Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Erick Thohir: Indonesia Harus Punya Blue Print 100 Tahun Sepak Bola

Indonesia dapat belajar dari Jepang yang sukses menjalankan cetak biru sepak bola untuk 100 tahun ke depan.

31 Januari 2023 | 20.00 WIB

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan road map BUMN pada 2023 di Gedung Kementerian BUMN, Senin, 2 Januari 2022. Tempo/Amelia Rahima Sari
Perbesar
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan road map BUMN pada 2023 di Gedung Kementerian BUMN, Senin, 2 Januari 2022. Tempo/Amelia Rahima Sari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

INFO BISNIS - Calon Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Erick Thohir menegaskan, Indonesia harus memiliki cetak biru atau blue print sepak bola untuk 100 tahun ke depan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Menurut Erick, cetak biru tersebut akan membimbing Indonesia untuk terus melangkah secara konsisten ke arah yang tepat dalam membangun sepak bola yang kuat. Indonesia dapat belajar dari Jepang yang sukses menjalankan hal tersebut. Negara yang pernah belajar sepak bola ke Indonesia tersebut, kini mencatatkan prestasi luar biasa di Asia, bahkan masuk ke jajaran tim nasional elit di Piala Dunia. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Erick berbagi pandangannya tersebut melalui unggahan di Instagram, @erickthohir, pada Selasa, 31 Januari 2023. Ia mengatakan, Jepang telah lama memiliki Blue Print 100 tahun sepak bola. Mereka bahkan mengirim timnya untuk datang ke Indonesia dan melihat Liga Indonesia. 

“Artinya apa? Ada sesuatu continuity yang harus bersamaan. Ini yang kita harapkan juga. Kita harus punya blue print. Jepang punya blue print 100 tahun sepakbolanya. Emang dia mikirin siapa PM (perdana menteri)–nya, siapa menporanya, siapa ketua PSSI–nya. Tidak. Kenapa? Karena ini (sepak bola) bukan politik. Ini adalah olah raga,” kata Erick.

Ia menambahkan, Jepang mengkombinasikan sepak bola dengan budaya mereka. Hal itu berlaku pada pemainnya, bahkan hingga pada para suporternya. Budaya Jepang diterapkan para pemainnya dengan bermain tim, bukan individual. Sementara suporternya telah mengejutkan publik global melalui perilaku terhormat mereka dengan membersihkan stadion.

“Mereka sangat serius. Kalau kita lihat sepak bola Jepang itu, benar–benar culture-nya. Cara mereka bermain, itu culture mereka. Gak ada individual. Apalagi kalau kita lihat bagaimana para suporter Jepang bersih–bersih setelah nonton Piala Dunia. Loker pemain juga bersih. Nah itu kan culture yang disampaikan,” ujar Erick. 

Indonesia sejatinya memiliki peluang untuk memajukan sepak bola, karena Indonesia juga negara kaya yang menjunjung tinggi kebudayaannya. Namun, Indonesia belum memiliki manajemen persepakbolaan yang solid dan berkelanjutan. 

Dia menegaskan, persepakbolaan Indonesia tidak akan bisa maju jika tidak memiliki sistem dan kepemimpinan. Pengelolaan sepak bola yang memiliki kepemimpinan saja, namun tidak memiliki sistem, hanya akan membuat pengelolaan yang tidak memiliki keberlanjutan. 

Sebaliknya, pengelolaan yang hanya memiliki sistem atau SOP namun tidak memiliki kepemimpinan, hanya akan membuat pengembangan persepakbolaan berada di tataran teori. 

“Tidak mungkin perubahan itu terjadi tanpa ada SOP, sistem, dan leadership. Musti ada. Kalau hanya leadership ‘Wah (pemimpin) ini bagus nih’. Nanti (pada saat) dia diganti, dan gak ada sistemnya, rusak lagi.  Atau ada sistem, tetapi gak ada pemimpinnya, percuma, bakal jadi makalah. Itulah Indonesia paling seneng bikin makalah tebal–tebal,” ucap dia. (*)

 

Prodik Digital

Prodik Digital

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus