Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nasib Pedagang Kaki Lima di Jakarta yang akan Berusia 5 Abad

Di antara derap pembangunan Jakarta yang akan mencapai usia 5 abad, pedagang kaki lima masih berjuang di tengah keterbatasan. Mereka hanya bisa berharap kebijakan pemerintah lebih berpihak pada rakyat kecil.

30 Desember 2024 | 07.55 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pedagang cinderamata khas Betawi, Lestari di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, pada Jumat, 27 Desember 2024. TEMPO/Abdul Karim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL – Lestari terkejut begitu mengetahui usia Jakarta dua tahun lagi genap lima abad. Bertahun-tahun lalu ia punya harapan besar dapat memperbaiki nasib. “Jakarta itu kota impian,” ucapnya. Namun hingga kini mimpi itu terpaksa dikubur dalam-dalam, dan berharap barang dagangannya laris demi menyambung hidup.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia duduk termenung di pinggir Situ Babakan. Dagangannya, cinderamata khas Betawi seperti pajangan ondel-ondel hingga gantungan kunci masih utuh hingga matahari tergelincir ke barat. Biasanya Lestari berdagang di dekat sekolah. Libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) memaksanya pindah ke kawasan wisata ini. “Saya ke mana-mana jalan kaki, nggak punya kendaraan. Jadi cari tempat yang terjangkau saja,” ujarnya kepada Info Tempo, Selasa, 24 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebenarnya Situ Babakan jadi salah satu lokasi andalan bagi pedagang kaki lima seperti Lestari. “Cuma terkadang kalau ada pejabat datang, kita disuruh minggir dulu. Alasan mereka biar kelihatan rapi. Wajar sih ya, tapi saya jadi bingung, kenapa pedagang kaki lima di mana-mana jarang dapat tempat berjualan. Kami kan enggak ada kerjaan lain, mau dapat uang dari mana? Kami cuma bisa dagang seperti ini. Ingin punya kios tapi kan butuh modal,” tuturnya.

Lestari hanya memiliki satu permintaan pada Pemerintah Provinsi DKI. “Tolong agar JakLingko gratis selamanya karena membantu orang yang enggak mampu seperti saya,” kata dia.

Jika Lestari kerap kucing-kucingan dengan petugas keamanan, Ujang Permana mengalami nasib lebih baik. Berawal jadi pedagang di emperan dan trotoar, ia akhirnya dapat menempati sepetak kios dalam lokasi Kios Lenggang di sisi selatan Monumen Nasional (Monas). Ia sangat bersyukur Pemprov DKI memberikan fasilitas tersebut pada 2015.

“Tapi cuma sekali itu. Setelah ganti pimpinan lalu kawasan kios ini kebakaran (pada 2022) enggak ada lagi bantuan. Puing-puing sisa kebakaran saja baru dirapikan belum lama ini,” kata Ujang saat ditemui Info Tempo, Jumat, 27 Desember 2024. “Apalagi setelah pandemi sampai sekarang belum terlalu ramai, masih susah jualan,” ia menambahkan.

Salah satu penyebab, menurut pria dengan seluruh tubuh berselimut tato, kawasan Monas membuka wisata malam sebelum pandemi, lalu dihentikan, dan baru libur Nataru kembali dibuka secara terbatas. “Sekarang ini hanya buka sampai jam 4 sore, sedih banget. Saya kadang-kadang sampai tiga hari kosong, nggak ada yang laris terjual,” ucap dia.

“Harapan saya, waktu kunjung diperpanjang, apalagi zaman dulu Monas terkenal karena wisata malam. Bukan berarti bebas total seperti dulu sebelum dipagar, tapi hidupkan lagi wisata malam agar ada waktu berkunjung lebih panjang, jadi peluang kami bawa uang saat pulang lebih besar,” tutur Ujang.

Kuswanto, pedagang mainan di kawasan yang sama dengan Ujang, mengalami beban hidup lebih berat. Ia warga asli Jati Bunder, Tanah Abang. Telah bercerai dengan sang istri, dan kini menjadi orang tua tunggal yang harus membesarkan empat anak.

Ia hidup menumpang di rumah ibunya yang sudah tua. “Saya bingung, sempat dengar (orang tua) dapat bantuan lansia (Kartu Lansia Jakarta) tapi nguap begitu saja, nggak ada kabarnya lagi,” ujar pria berusia 34 tahun itu.

“Kami enggak pernah dapat bansos. Kalau tanya ke RT dan RW atau kelurahan, hanya diminta tunggu saja,” katanya. Semua kondisi ini membuatnya semakin apatis dengan pemerintahan di Jakarta. “Jadi mohon maaf, kalau ditanya perkembangan Jakarta, ya saya hanya bisa jawab biasa saja, karena enggak merasakan perubahan,” kata dia. (*)

Sandy Prastanto

Sandy Prastanto

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus