Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Paparkan Disertasi Doktor, Askolani Sarankan UU Otonomi Daerah Diformulasi

Dalam kesimpulan paparan disertasinya pada ujian terbuka promosi Doktor Ilmu Hukum di Universitas Borobudur, Bupati Banyuasin Askolani menyampaikan perlunya reformulasi UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

24 Januari 2025 | 10.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bupati Banyuasin, Askaloni saat mengikuti Ujian Terbuka Promosi Doktor Ilmu Hukum di Kampus A Unversitas Borobudur Gedung D Lantai 8, Jakarta Timur, Kamis, 23 Januari 2025. Dok. Pemkab Banyuasin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL - Dalam kesimpulan paparan disertasinya pada ujian terbuka promosi Doktor Ilmu Hukum di Universitas Borobudur, Bupati Banyuasin Askolani menyampaikan perlunya reformulasi UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Menurutnya, hal itu diperlukan untuk menyeimbangkan desentralisasi dan sentralisasi serta meningkatkan efektifitas otonomi daerah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada ujian terbuka Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur ini, Askolani sukses mempertahankan disertasinya yang berjudul ”Reformulasi Kewenangan Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Daerah Di Era Otonomi Daerah Dalam Konsep NKRI”.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menyampaikan kontrol pemerintah pusat menyebabkan ketidakjelasan kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten kota. “Itu akan menghambat efektivitas kebijakan dan pelayanan publik. Karenanya, revisi Undang-Undang 23 Tahun 2014 itu diperlukan untuk menyeimbangkan desentralisasi dan sentralisasi serta meningkatkan efektifitas otonomi daerah,” katanya saat memaparkan disertasinya pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Ilmu Hukum Mahasiswa Universitas Borobudur, Kamis, 23 Januari 2024 di Kampus A Universitas Borobudur Gedung D Lantai 8, Jakarta Timur.

Menurut Askolani, ketidakjelasan kewenangan menyebabkan tumpang tindih dan ketidakefektifan kebijakan. Karenanya, dia menyarankan dibutuhkan penataan kewenangan yang lebih jelas dengan memperkuat kapasitas kabupaten kota, dan mendefinisikan peran provinsi untuk meningkatkan efisien pemerintahan daerah.

“Reformulasi UU 23 tahun 2014 diperlukan untuk memperjelas pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten. Hal ini akan menciptakan sistem otonomi daerah yang lebih efisien, responsif dan sesuai dengan era kebutuhan lokal,” ucap Askolani.

Askolani menjelaskan, konsep yang ditawarkan dalam disertasinya itu adalah pemerintahan kabupaten/kota yang betul-betul diberikan hak otonom, seperti sudah diamanatkan dalam Tap MPR Nomor 14 tahun 2015 dan UUD pasal 18 ayat 1 tentang pemberian landasan konstitusi kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan otonom.

“Ini semua rangka untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Kalau otonomi ini diberikan seluas-luasnya kepada pemerintah kabupaten/kota, saya yakin pembangunan akan lebih cepat, pelayanan masyarakat juga akan semakin baik dan pasti ujungnya, kesejahteraan masyarakat akan lebih meningkat,” katanya.

Dia memaparkan dalam banyak konteks penyerahan kekuasaan selama ini, antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten, banyak terjadi permasalahan terkait tumpang tindih kewenangan kekuasaan terkhusus antara pemerintah provinsi dan kabupaten. Akibatnya, lanjut Askolani, hal itu sering menimbulkan polemik di daerah.

“Hal itu terjadi karena dalam UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah belum tepat, di mana kedudukan provinsi hanyalah sebagai lintas kabupaten/kota. Tapi, dalam faktualnya pelaksanaan kewenangan justru lebih terarah dilaksanakan di kabupaten/kota,” kata Askolani.

Karenanya, menurut dia, perlu diatur kembali bagaimana seharusnya substansi hukum terkait penyelenggaraan otonomi daerah kabupaten/kota di masa mendatang. Dia pun menyarankan agar dilakukan pembaharuan hukum, di mana kewenangan pemerintah provinsi hanyalah pada sisi administratif untuk melakukan koordinatif, pembinaan, dan pengawasan.  Menurutnya, hal itu akan membuat alokasi anggaran akan lebih tepat sasaran dan tidak lagi terbuang untuk lembaga yang kurang berfungsi, sehingga efektif dalam penyelenggaran otonomi daerah.

Askolani menyarankan agar desentralisasi otonomi daerah lebih ditekankan pada pemerintahan kabupaten/kota. Sementara, peran pemerintah provinsi difokuskan pada tugas administratif , koordinatif, pembinaan dan pengawasan terhadap kabupaten/kota. Karenanya, dia mengusulkan agar kepala daerah sebaiknya ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat, dengan mempertimbangkan usulan DPR RI dan DPD RI sesuai dengan wilayah dapil. “Jadi, DPRD Provinsi itu dihapuskan saja dan ditiadakan. Karena pemerintah provinsi adalah pemerintahan wilayah yang notabene adalah perpanjangan tangan dari pemerintah pusat,” ucapnya.

Dalam disertasinya, Askolani tidak menyarankan adanya sinkronisasi berbagai peraturan sektoral untuk menghilangkan sentralisasi dalam perencanaan pembangunan, keuangan, dan pelayanan publik. Hal itu bertujuan untuk memberikan kelonggaran pada pemerintahan daerah guna mengoptimalkan otonomi demi kesejahteraan masyarakat di daerahnya. (*)

Prodik Digital

Prodik Digital

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus