia sangat menginspirasi generasi muda," ujarnya saat ditemui di sela acara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perempuan berusia 80 tahun itu mendengar nama besar Bagong Kussudiardja sejak lama. Terutama dari murid-murid tari yang belajar padanya. Beberapa anak asuhnya berusia 20-an. Maka, kesempatan mengunjungi padepokan ini merupakan kesempatan yang ia nanti sejak lama.
Sementara itu, perwakilan dari Brunei Darussalam yang diketuai Shahminan bin Haji Md Yassin melihat tari kontemporer di Indonesia, terutama berkat Bagong Kussudiardja, telah mapan, dan memiliki jati diri yang patut dibanggakan. Beberapa murid Shahminan menempa diri menjadi penari mumpuni di padepokan ini. "Ada beberapa. Sahrudin, Noorsiyah, dan ada banyak lagi,” katanya.
Berkat Bagong Kussudiardja, Brunei menimba banyak ilmu yang jadi pijakan untuk pengembangan tari sesuai landasan negara itu: Melayu, Islam, dan Raja (menghormati pemimpin negara).
Shahminan dan Santha termasuk dalam 31 peserta ACDF 2019. Keduanya mengagumi Bagong Kussudiardja setelah mendengar paparan budayawan Djaduk Ferianto bertajuk “Bagong Kussudiardja: The Pioneer of Contemporary Dance in Indonesia”.
Anak bungsu Bagong Kussudiardja itu mengisahkan kegigihan sang ayah sejak 1950-an. Sempat mendapat tantangan dari segolongan bangsawan di lingkungan keraton Yogyakarta lantaran dianggap “mengacak-acak” pakem tari klasik. Namun akhirnya, ide Bagong diterima khalayak, bahkan berulang kali mendapat penghargaan.
Bagong Kussudiardja pun pernah membuat polemik pada 1997. Kondisi politik Tanah Air saat itu mengilhaminya untuk menciptakan Tari Bedoyo Gendeng. “Iki zaman edan. Edan, ora edan, ya keduman (Ini zaman edan. Edan atau tidak, kebagian),” ujar Djaduk mengenang perkataan sang ayah.
Tari Bedoyo (klasik) sebenarnya persembahan untuk raja atau pemimpin. Tari Bedoyo Gendeng kendati mengejutkan banyak kalangan, merupakan cara Bagong Kussudiardja memotret masalah sosial.
Memang, seniman besar yang wafat 15 Juni 2004, pernah “lupa diri”. Pulang berguru pada Martha Graham, ia menjadi pengagum Amerika nomor wahid. Unsur balet menjadi kental dalam sejumlah karyanya, antara lain Tari Layang-Layang dan Tari Burung Dalam Sangkar. Setelah diingatkan teman-temannya perihal budaya lokal, Bagong menjelajah Nusantara untuk mendalami tari tradisional.
Pembelajaran dari Bagong Kussudiardja menjadi masukan berharga. Selain ilmu dan pengalaman baru, solidaritas antarnegara di kawasan ini menyikapi perkembangan zaman dapat dirawat kian erat. Ini sejalan dengan harapan Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadjamuddin Ramly, dalam rilisnya beberapa waktu lalu.
“Kebudayaan merupakan salah satu pilar yang penting dalam upaya negara-negara anggota ASEAN untuk memperkuat solidaritas dan meningkatkan kesalingpahaman sebagai satu komunitas bersama. Melalui perhelatan ACDF ini, kita semua yang terlibat diharapkan mampu menghasilkan gagasan dan terobosan yang menarik dalam upaya pemerintah, komunitas, dan para seniman di 10 negara anggota ASEAN untuk memajukan kebudayaan, khususnya dalam bentuk seni tari," katanya.
ACDF diikuti Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Filipina, Thailand, dan Indonesia sebagai tuan rumah. Tiap negara mengirim tiga wakilnya, kecuali Indonesia empat orang, sehingga total terdapat 31 peserta. Semua delegasi ini ahli dan praktisi di bidang seni tari. Beberapa di antaranya, yakni Akademi Seni Budaya dan Warisan Kebangsaan (ASWARA) dari Malaysia, Contemporary Dance Network Manila dari Filipina dan Bhaskar's Arts Academy dari Singapura, sering menerima penghargaan internasional.
Usai paparan tentang Bagong Kussudiardja, setiap delegasi mendapat kesempatan mengenalkan dan mengajak semua peserta mempraktikkan tarian kontemporer dari masing-masing negara. Suasana menjadi cair dan akrab lantaran gelak tawa mewarnai hari yang penuh keakraban itu. (*)