Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mendorong Perbaikan Layanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas

Untuk memperkuat layanan keswa, Puskesmas perlu diperlengkapi dengan petunjuk teknis sebagai standar layanan,menyediakan tenaga kesehatan terlatih,da nobat-obatan untuk penanganan ODMK (Orang dengan Masalah Kejiwaan) dan ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa) dan melibatkan tenaga kesehatan lintas program dalam upaya deteksi dini masalah keswa.

3 Juni 2021 | 12.59 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL-Untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa (keswa), pemerintah mengupayakan agar Puskesmas bisa memiliki layanan kesehatan jiwa.Payung hukumnya dalam UU Keswa 18/2014.Namun, dalam implementasinya isu permasalahan keswa belum menjadi prioritas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hasil kajian komprehensif secara kualitatif oleh PUI-PT PPH Pusat Unggulan Kebijakan Kesehatan dan Inovasi Sosial Unika Atmajaya, menemukan bahwa aksesibilitas dan penyelenggaraan layanan keswa belum terselenggara secara merata di Puskesmas. Ini berdasarkan hasil riset pada Juni 2019 - Mei 2020 di empat kota, yaitu Jakarta Pusat (Jakpus), Yogyakarta, Palu, dan Denpasar. Padahal data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dan 2018 menunjukkan bahwa permasalahan keswa di Indonesia perlu ditindaklanjuti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Data Riskesdas 2018 menunjukkan Provinsi Sulawesi Tengah menempati angka gangguan mental emosional tertinggi di Indonesia mencapai 16 persen, sedangkan rata-rata nasional 9,7 persen. Sedangkan Provinsi Bali menempati urutan teratas dengan prevalensi rumah tangga yang mengalami skizofrenia atau psikosis 11 per 1000 rumah tangga. Upaya penanganan kesehatan jiwa di DIY dan DKIJakarta lebih baik karena program layanan kesehatan jiwa di Puskesmas sudah mulai merata dan mendapat dukungan berbagai komunitas.

Pemerintah daerah juga berperan penting dalam mendukung penyelenggaraan layanan keswa. “Di Yogyakarta ada rencana aksi daerah upaya keswa dan Pergub penanggulangan pemasungan serta diperlengkapi dengan Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TP-KJM). Di Denpasar mereka membentuk kerjasama lintas sector melalui Damakesmas (Denpasar Mantap Kesehatan Masyarakat),” ujar Gaby Gabriela Langi  M.P.H, peneliti isu keswa PUI-PT PPH PUK2IS.

Dalam perspektif kesehatan, penanganan masalah kesehatan jiwa idealnya mudah diakses oleh masyarakat dari berbagai tingkatan usia dan status sosial ekonomi.Namun, beberapa hambatan masih dirasakan oleh mereka  saat mengakses layanan keswa di puskesmas.

“Mulai dari kurangnya pemahaman terkait isu keswa dan kurangnya sosialisasi terkait keberadaan layanan keswa. Selainitu, belum tersedianya pedoman standar untuk pelayanan keswa di puskesmas. Ketersediaan SDM dan keterbatasan obat juga menjadi kendala utama,,” kata Gaby.

Untuk memperkuat layanan keswa, PUI-PT PPH PUK2IS merekomendasikan Puskesmas perlu diperlengkapi dengan petunjuk teknis sebagai standar layanan keswa, menyediakan tenaga kesehatan terlatih dan obat-obatan untuk penanganan ODMK (Orang dengan Masalah Kejiwaan) dan ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa). Selain itu, diperlukan integrasi layanan keswa dengan program lain, serta pentingnya kerjasama lintas sektor dan lintas program untuk meningkatkan pelayanan keswa di Puskesmas.

Di tahun kedua periode 2020-2021, PUI-PT PPH PUK2IS bekerjasama dengan Knowledge Sector Initiative (KSI) dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, melakukan penelitian lanjutan mengenai penyusunan petunjuk teknis pelaksanaan layanan kesehatan jiwa di Puskesmas. Dalam penyusunan petunjuk teknis, pelibatan stakeholder kunci (Subdit Keswa dan NAPZA Kemenkes RI, Dinkes DKI Jakarta, Sudinkes Kota, dan puskesmas kecamatan) menjadi kunci keberhasilan.

Saat ini studi sedang berlangsung dan akan berakhir pada Juni 2021. Proses penyusunan juknis dalam tahap finalisasi.Studi yang secara spesifik dilakukan di Provinsi DKI Jakarta tersebut diharapkan akan melahirkan inovasi baru untu kmenjawab tantangan dan persoalan di lapangan.

Rangkaian penelitian ini dilakukan guna menjadi rujukan bagi Pemerintah Pusat dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi. Harapannya, siklus proses penyusunan kebijakan seperti ini dengan melibatkan keterpaduan multiaktor dapat memperkuat ekosistem pengetahuan dan inovasi di Indonesia.

Gaby juga mengungkapkan bahwa dalam renstra Kemenkes sekarang (2020-2024), target tak hanya fokus kepada ODGJ berat.Karena Pemerintah mulai melihat masalah gangguan mental emosional dan depresi. Ada target persentase penderita depresi pada penduduk umur lebih dari 15 tahun yang mendapat layanan sebesar 50 persen di tahun 2024. Ini kemajuan yang cukup pesat,” katanya.(*)

Prodik Digital

Prodik Digital

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus