Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PPN 12 Persen, Pemerintah Siapkan Stimulus untuk Jaga Daya Beli Masyarakat

Pemerintah memberikan stimulus dalam bentuk berbagai bantuan perlindungan sosial untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah.

24 Desember 2024 | 20.39 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi UMKM. Pemerintah akan memberikan insentif perpajakan untuk mendorong UMKM. Foto: ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INFO NASIONAL – Pemerintah terus berupaya menjaga daya beli masyarakat dan menstimulasi perekonomian melalui berbagai paket kebijakan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan, salah satunya dari sisi perpajakan. Dengan adanya kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025, pemerintah akan memberikan stimulus yang mengedepankan keadilan dan keberpihakan kepada masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keberpihakan itu dapat dilihat dari tetap dibebaskannya dari PPN (PPN 0 persen) untuk penetapan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat banyak seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa angkutan umum. Sementara untuk barang yang seharusnya membayar PPN 12 persen antara lain tepung terigu, gula untuk industri, dan Minyak Kita (dulu minyak curah) beban kenaikan PPN sebesar 1 persen akan dibayar oleh Pemerintah (DTP).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sedangkan penyesuaian tarif PPN akan dikenakan bagi barang dan jasa yang dikategorikan mewah, seperti kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan berstandar internasional yang berbiaya mahal.

Pemerintah juga memberikan stimulus dalam bentuk berbagai bantuan perlindungan sosial untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah (bantuan pangan, diskon listrik 50 persen, dll), serta insentif perpajakan seperti, perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5 persen untuk UMKM; Insentif PPh 21 DTP untuk industri pada karya; serta berbagai insentif PPN dengan total alokasi mencapai Rp265,6 T untuk tahun 2025.

“Insentif perpajakan 2025, mayoritas adalah dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM dalam bentuk insentif perpajakan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers bertajuk “Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan” di Jakarta, Senin, 16 Desember 2024. Menurut dia, meskipun terdapat undang-undang perpajakan dan tarif pajak, namun pemerintah tetap peka untuk mendorong barang, jasa dan pelaku ekonomi.

Pengamat Perpajakan Yustinus Prasnowo tidak menampik akan ada dampak pada daya beli masyarakat jika PPN dinaikkan menjadi 12 persen. Apalagi jika berkaca pada pengalaman-pengalaman sebelumnya. “Tetapi kembali lagi ini temporer dan pemerintah juga menyiapkan stimulus,” kata dia, baru-baru ini.

Di sisi lain, lanjut dia, ekonomi Indonesia bisa bergerak. “Itu dua hal yang harus jalan beriringan,” kata Yustinus.

Menurut mantan staf khusus menkeu ini, dengan adanya bantuan pangan beras, pajak penghasilan karyawan yang memiliki gaji sampai 10 juta ditanggung pemerintah, diskon listrik, semua itu merupakan cara-cara pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat.  

“Kalau itu belum memadai dan belum cukup, dan saya rasa sebagian pasti merasakan itu belum cukup, memang tidak mengkompensasi semuanya tetapi setidaknya dapat memberi napas dengan harapan ekonomi bergerak sehingga ada lapangan  kerja dan peningkatan pendapatan, termasuk juga satu sisi UMP akan naik itu juga mudah-mudahan bisa menjadi kompensasi.”

Bagi Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, kenaikan PPN menjadi 12 persen memang dianggap tinggi oleh sebagian masyarakat. Namum patut diingat, dampaknya terhadap harga barang secara keseluruhan diperkirakan hanya sekitar 0,9 persen.  

“Hal ini relatif kecil karena barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, sayur, dan susu tetap dibebaskan dari PPN. Lebih lanjut, sebagian besar kenaikan PPN diterapkan pada barang mewah, seperti daging wagyu, pendidikan internasional, dan layanan kesehatan VIP,” tutur Josua.

Kenaikan harga akibat PPN menurut dia cenderung tidak signifikan terhadap daya beli mayoritas masyarakat, hal itu dikarenakan insentif pemerintah seperti subsidi bahan pokok, bantuan sosial (bansos), dan pengurangan pajak bagi UMKM tetap diberikan. Selain itu, inflasi inti diproyeksikan tetap rendah karena pengendalian harga bahan pangan dan barang strategis, serta kebijakan fiskal yang mendukung daya beli.

Pemerintah, kata Josua, juga sudah menyiapkan paket kebijakan untuk mengompensasi kelompok rentan seperti insentif untuk UMKM, penghapusan pajak bagi usaha kecil, dan keringanan pajak lainnya. Begitu juga dengan diskon listrik untuk kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, serta bantuan pangan bagi rumah tangga miskin.

“Jadi, kenaikan PPN menjadi 12 persen kemungkinan besar tidak akan berdampak signifikan pada daya beli masyarakat secara keseluruhan,” ujar dia. Alasannya, lanjut Josua, karena pertama, skema tarif progresif yang menargetkan barang dan jasa mewah. Kedua, upaya pemerintah dalam memberikan insentif dan subsidi yang mengimbangi dampak kenaikan PPN. Ketiga, tren inflasi yang tetap rendah berkat pengendalian harga dan langkah-langkah kebijakan lainnya. (*)

Prodik Digital

Prodik Digital

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus