Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL — Seni budaya Tari Jaran Kepang tumbuh subur di Temanggung. Diperkirakan, komunitas tari itu lebih dari 700 sanggar meski yang terdata 350. Dalam perjalanannya, Jaran Kepang Temanggung menerima akulturasi dan asimilasi dengan kesenian dari daerah lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerhati seni menilai hal ini harus disikapi dengan bijaksana. Jika tidak dibarengi penguatan pondasi pengetahuan, filosofi, dan nilai aslinya, identitas jaran kepang khas Temanggung akan luruh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelar Sarasehan Budaya bertema "Pemurnian Jaran Kepang Temanggung" di Dusun Legoksari, Desa Lamuk Gunung, Kabupaten Temanggung, Selasa, 25 Juni 2019,
Sarasehan ini bertujuan terciptanya kesepakatan bersama dari para pegiat seni di Temanggung agar Tari Jaran Kepang memiliki identitas sendiri. ”Tata kelola kebudayaan menjadi poin penting agar mendapat perhatian khusus semua pihak," ujar Kepala Seksi Diaspora Kemendikbud, Darwin, saat memberi kata sambutan.
Dalam Sarasehan tersebut, empat peneliti dan pegiat seni menyampaikan paparannya. Mereka adalah dosen Seni Pertujukkan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Dr. Slamet M. Hum., Dosen Seni Pertunjukkan Dr. Kuswarsantyo M. Hum., Drs. Didik Nuryanto, dan Kartika Mutiara Sari, penggagas Revitalisasi Tari Jaran Kepang.
Menurut Dr. Slamet M. Hum., pengaruh masuknya gerak Tari Rangda Bali dalam Tarian Jaran Kepang Temanggung sah saja. Namun, Temanggung diharapkan memiliki nama yang khas. "Yang saya sudah daftarkan di Jakarta (Direktorat Budaya Identitas Tak Benda) itu Jaranan (jaran = kuda, an = tiruan)," ujarnya.
Ada tiga alasan pemilihan nama Jaranan. "Pertama, jaranan adalah komunitas komunal yang berkembang di Temanggung. Kedua, jaranan yang didentifikasi memiliki 11 gerakan merupakan khas Mataram. Ketiga, gerak jaran kepang menggambarkan tarian kuda perang sehingga saya menyimpulkan pemilihan nama Jaranan," kata Dr. Slamet.
Bebeda dengan Slamet, Kartika Mutiara Sari mengatakan Tarian Jaran Kepang memiliki 45 gerakan. Pendapatnya bersandar pada hasil komite penetapan Jaran Kepang sebagai Identitas Budaya pada 1972 yang diketuai Budayawan Bagong Kussudiardja.
Sebaliknya, di mata Dr. Kuswarsantyo pemurnian Jaran Kepang Temanggung jangan melupakan generasi milenial yang memiliki cara sendiri dalam mempertahankan warisan budaya itu. Jathilan atau Jaran Kepang di Yogyakarta, katanya, melibatkan seniman jalanan Malioboro. "Kami bahkan mengajak anak punk. Mereka yang rambutnya berdiri (gaya mohawk), kami buatkan kostum untuk mengakomodasi mereka," ujarnya.
Seniman pertunjukan Temanggung Didik Nuryanto yang mengamati Seni Jaran Kepang sejak 1990-an, sependapat dengan Kuswarsantyo. Saat ini ada komunitas yang mempertahankan jaran kepang klasik, tetapi ada juga komunitas yang terpengaruh gerakan Tari Bali. "Pertama ke sini, saya lihat ada pengaruh dari wayang orang. Ada yang pakaiannya mirip Kresna, Bima. Lalu ada juga yang gaya prajurit (Mataram). Berikutnya, di zaman orde baru muncul idakeb," katanya. Idakeb adalah Inspeksi Daerah Kebudayaan.
Para pembicara dan 60 peserta Sarasehan Budaya menyepakati dua hal. Pertama, membentuk Tim Perumus yang akan menetapkan ikon Tarian Jarang Kepang, termasuk laku gerak (jogetannya) dan kostum kuda lumping Temanggung. Kedua pemilihan nama Jaranan atau Jaran Kepang akan ditetapkan setelah dikaji Tim Perumus Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Temanggung.
Para peneliti berharap, penguatan identitas Jaran Kepang Temanggung bukan hanya pemurnian, tetapi sebagai ikon daerah yang mampu dipasarkan dan menghidupi semua komunitas.
Sarasehan Budaya ini bagian dari Festival Sindoro Sumbing (FSS), sebuah platform Indonesiana. Indonesiana adalah platform kerja sama kebudayaan yang merangkai berbagai festival kebudayaan di berbagai daerah. Indonesiana mencakup bantuan pendanaan, perencanaan, jaringan pelaku budaya tingkat nasional dan internasional, kurasi, publikasi, dan kehumasan.
Sebagai platform kerja sama kebudayaan, Indonesiana diinisasi Direktorat Jenderal Kebudayaan dan melibatkan kerja sama dengan Pemerintah Daerah, kementerian/lembaga terkait, lembaga filantropi, komunitas, dan para pemangku kepentingan di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Dengan demikian, Indonesiana bukan sekadar festival ataupun rangkaian festival, tetapi jaringan kerja penyelenggaraan rangkaian festival kebudayaan internasional di berbagai daerah. (*)