Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO METRO – Semakin berkembangnya permasalahan tata ruang dan pertanahan yang terjadi di Indonesia, menyebabkan diperlukannya berbagai inovasi dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang yang disesuaikan dengan karakteristik dan permasalahan yang berkembang dalam suatu wilayah tersebut. Untuk itu, sosialisasi mengenai Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) dan program Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah (PPRPT) di seluruh Indonesia sangat diperlukan sebagai landasan operasional pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang bagi seluruh pemangku kepentingan di lapangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arahan Presiden Joko Widodo saat Rapat Kerja Nasional Kementerian ATR/BPN beberapa bulan lalu, mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) untuk segera menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), khususnya memberikan kepastian pada kawasan Potensi Ekonomi, Program Strategis Nasional termasuk kawasan rawan bencana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Penguatan tata ruang sebagai payung hukum pembangunan ini sangat penting. Percepatan pembangunan ekonomi dan infrastruktur nasional segera dapat dilakukan untuk mengejar posisi negara kita menjadi sangat diperhitungkan di tingkat internasional," ujar Direktur Jenderal PPRPT, Budi Situmorang, pada acara Sosialisasi NSPK dan Program Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah, serta Workshop Pengawasan Teknis Penataan Ruang di Kyriad Muraya Hotel, Aceh, Kamis, 23 Mei 2019.
Budi menambahkan sosialisasi NSPK ini dilakukan untuk mengingatkan kembali bahwa ada banyak NSPK baru. Sehingga Pemda menjadi tahu bahwa sudah ada peraturan-peraturan yang mendasari dan tidak ragu lagi untuk penegakan hukum. Jadi, kalau ada yang melanggar bisa dilakukan tindakan. "Kita akan audit, kemudian melakukan tindakan pembongkaran dan pemasangan plang peringatan pemanfaatan lahan. Teman-teman kantor pertanahan akan mendampingi kita dengan data-data informasi terbaru sehingga pada waktu kita melakukan pemasangan plang ada risikonya kepada yang kena plang," ujarnya.
Hal itu dimaksudkan untuk mencegah maraknya alih fungsi lahan yang bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan. Salah satu contohnya adalah kawasan pertanian menjadi nonpertanian. Kemudian, konflik antarsektor dan sengketa kepemilikan lahan, banyaknya kasus tanah terlantar yang belum dimanfaatkan dan ditindaklanjuti sesuai dengan izin peruntukannya.
Muhammad Ikhsan, Kepala Bidang Tata Ruang PUPR Provinsi Aceh, mengatakan pengendalian pemanfaatan ruang di Provinsi Aceh perlu usaha yang lebih keras. Kalau dilihat lebih lanjut, terjadi beberapa penyimpangan di Aceh khususnya penyimpangan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan fungsi ruangnya. Namun, tidak dominan karena pengembangan pembangunan di Aceh tidak sebesar di Pulau Jawa. "Jadi penyimpangan yang terjadi masih bisa kita atasi dan toleransi. Namun, itu harus menjadi perhatian serius bagi kita. Karena kalau kita tidak serius, arahnya akan menjadi besar dan itu tidak sanggup kita kendalikan. Jadi, peran kita adalah bagaimana memberikan pembinaan kepada pemerintah kabupaten dan kota tentang sistem pengendalian yang bagus. Bagaimana mengendalikan sistem ruang, pola ruang yang telah kita rencanakan dalam tata ruang," katanya.
Acara sosialisasi dan workshop ini dilaksanakan selama tiga hari, 23-25 Mei 2019. Peserta yang hadir sebanyak 118 orang, berasal dari Pulau Sumatra yang terdiri atas Unsur Bidang Penataan Ruang di Dinas PUPR, Bappeda Provinsi, Kabupaten/Kota serta Bidang Penanganan Masalah dan Pengendalian Pertanahan pada Kanwil dan Kantah Badan Pertanahan Nasional. Sosialisasi dan workshop ini diharapkan mampu membangun dan meningkatkan sinergitas pelaksanaan program antara Direktorat Jenderal PPRPT dan Pemerintah Daerah, meningkatkan pemahaman terkait NSPK PPRPT, serta meningkatkan kemampuan daerah dalam melaksanakan pengawasan teknis penataan ruang di daerah. (*)