Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rumah impian dalam kenyataan ...

Pt bintaro jaya, anak perusahaan pt pembangunan jaya, mengembangkan kawasan perumahan bintaro jaya menjadi kota satelit, dengan konsep, "hidup nyaman di alam segar" komentar beberapa penghuni. (pwr)

22 November 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kerja adalah kewajiban dan Tuhan menyediakan alam keduanya kita syukuri alam lingkungan yang nyaman tempat kita bekerja tempat kita berprestasi (Taufiq Ismail) Impian memang tak selalu mempunyai kausalitas dengan kenyataan. Tetapi, apa salahnya bermimpi? To dream the impossible dream ternyata, kata banyak orang, justru memacu semangat orang untuk berkarya nyata. Ir. Ciputra, Presiden Direktur PT Pembangunan Jaya, adalah salah seorang di antara pemimpi semacam itu. Ia pernah memimpikan bahwa Jakarta sebagai kota pantai perlu mempunyai fasilitas rekreasi pantai. Impian itu lalu terwujud dalam bentuk Taman Impian Jaya Ancol, yang kini bahkan lebih diperkaya dengan kehadiran Dunia Fantasi yang terus berkembang di dalamnya. Sekalipun Pembangunan Jaya telah mengembangkan real estate sejak 25 tahun yang lalu, baru kawasan permukiman Bintaro Jayalah yang mewujudkan sebagian besar impian Ciputra. "Karena di sini kami membangun sebuah kota satelit baru," kata Eric Samola, S.H., Direktur PT Pembangunan Jaya yang membawahi bidang real estate, termasuk PT Bintaro Jaya, anak perusahaan Pembangunan Jaya yang mengelola, membangun dan memasarkan Bintaro Jaya. "Jelas, kami tak bisa hit and run di sini." Menekankan bedanya konsep kota satelit baru Eric Samola mengatakan: "Karena itu kami tidak hanya membangun rumah, melainkan membangun lingkungan." Untuk pernyataan itu, Bintaro Jaya bahkan sudah mendapat pengakuan dari Pemerintah daerah DKI Jaya yang pada 1985 mengalunginya dengan penghargaan lingkungan perumahan terbaik. Pembangunan Jaya memang bukan muka baru dalam bisnis real estate. Real estate yang pertama di Jakarta datang. Ini sendiri oleh Pemerintah daerah, yaitu permukiman Kebayoran Baru dan Cempaka Putih. Pembangunan Jaya muncul sebagai perusahaan swasta pertama yang mengusahakan real estate di kawasan Slipi. pada 1961, ketika Jaya baru saja didirikan. Pengusahaan real estate Slipi itu adalah upaya memupuk modal bagi Jaya untuk menangani proyek yang lebih besar. Proyek Senen. Ketika Pemerintah Daerah DKI Jaya menyerahkan pengelolaan dan pengembangan wilayah Ancol rembangunan Jaya pun mendahulukan pembangunan kawasan industri dan permukimtn sekelu!ll kemudian menggarapnya sebagai pusat rekreasi yang menjadi landmark Jakarta. Proyek-proyek real estate. Lain yang ditangani Pembangunan Jaya adalah Kramat Jaya Baru, Pesing Jaya Baru. Sunter Jaya Baru dan berbagai jenis perumahan seperti rumah susun dan maisonette di Ancol Barat. Pengalaman yang kaya? "Namun kami tidak merasa puas dengan pola pembangunan rumah sektoral yang terpisah-pisah itu," kata Ciputra. "Keterbatasan lokasi menghambat para arsitek kami untuk mengembangkan keterpaduan antara pembangunan lingkungan dan alam sekelilingnya. Kami selalu merasa hanya membuat kantung-kantung perumahan yang tidak menyatu dengan manusia dan lingkungannya." Tetapi, pekerjaan yang menyibukkan dan menyerap konsentrasi Pembangunan Jaya pada sektor jasa konstruksi rupanya sempat membuat perusahaan ini seolah-olah kehilangan minat untuk meneruskan impiannya di bidang real estate. "Malahan tanah di Bintaro Jaya ini dulu sempat hampir dijual kepada Perumnas karena bisnis konstruksi Jaya sedang memerlukan dana yang besar," kata Eric Samola. Bidang tanah milik Pembangunan Jaya di Bintaro ini memang agak lama tidak diolah. "Sambil menunggu pengalaman yang lebih kaya dalam mengembangkan sebuah kawasan permukiman," kata Ir. Nugroho, salah seorang wakil direktur PT Bintaro Raya. Tanah itu sendiri semula dimiliki oleh perusahaan lain yang berniat menjualnya karena mereka lebih yakin untuk mengembangkan real estate. di daerah Jakarta Barat. Ciputra langsung memutuskan agar Prembangunan Jaya membeli tanah itu. Ia, agaknya, melihat bahwa impiannya bisa menjadi kenyataan di kawasan itu. "Itu karena saya melihat bahwa kawasan ini masih memberi kemungkinan luas untuk dikembangkan," kata Ciputra. "Dalam real estate baru, kita harus mengembangkannya secara besar dan konsentrasi di satu wilayah. Untuk itu, segala daya dan dana harus dikerahkan." Mengembangkan secara besar ternyata juga dilakukan untuk tujuan pre-emptive. "Kalau kita kembangkan secara kecil-kecil," kata Eric Samola, "pengusaha lain akan segera menarik keuntungan dengan mengembangkan real estate baru di sebelah-sebelahnya." Itu tentu merugikan karena reas estate pembonceng itu ikut memanfaatkan prasarana yang dibiayai oleh real estate yang terdahulu. Ir. Adityawarman, Kepala 13iro Pemasaran PT Bintaro Raya, lalu menunjukkan telah munculnya beberapa real estate pembonceng yang didirikan sebelah-menyebelah dengan kawasan Bintaro Raya. Tetapi, mereka itu tak dapat lagi mengembangkan lebih jauh karena Bintaro Raya sudah terlebih dahulu menguasai tanah-tanah di sekelilingnya. Kawasan pemukiman Bintaro aya terletak di perbatasan antara Jakarta dan Jawa Barat. Sebagian dari 200 hektar tanah yang kini sudah dikembangkan terletak di wilayah DKI Jakarta Raya. Dalam waktu lima tahun mendatang diperkirakan wilayah pengembangannya sudah mencapai 400 hektar, sebagian besar sudah terletak di wilayah Jawa Barat. PT Bintaro Raya bahkan sudah memperoleh surat penunjukan dari gubernur Jawa Barat untuk mengharap 1.200 hektar tanah yang termasuk wilayah Jawa Barat. "Itu surat penunjukan yang terbesar pernah diberikan kepada satu perusahaan," kata Nugroho sambil menambahkan bahwa nantinya kawasan pemukiman Bintaro Raya ini akan berbatasan dengan kawasan Bumi Serpong Damai, sebuah kota baru yang juga sedang dikembangkan. Wilayah seluas itu mencakup enam kelurahan: Pondokranji, Pondokaren, Pondokbetung, Perigi, Bintaro dan Jurangmangu. Belum seluruh dari rencana pengembangan yang 400 hektar dimiliki oleh PT Bintaro Raya. "Tetapi, beberapa plot di beberapa desa itu sudah dibeli," kata Adityawarman. "Maklum kan, masyarakat pedesaan suka main tarik-ulur dalam soal jual-beli tanah. Kalau kami yang datang, mereka akan tahan harga. Nanti kalau kami diam dan tak melakukan kegiatan, justru mereka yang akan datang menawarkan tanahnya kepada kami." Pengembangan Bintaro Jaya sebagai kawasan pemukiman diawali dengan pemilikan tanah seluas 50 hektar. Eric Samola lalu mencoba menjual gagasannya kepada para anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) untuk membeli rumah di kawasan permukiman Bintaro Jaya yang akan dikembangkannya. Demikianlah, 200 rumah yang pertama pesanan para anggota DPR mulai dibangun pada 1980. Dengan tanah seluas 180 meter persegi dan bangunan seluas 65 meter persegi, rumah-rumah untuk para anggota DPR itu dipasarkan dengan harga Rp. 8,75 juta. Setelah rumah-rumah pertama itu selesai dibangun dan mulai terasa adanya tarikan dari masyarakat untuk membeli rumah di kawasan itu, barulah semangat untuk membangun Kota Satelit Baru mulai tumbuh. "Bintaro Jaya telah membuka mata Pembangunan Jaya kembali untuk menangani real estate secara lebih terpadu," kata Eric. Tetapi, upaya untuk memasarkannya lebih gencar ternyata menghadapi hambatan. Pada awal 1982 terjadi banjir besar yang melanda kompleks IKPN dan Deparlu di Bintaro. Beritanya masuk koran, lengkap dengan gambar Gubernur Tjokropranolo (waktu itu!) naik perahu karet menginspeksi rumah-rumah yang tenggelam hingga ke batas langit-langit. Pamor Bintaro langsung jatuh. Masyarakat menganggap bahwa kawasan Bintaro Jaya pun terendam banjir. "Padahal", kata Adytyawarman, "kalau Bintaro Jaya banjir, maka kompleks IKPN itu sudah hilang ke mana-mana." Beda ketinggian antara Bintaro Jaya dan IKPN adalah 12 meter. Bintaro Jaya terletak pada ketinggian 27 meter dari permukaan laut -- sulit untuk dapat dicapai oleh air bah. Untunglah, dengan bantuan iklan, kesan keliru itu dapat dihapus. Bintaro Jaya juga merupakan real estate pertama yang memakai thema: Hidup Nyaman di Alam Segar. "Pada dasarnya adalah karena kami ingin melayani masyarakat langsung dari kebutuhan pokoknya," kata Nugroho. "Jadi, kalau seseorang membutuhkan rumah, maka yang pertama dibutuhkannya adalah bahwa rumah itu punya fungsi sebagai tempat tinggal. Karena itu rumah harus membuat penghuninya betah tinggal." Ia juga melihat bahwa rumah bagi keluarga harus merupakan sarana rumah tangga. "Karena itu, sekalipun kecil, kami membuat desain sebaik-baiknya agar rumah itu terdiri atas tiga kamar dan sebuah kamar pembantu," tambah Nugroho. Tanpa kelengkapan seperti itu, rumah akan sulit berperan sebagai sarana rumah tangga yang komplet. Tentu saja rumah pun -- bagi banyak warga masyarakat kita -- mewakili status mereka. Bagi kepala-kepala keluarga yang tinggal di Bintaro aya, dengan penghasilan per bulan antara Rp. 1,5 - 5 juta, mereka tidak lagi membutuhkan rumah-rumah yang fancy, apalagi karena tingkat pendidikan mereka yang cukup tinggi. Penataan lingkungan berdasarkan kelompok nama burung pun tidak membuat mereka merasa minder. Beda halnya dengan bila disebut rumah mungil atau rumah indah, yang langsung mengelompokkan yang satu dari yang lain secara tegas. Bintaro memanglah sebuah kantung di sudut Jakarta yang bebas dari hiruk pikuk, bersih lingkungannya, dan membuat penghuninya tak ingin keluar lagi bila telah tiba di rumah. Konsep "Hidup Nyaman di Alam Segar" nyatanya tidak hanya sebatas slogan. (Baca juga: "Tak Ingin Pindah Lagi"!). Cara pengembangan real estate berdasar konsep ini segera kemudian ditiru pula oleh perusahaan-perusahaan real estate lain. Di kawasan ini pulalah pertama kalinya dikembangkan pengelompokan jenis-jenis rumah yang diberi nama berdasarkan kelompoknya. Ada rumah-rumah jenis Pelikan, Punai, Pipit dan sebagainya. "Mungkin kedengaran agak sombong kalau kami katakan bahwa Pembangunan Jaya adalah pelopor real estate di Indonesia," kata Nugroho sambil menambahkan bahwa estate management, seperti misalnya penanganan sampah pun merupakan kepeloporan sendiri di Bintaro Jaya. "Kami di sini sudah memakai sistem kantung plastik untuk mewadahi sampah yang pada saat-saat tertentu kami ambil dari rumah-rumah penghuni." Rencana jangka panjang yang dihadapi Bintaro Jaya membuat mereka harus lebih berhati-hati megembangkan lingkungannya. "Kami bukan perusahaan real estate yang hanya punya sepuluh hektar lalu kabur setelah pembangunannya selesai," kata Eric Samola. "Kami masih akan lama mengembangkan dan memasarkan kawasan ini. Paling kurang 20 tahun lagi. Dan, kalau lingkungannya sudah brengsek sekarang ini, tentu tak ada lagi yang mau membeli di sini." Memasuki kawasan pemukiman Bintaro Jaya memang merupakan pengalaman tersendiri. Pepohonan hijau menyejukkan pemandangan. Jalan-jalan tertata rapi dan selalu terjaga kebersihannya. Rumah-rumahnya pun berderet-deret apik dalam harmoni yang mengasyikkan. Tak ada kesan "saling berteriak" dalam penampakan bangunan-bangunan di kawasan permukiman ini. Rumah tumbuh-kembang yang cukup populer di lingkungan Perumnas, ternyata tidak merupakan kebutuhan bagi calon penghuni Bintaro Jaya. "Kami dulu juga pernah menjual rumah-rumah yang sengaja belum diselesaikan," kata Nugroho. "Tetapi, tidak laku." Para calon pembeli kebanyakan tertarik setelah melihat rumah-rumah yang sudah rampumg dan siap dihuni. "Sekalipun nantinya mungkin akan dirombak lagi" tambah Nugroho. Pada prinsipnya, semua rumah di Bintaro dibangun berdasarkan rancangan khusus yang disediakan oleh PT Bintaro Raya. Hanya kaveling-kaveling sudut saja yang diberi kebebasan untuk dibangun dengan desain khusus. Pembeli kaveling diwajibkan membayar iuran Rp. 5.000 sebulan selama tanahnya dibiarkan menganggur. Iuran itu dipakai untuk menjaga kebersihan lingkungan. "Kalau tidak begitu, tetangga-tetangga kaveling kosong akan sering mengadu karena rumahnya kemasukan ulat dari tanah-tanah terlantar itu," kata Adityawarman. Adanya desain standar itu telah menyelamatkan Bintaro Jaya dari kesan-kesan acak-acakan rumah model Spanyol yang bersanding dengan model joglo. Hingga tahun kedua setelah dipromosikan, PT Bintaro Raya belum berani menjual rumah-rumah dengan disain standar. "Tetapi, dengan membiarkan penghuni membangun sendiri-sendiri, kami malah jadi pusing," kata Adityawarman. "Lingkungan jadi jelek." Desain standar itu agaknya cukup diminati oleh para profesional muda yang memerlukan rumah fungsional. "Kami membangun rumah di sini seolah-olah kami akan menghuni rumah itu, bukan untuk dijual" kata Nugroho menggambarkan ketinggian mutu rumah-rumah di Bintaro Jaya. Ciputra sendiri pernah memerintahkan untuk merata-tanahkan sebuah bangunan yang terus-menerus dikeluhkan oleh penghuninya. Setiap kali diperbaiki. Setiap kali itu pula muncul keluhan lain. "Tetapi toh Pak Ci mempersilakan orang itu memilih rumah lain, membongkar sama sekali rumah itu dan membangun kembali rumah yang baru. Itu untuk menunjukkan komitmen kami terhadap mutu." Bintaro Jaya juga mempmyai tim yang menangani layanan purna jual. "Bahkan sekarang sudah dibentuk estate management," tambah Adityawarman untuk menunjukkan bahwa pekerjaan PT Bintaro Raya belum lagi berakhir setelah rumah diserahkan kepada penghuninya. Tak berlebih-lebihan bila kemudian Eric Samola mengatakan bahwa para penghuni Bintaro Jaya sudah merupakan one big happy family "Waktu kami meresmikan gedung perkantoran di sini, 80% kepala keluarga penghuni hadir dalam pesta perayaan," tambahnya. Keakraban antar-warga itu antara lain juga karena banyaknya kesamaan antara mereka. Kebanyakan mereka adalah keluarga-keluarga muda yang kepala keluarganya berusia antara 35-40 tahun, pegawai swasta tingkat manajer, dan dari latar belakang pendidikan yang cukup. Semangat berorganisasi pun tampak nyata. Misalnya, para remaja di situ mendirikan organisasi Seroja (Sepeda Rally Bintaro Jaya). Tak ayal, potensi lokasi di Bintaro itu memang sangat besar. Pada dasarnya, kekuatan bisnis real estate terletak pada kemampuan menguasai resources (tanah dan dana). "Pada masa depan kecenderungan ini akan tampak makin jelas," kata Ciputra. "Siapa yang menguasai resources akan dapat kendalikan pasar." Nugroho juga memuji ketajaman bosnya itu dalam penyiasatan harga. "Dulu saya tak bisa mengerti kalau Pak Ci bilang: coba bikin rumah yang bisa kita jual dengan harga Rp. 10 juta," kata Nugroho. "Ternyata memang rumah-rumah seharga itulah yang laku. Penyiasatan harga dan terutama konsep promosi yang dilakukan Pak Ci nyatanya kini juga cocok dengan permasalahan pemasaran dalam situasi persaingan yang ketat seperti sekarang ini." Letak Bintaro Jaya sendiri memberikan janji masa depan yang menguntungkan. Diperkirakan dalam waktu dua tahun lagi outer ring road Jakarta sudah mulai terlaksana. Itu berarti Bintaro Jaya akan mempunyai akses yang lebih baik dengan Bandara Soekarno-Hatta, Jalan Tol Jakarta-Merak dan sudut-sudut Jakarta lainnya. Konsep pembangunan lingkungan pun menuntut PT Bintaro Raya untuk menyelenggarakan fasilitas yang cukup bagi para penghuninya. Sebuah Taman Kanak-kanak yang didirikan di situ sudah penuh muridnya. Tahun depan mereka akan mendirikan sekolah dasar untuk menampung warga agar tidak harus melakukan perjalanan jauh untuk mencapai sekolah. Sebuah terminal bis yang bersebelahan dengan sederetan rumah toko sudah sejak dua tahun terakhir ini menjadi fasilitas komunitas yang disambut warga. Mesjid sedang dibangun. Setelah itu gereja akan menyusul. Sementara itu shopping mall yang akan lebih besar dari kelompok rumah toko akan segera dibangun di kawasan yang dihuni oleh mereka yang daya belinya cukup tinggi ini. Bank Dagang Negara yang sejak setahun lalu membuka cabangnya di Bintaro Jaya, kini telah banyak nasabahnya karena kesadaran berbank yang cukup tinggi dari para penghuni. Sebuah klinik 24 jam yang tersedia di kawasan ini pun sangat melegakan warganya. "Kalau jumlah rumahnya yang dihuni di Bintaro Jaya ini nanti sudah mencapai 4.000, kami akan membangun juga sebuah rumah sakit," kata Eric Samola. Pada saat ini di Bintaro Jaya baru terdapat 1.700 rumah yang dihuni. Fasilitas olah raga pun cukup tersedia di Bintaro Jaya. Selain jalan-jalan lingkungannya merupakan jogging track yang menarik, di situ juga terdapat lapangan-lapangan tenis dan lapangan basket. "Kelak juga akan dibangun club house, " tambah Adityawarman. Untuk mendukung konep kota satelit baru, telah juga dibangun fasilitas kantor dengan konsep pertamanan. Gedung berlantai tiga yang sekarang sudah berdiri di sana, masih akan lagi ditambah dengan beberapa bangunan baru, sesuai dengan pertumbuhan kebutuhan. Fasilitas yang memadai pada sarana perkantoran ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi waktu karena diperpendeknya jarak dari rumah ke kantor. Upaya keras yang dilakukan PT Bintaro Raya itu tampaknya belum deras disambut oleh masyarakat. Sejak peraturan tentang Pajak Pertambahan Nilai diundangkan, pembeli rumah pun merosot. Dibanding dengan keadaan 1984, jumlah rumah yang laku dijual kini merosot 30%. "Dulu kami bisa jual 35-40 rumah dalam sebulan," kata Adityawarman. Sekarang, dalam bulan promosi pun paling-paling hanya laku 25 rumah sebulan. "Dalam suasana resesi begini, tantangan bagi bisnis real estate sangat besar," kata Ciputra. DR Dorodjatun Kuntjorojakti bahkan dalam salah satu ceramahnya menganjurkan agar para pengusaha real estate dan jasa konstruksi segera banting setir. Akan banting setir jugakah Bintaro Jaya? "Pada saat ini," kata Ciputra sambil menghela napas dalam, "real estate memang tidak sedang dalam masa jaya. Kalau bisa break even saja sudah senang. Tetapi, secara jangka panjang, investasi tanah selalu lebih baik. Devaluasi toh akan selalu terjadi bila penghasilan minyak buruk. Lagipula, sumber daya tanah itu tak bisa bertambah. Kalau kekurangan tanah, kita kan tak bisa impor?" Maka, Saudara-saudara, tanamlah uang Anda ke dalam tanah dan rumah. Dan, kenapa pula tidak di Bintaro Jaya? Rumah idaman Anda sudah nyata menanti di sana. TAK INGIN PINDAH LAGI Bagi Fadloon Katoppo, Jakarta Selatan adalah rumahnya. "Sejak masih sewa rumah dulu, saya selalu memilih Jakarta Selatan," katanya. "Selain kami merasa cocok dengan lingkungan ini, juga di Jakarta Selatan-lah terdapat sekolah-sekolah yang baik untuk anak-anak." Bersama Ernst -- suaminya, dan kedua anaknya, keluarga Katoppo ini sudah empat tahun tinggal di Bintaro Jaya. "Kami memang sudah melihat real estate lain di Jakarta Selatan," kata Ernst. "Tetapi, Bintaro Jaya inilah pilihan kami. Lingkungannya baik. Desain rumahnya pun cantik." Ernst temyata juga punya alasan khusus. "Saya tak suka tinggal di kawasan permukiman yang ada pos penjagaannya. Sama saja dengan tinggal di asrama atau dalam kurungan." Di Bintaro Jaya masyarakatnya bisa bergaul akrab dengan masyarakat yang tinggal di sekelilingnya. Bahkan lapangan olah raga yang tersedia pun boleh dipergunakan oleh masyarakat sekeliling. Bagi Fadloon, tentulah lingkungan langsung yang lebih dipentingkannya. "Kami tak punya pembantu di rumah," katanya. "Padahal kami berdua bekerja di kantor. Tetapi, setiap saat kami bisa menelepon tetangga minta tolong melihatkan rumah. Solidaritas dan keakraban di sini sangat baik." Nyonya Nita, penghuni Bintaro Jaya yang lain, juga merasakan keakraban antar-penghuni sangat baik. "Kami baru dua tahun di sini, tetapi rasanya dengan para tetangga kami sudah kenal begitu lama," katanya. Dengan suami dan seorang anak, nyonya Nita menyatakan tak ingin pindah lagi. "Ini rumah kami. Bahkan rumah ini sudah memenuhi segala persyaratan sebagai rumah. Kesegaran lingkungan Bintaro dapat kami rasakan di dalam rumah. Itu karena kondisi desain yang yang memungkinkan udara mengalir bebas. Kami sudah at home di sini," katanya. Ia aktif ikut arisan dan kegiatan-kegiatan lingkungan lainnya. Mungkin hanya di Bintaro Jaya saja masing-masing RT-nya sering menyelenggarakan bazaar atau kegiatan lain. Bahkan, terasa adanya kompetisi antar-RT. Yang satu menyatakan RT terbersih, yang lain menyatakan RT paling aktif. Bila sekelompok penghuni ingin menyelenggarakan acara khusus, tanpa ragu-ragu pula mereka minta pinjaman ruang dari PT Bintaro Raya yang mengelola kawasan ini. Keluarga Don Rorek juga sudah mengelilingi berbagai real estate sebelum akhimya "mendarat" di Bintaro Jaya. "Saya melihat fasilitas dan sarana yang ditawarkan Bintaro Jaya ini lebih baik," kata Don. Jaringan jalan, selokan, pengaturan dan pembuangan sampah, air minum, penerangan dan sistem kehidupan lingkungan di sini, itulah unsur-unsur yang mendukung pilihan Don. Ada taman kanak-kanak. Bahkan dokter pun dapat ditelepon setiap saat, 24 jam. "Kualitas bangunan di sini pun prima," kata Don. "Apalagi kalau saya bandingkan dengan rumah ibu saya di sebuah real estate di Pasarminggu yang begitu rapuh. Di sini, coba Anda paku tembok ini, bisa putus pakunya." Keluarga Don pun sudah tak ingin pindah lagi dari Bintaro Jaya. Dengan logat Surabaya ia mengatakan: "Udaranya ini, lho, udaranya. Belum terpolusi. Bersih dan segar." Kalaupun ada rejeki lebih, Don akan memilih rumah dan tanah yang lebih besar di dalam kawasan Bintaro Jaya ini juga. "Saya rasa wajar kalau saya angkat topi kepada Pembangunan Jaya yang telah menyelenggarakan sarana permukiman dengan mutu seperti ini. Lokasi baik, desainnya sesuai dengan keinginan, masih lagi disertai layanan purna jual yang memuaskan. Mereka memang tidak sekadar menjual rumah." Don menunjuk rumput dan pepohonan yang rapi di depan halaman rumahnya. "Itu bukan kami yang memelihara. Mereka selalu rajin memotong dan memangkas tanaman itu. Jadi, kami tak perlu memikirkan lingkungan di luar halaman kami ini," tambah Don. Tak komplet, tentu, kalau tak ada keluhan. Fadloon Katoppo mengeluh karena listrik dari PLN sering mati. Juga karena banyak gangguan pemancar radio CB maupun amatir. "Tetapi, di semua daerah baru selalu begitu kan awalnya," kata Fadloon memberi alasan sendiri. Sedangkan Don dan keluarganya sangat mendambakan agar telepon dapat segera disambung ke rumahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus