Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL – Langkah Nikson Nababan menargetkan kursi satu di Sumatera Utara kian pasti. Ia telah mengembalikan formulir pendaftaran ke partainya bernaung, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sejumlah partai juga sudah mengundang untuk fit and proper test, ada PPP, PKB, dan Nasdem,” ujarnya saat berbincang dengan Info Tempo lewat Zoom, Kamis malam, 6 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, Lembaga Kajian Pemilu Indonesia atau LKPI, baru saja merilis survey tetang peta kekuatan pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2024. Disebutkan, Wali Kota Medan, Bobby Nasution, menjadi yang terbanyak dipilih responden, yakni 30,3 persen. Diikuti petahana Edy Rahmayadi dengan 28,7 persen.
"Menyusul Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok 18,7 persen, dan Musa Rajekshah dengan 10,7 persen. Sementara tokoh lain yang di bawah 2 persen totalnya ada 9,7 persen," tulis rilis LKPI.
Menanggapi hasil itu, Nikson mengaku tidak gentar. Saat pemilihan Bupati Tapanali Utara di 2014, kondisinya pun serupa. “Dari delapan calon, saya di nomor tujuh,” katanya. Pada akhirnya, ia yang terpilih bahkan menjabat selama dua periode.
Menariknya, keterpilihan Nikson sebagai Bupati Tapanuli Utara tidak diraih dengan money politic. “Saya waktu itu ditawarkan, tapi menolak dan bilang akan turun ke bawah. Walaupun hanya bertemu dua-tiga orang, saya tetap sampaikan visi-misi menjadi bupati,” ucap pria kelahiran 1972 ini.
“Padahal, waktu itu saya sudah siap kalah. Jadi, kalau menang terhormat, kalaupun kalah kepala tetap tegak. Demikian pula, di periode dua bupati, sebagai petahana, saya nggak bagi-bagi uang dan tetap dipilih rakyat. Jadi pondasi demokrasi sudah saya letakkan di Tapanuli Utara.”
Semangat anti politik uang ini yang akan kembali diusung pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2024. Nikson ingin mengubah stigma terhadap masyarakat Sumatera Utara (Sumut) yang selama ini sudah terbuai dengan uang. Segala urusan harus pakai uang, semua hal diukur pakai uang.
“Masalah sumut di mental. Jadi, saya mau ubah singkatan Sumut dari semua urusan mesti uang tunai, menjadi semua urusan masyarakat urus tuntas,” ucapnya.
Stigma ini berhasil ia pangkas habis selama menjadi Bupati Tapanuli Utara. Ia mengaku tak pernah minta uang jabatan, tidak pernah menerima uang saat menandatangani sebuah kebijakan atau proyek. “Bahkan menetapkan eselon 2 sampai ke tingkat lurah tidak boleh ada uang bicara,” ujar Nikson.
Bagaimanapun, ia menyadari Pilgub Sumut bakal jadi palagan yang sengit. Tak menutup kemungkinan kandidat lain menggunakan jurus politik uang. “Kalaupun orang (calon pemilih) itu butuh untuk makan, ya sudah ambil saja uangnya tapi jangan pilih orangnya,” ujarnya sambil tergelak.
Selain itu, Nikson akan menempuh langkah kedua jika melihat indikasi tersebut, yakni berbicara pada Tuhan. “Saya selalu berdoa, kalau memang ini jalan saya, pertemukan dengan orang-orang baik, dengan orang-orang jujur yang ingin melihat generasi ke depan membangun bangsa dan tanah air. Saya meyakini, kalau Tuhan berkehendak, sebesar apapun uag yang digelontorkan, saya yakin Tuhan akan kirim orang-orang baik untuk membantu,” tuturnya.
Lagipula, keputusannya untuk maju ke Pilgub Sumut bukan kehendaknya sendiri, melainkan karena dorongan banyak pihak yang telah melihat jerih payahnya selama 10 tahun membangun Tapanuli Utara.
“Saya maju karena dorongan masyarakat, tokoh masyarakat, hingga alim ulama,” ujar Nikson. “Saya juga punya misi ingin mewujudkan Trisakti Sukarno, yakni berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan,” kata dia. (*)