Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komisi X: Kurikulum Bencana Harus Masuk Revisi RUU Sisdiknas

Kesadaran akan tingginya potensi bencana dan cara mengantisipasinya patut ditanamkan sejak dini.

7 Desember 2022 | 16.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda. Foto: Dep/nr

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai kurikulum bencana harus menjadi bagian penting dalam revisi Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang sedang dibahas bersama Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek).

“Kami menilai sudah saatnya Kurikulum Bencana ini menjadi bagian dari penting dari revisi RUU Sisdiknas yang saat ini digodok Kemendikbud Ristek. Dengan demikian upaya untuk mengurangi korban jiwa dan materi dalam setiap bencana bisa diwujudkan,” ujar Syaiful Huda, Jumat, 2 Desember 2022.

Indonesia adalah salah satu negara dengan potensi intensitas bencana yang cukup tinggi, kata Huda, sebab Indonesia berada di kawasan cincin api (ring of fire). Gempa bumi, erupsi gunung berapi, hingga tsunami merupakan fakta alam yang tidak bisa dihindari.

Huda menyitir data BMKG, sejak tahun 2008 hingga tahun 2015, rata-rata gempa bumi sekitar 6.000 kejadian dalam setahun. Kemudian, pada tahun 2018 meningkat menjadi 11.920 kali dan pada tahun 2019 tercatat sekitar 11.588 kali kejadian. Setelah turun di 2020, di 2021 ada lompatan intensitas kejadian. “Dan baru saja kita menjumpai fakta pahit bagaimana gempa Cianjur menimbulkan ratusan korban jiwa,” ucap Politisi Fraksi PKB itu.

Ironisnya tak sedikit dari korban jiwa tersebut adalah para peserta didik. Dalam laporan Pemkab Cianjur disebutkan bahwa setidaknya ada 42 siswa dan 10 guru di level PAUD hingga sekolah menengah pertama yang menjadi korban meninggal saat gempa Cianjur itu.

“Jumlah ini masih belum termasuk kemungkinan siswa SMA/SMK yang jadi korban. Jadi, saya merasa fakta ini harus disikapi secara serius dengan memasukkan kurikulum bencana dalam RUU Sisdiknas,” katanya.

Apalagi, lanjut Huda, dampak perubahan iklim juga mulai dirasakan dengan kian tingginya intensitas bencana hidrometeorologi dalam bentuk banjir bandang, tanah longsor, hingga cuaca ekstrim di berbagai daerah di Indonesia. Situasi ini seharusnya menjadi perhatian para pemangku kepentingan termasuk di bidang pendidikan agar potensi tingginya korban bisa ditekan.

Karena itu, sekolah mestinya bisa mengajarkan pada siswa dalam menghadapi bencana. Dengan demikian kesadaran akan tingginya potensi bencana dan cara mengantisipasinya bisa tertanam sejak dini. Huda mendesak Pemerintah menerapkan paradigma kebencanaan ini dalam proses penyusunan kurikulum pendidikan di Indonesia. Terlebih, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak 2019 pun telah menyerukan hal yang sama.

“Kami berharap ke depan kesadaran akan tingginya potensi bencana di Indonesia menjadi paradigma dalam penyusunan kurikulum pendidikan maupun penyusunan kebijakan publik lainnya. Sehingga kita bisa meminimalkan potensi korban jiwa maupun material dalam setiap bencana yang terjadi,” kata dia. (*)

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prodik Digital

Prodik Digital

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus