Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gus Nadir Minta Masyarakat Cermat dalam Gerakan Boikot

Profesor dan dosen bidang hukum di Universitas Melbourne, Australia ini menegaskan pentingnya akurasi data dan fakta agar boikot yang dilakukan tepat sasaran dan tidak salah sasaran.

18 Desember 2024 | 14.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL - Gus Nadir meminta masyarakat cermat dalam gerakan boikot, divestasi dan sanksi (BDS). Sebab, marak informasi yang tidak benar beredar di media sosial atau masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami ingin memboikot karena memang kejahatan kemanusiaan dilakukan oleh Israel. Jadi kami prinsipnya oke memboikot tetapi jangan sampai salah sasaran," kata Pria yang memiliki nama asli Nadirsyah Hosen dalam seminar internasional di Bandung dan Cirebon terkait tantangan serta peluang AI, Media Sosial dan Islam.

Menurut Gus Nadir, sumber-sumber yang beredar di masyarakat tidak menyebutkan secara rinci alasan produk yang harus diboikot tersebut. Hal itu membuat akurasi informasinya dapat dipertanyakan. 

Dalam media sosial, daftar produk yang ada dari berbagai sumber bisa diolah sebelum dipublikasi oleh si pemilik akun. Pembuat daftar dapat menambahkan atau mengurangi produk apapun sesuai dengan keinginan sebelum disebarkan secara daring.

"Nantinya ketika itu disebarkan di media sosial, list itu kan bisa bertambah atau berkurang, begitu diforward kan bisa diubah dulu, kemudian diforward lagi. Nah ini yang menjadi bola liar," ujarnya.

Profesor dan dosen bidang hukum di Universitas Melbourne, Australia ini menegaskan pentingnya akurasi data dan fakta agar boikot yang dilakukan tepat sasaran dan tidak salah sasaran. Masyarakat juga diminta untuk lebih cermat, kritis dan bijaksana ketika mendapat daftar produk yang dianggap terafiliasi Israel. 

Gus Nadir juga mengimbau jangan sampai karena emosi sesaat maka melakukan aksi boikot yang justru merugikan dalam negeri. Gerakan boikot yang sporadis tanpa memeriksa kebenaran afiliasi akan merugikan umat yang ikut menjadi korban atau berakibat PHK, karena perusahaan tersebut mengalami gangguan operasional.

"Dampak dari PHK ini luar biasa. Dari produk-produk yang diboikot, gerainya banyak yang tutup, kemudian dampak sosialnya juga diantisipasi akibat PHK ini. Jadi menurut saya, dampaknya lebih kepada kita sendiri. Kita ingin menyakiti Israel karena dia melakukan kejahatan kemanusiaan, tapi yang terkena dampak saudari kita sendiri," kata dia.

Adapun, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani meminta masyarakat teliti terhadap semua informasi yang terkait isu boikot di media-media maupun media sosial. Hal itu dilakukan agar tidak terkecoh dengan kampanye-kampanye negatif pihak tertentu yang sengaja memanfaatkan konflik Israel-Palestina untuk kepentingan bisnis.

"Karena mungkin ada saja pihak-pihak yang memanfaatkan situasi ini untuk melakukan kampanye-kampanye negatif yang dilakukan buzzer seolah-olah mendukung boikot tapi memiliki tujuan lain untuk menjatuhkan perusahaan kompetitornya," ujarnya.

Mantan ketua asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) ini melihat ada keanehan terhadap daftar produk yang beredar di media sosial dengan sengaja membawa nama MUI seolah-olah merekomendasikan sejumlah nama produk yang harus diboikot. Karena itu, masyarakat seharusnya lebih cermat untuk memboikot kepada produk-produk yang jelas-jelas terfiliasi dengan Israel. 

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) UIN Siber Syekh Nurjati, Cirebon Faqihudin menilai bahwa daftar produk yang diduga terafiliasi Israel dan disebar di dunia maya bisa menyesatkan. Karena itu, dia meminta masyarakat harus menelusuri secara sistematis untuk memastikan kebenaran informasi dugaan produk terafiliasi tersebut.

Dosen Senior dan Direktur Kantor Internasional (IOP) UIN Syekh Nurjati Cirebon, Lala Bumela Sudimantara, menegaskan pentingnya sikap kritis dalam menyaring informasi. Dia menegaskan, kritis adalah kunci agar publik tidak sekadar menelan informasi mentah-mentah.

"Harus ada proses penyaringan dan konfirmasi untuk menjamin bahwa informasi yang dipilih adalah yang paling akurat," kata dia. (*)

Afrilia Suryanis

Afrilia Suryanis

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus