Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengamat Ingatkan Revisi Permen PLTS Atap agar Tidak Bebankan Negara

Salah kebijakan tentang energi dapat menyebabkan beban negara bertambah dan berujung kepada masalah ekonomi nasional.

19 Agustus 2021 | 19.52 WIB

Panel pembangkit listrik tenaga surya.
Perbesar
Panel pembangkit listrik tenaga surya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

INFO NASIONAL - Pengamat meminta Pemerintah, terutama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mempertimbangkan secara seksama saat menyusun revisi regulasi penyediaan Pembangkit Tenaga Listrik Surya (PLTS) Atap yang saat ini tengah diwacanakan. Rencananya, regulasi anyar itu akan mengganti Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Oleh Konsumen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

“Latar belakang lahirnya Permen ini adalah mendorong pemanfaatan energi terbarukan, khususnya energi surya sebagai sumber energi yang bersih dan dalam rangka penurunan emisi karbon. Ide yang baik ini kita dukung kalau caranya tepat,” kata pakar energi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Mukhtasor saat dihubungi, Senin, 16 Agustus 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Namun, dia mengingatkan agar revisi Permen tersebut tidak menambah beban baru bagi keuangan negara. Selagi masih ada waktu, dia meminta Pemerintah memperbaiki dan mencari alternatif lain yang lebih relevan.

Satu hal yang patut diperhatikan, kata Mukhtasor, Permen memberi jaminan bahwa pelaksanaan PLTS Atap berjalan secara berkelanjutan sesuai dengan tujuan pembangunan bidang energi yang diamanatkan UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi.

“Jangan seperti biasanya, rajin sekali merevisi. Bahkan terkesan bukan energinya yang terbarukan, tetapi Permennya yang terbarukan terus-menerus. Kepastian hukum yang diperlukan dunia usaha menjadi tidak menentu,” katanya.

Salah satu poin yang menjadi sorotannya dalam Permen yakni rencana Feed In Tariff (FIT) atau tarif ekspor-impor listrik yang naik, dari sebelumnya 1:0,65 menjadi 1:1. Artinya, PLN harus membeli listrik yang dihasilkan dari PLTS Atap di tempat pelanggan menjadi 100 persen.

Senada dengan Mukhtasor, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Herman Daniel meminta Pemerintah lebih giat mencari solusi dalam mengatasi permasalahan tata kelola PLTS Atap. Herman juga ikut menyoroti rencana penyesuaian FIT menjadi 1:1 yang mengharuskan PLN membeli 100 persen listrik PLTS Atap dari tempat pelanggan.

Apabila tarif ekspor dipastikan menjadi 100 persen, maka PLN harus membeli listrik dari tempat pelanggan sebesar Rp 1.500. Jika dibandingkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dari batubara yang ongkosnya Rp 600, maka jauh lebih menguntungkan menggunakan bahan bakar fosil itu. Tentu dominasi opsi PLTU telah keluar dari semangat pemanfaatan energi terbarukan.

Pemberlakuan kebijakan baru tersebut secara langsung akan memberikan tekanan bagi keuangan negara. “Ini kurang adil. Tapi, ingat PLN itu punya Pemerintah, jadi Pemerintah harus memikul kekurangan tersebut,” ujar Herman.

Untuk diketahui, ekspor listrik terjadi ketika konsumen PLN yang juga menggunakan PLTS Atap di rumah atau tempat usahanya, mengirim listrik hasil PLTS tersebut untuk PLN. Sedangkan di malam hari, ketika produksi listrik dari PLTS Atap berhenti, pelanggan mengambil listrik dari PLN, istilahnya impor. (*)

Prodik Digital

Prodik Digital

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus