Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu tantangan ketenagakerjaan mutakhir mengantisipasi dampak ekonomi digital (industri berbasis teknologi digital) karena telah menghadirkan berbagai jenis pekerjaan baru. Namun, pada saat yang sama, ketenagakerjaan mutakhir juga menghilangkan berbagai pekerjaan konvensional. Karenanya itu, dampak ekonomi digital itu harus diantisipasi bersama, baik pengusaha, pekerja, masyarakat, maupun pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terkait dengan hal itu, Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri pada Senin malam, 9 Oktober 2017, mengundang para pengurus serikat pekerja untuk mendiskusikannya. Pertemuan berlangsung informal dan santai di rumah dinas Menteri Hanif di Kompleks Widya Chandra. “Kehadiran teknologi digital adalah keniscayaan, tak bisa dihindari. Yang penting adalah bagaimana pengusaha, pekerja, dan pemerintah mengantisipasi dampak ketenagakerjaannya,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hanif menjelaskan, kalangan industi harus bergegas melakukan inovasi agar bisnisnya tak lekang disalip perubahan. Dia mencontohkan sejumlah industri retail dan transportasi yang harus bersaing dengan bisnis belanja online serta transportasi online. Antisipasi serupa juga harus dilakukan para pekerja. Di Eropa, 50 ribu lebih teller di perbankan, fungsinya telah digantikan mesin. “Jika ada pekerjaan buruh yang digantikan mesin, harus ada antisipasi agar buruh mendapatkan pekerjaan baru. Ini yang harus dipikirkan bersama agar tak terjadi ledakan pengangguran,” ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Hanif menyampaikan pentingnya akses training meningkatkan kompetensi calon pekerja atau retraining bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja. Menurut Hanif, dengan banyaknya akses pelatihan meningkatkan kompetensi atau mendapatkan kompetensi baru, pekerja bisa meningkatkan kompetensi jabatannya atau mendapatkan kompetensi baru. “Sehingga, jika terkena pemutusan hubungan kerja, dengan mudah bisa mendapatkan pekerjaan baru,” ujarnya.
Hanif menuturkan pemerintah terus berupaya memperbanyak akses serta meningkatkan mutu pelatihan, baik di balai latihan kerja milik pemerintah, lembaga pelatihan swasta, training center milik perusahaan, maupun sebagainya. “Tentang bagaimana teknis pendanaan pelatihan, saat ini sedang dikaji skema pendanaannya, termasuk skema yang mirip jaminan sosial,” tuturnya.
Selain itu, kata Hanif, pemerintah sedang mematangkan regulasi ketenagakerjaan terkait dengan ekonomi digital. Misalnya, terkait dengan transportasi online.
Dalam kesempatan tersebut, Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Fauna Sukam Prayoga menyatakan efek ekonomi digital terjadi di semua negara. “Yang penting harus ada aturan yang melindungi buruh dan industri sehingga keduanya sama-sama selamat dalam persaingan ekonomi digital,” katanya.
Arianto Wibisono dari Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama mengatakan dampak teknologi digital hanya bisa diimbangi dengan peningkatan kompetensi. Menurut dia, industri, pekerja, juga pemerintah harus mengantisipasinya dengan peningkatan kompetensi dan menyiapkan tenaga ahli masing-masing bidang usaha.
Sedangkan Ketua Serikat Pekerja Gojek Rusli, yang juga tergabung dalam Serikat Pekerja Dirgantara dan Transportasi, berharap pemerintah segera menerbitkan regulasi yang mengatur transportasi online. “Harus ada kejelasan aturan terkait dengan hubungan ketenagakerjaan dan jaminan sosial bagi driver transportasi online,” ujarnya.
INFO TEMPO