Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL – Taman Nasional Aketajawe Lolobata bersama beberapa institusi terkait menggandeng PT Antam Tbk Unit Bisnis Pertambangan Nikel Maluku Utara yang beroperasi di Halmahera Timur, Maluku Utara, pada 16 Februari 2022 untuk mendukung pengelolaan konservasi di habitat alami burung Junai Emas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sebagai perusahaan yang memperhatikan keberlanjutan di sekitar wilayah operasi, Antam senantiasa berpartisipasi dalam Program Adopsi Sarang Junai Emas demi menjaga dan melestarikan eksosistem burung tersebut di Pulai Jiew,” kata Nico Kanter, Direktur Utama Antam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Burung endemik Junai Emas termasuk kedalam keluarga merpati-merpatian dan memiliki nama latin Columbidae. Berukuran sekitar 32-35 cm dan gemar bersarang secara ekslusif di pulau-pulai kecil tak berpenghuni, seperti di Pulau Jiew, Desa Maliforo, Halmahera Tengah, Maluku Utara.
Di Pulau Jiew saat ini hidup sebanyak 5.400 ekor burung Junai Emas beserta 4.000 sarang. Pulau Jiew menjadi pulau terluas untuk habitat burung Junai Emas yang menjadi wilayah pemantauan pegiat konservasi.
Junai Emas jantan memiliki helai bulu pada leher yang lebih panjang daripada Junai Emas betina. Sementara anak Junai Emas memiliki warna dominan abu-abu kehitaman dan belum memiliki helai bulu panjang pada leher. Mereka memiliki satu butir telur saat bersarang.
Dalam program ini, Antam sebagai orang tua asuh akan mendapatkan data perkembangan setiap dua minggu serta laporan pekembangan sarang berupa foto dan video.
Program ini awalnya diinisiasi oleh seorang fotografer satwa liar yang juga pegawai Taman Nasional Aketajawe Lolobata, Akhmad David Kurnia Putra.
“Terima kasih kepada Antam yang telah bersedia menjadi orang tua asuh sarang burung Junai Emas. Kami siap menjaga sarang burung Junai Emas di Pulau Jiew ini,” ujar Akhmad selaku Inisiator Program Adopsi Sarang Junai Emas.
Burung Junai Emas yang sejatinya hidup di dalam hutan dengan ketinggian sekitar 700 meter di atas permukaan laut ini ternyata keberadaanya terancam karena penangkapan yang masif dan berstatus mendekati terancam atau Near Threatened menurut International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN). Bahkan hewan ini termasuk hewan yang dilindungi berdasarkan Permenhut Nomor: P.108 tahun 2018. (*)