TEKAD BERKARYA BAKTI DI PUNCAK SUPREMASI PT GUDANG GARAM: Empat Windu dalam Kenangan Ulang tahun adalah saat yang paling tepat untuk memanjatkan puji dan syukur. Pertama, untuk usia yang bertambah. Kedua, karena pengalaman dalam seluruh perjalanan usia yang membuat orang semakin arif. Dan ketiga, bagi kesempatan baru untuk mengembangkan diri serta memperbaiki segala yang kurang dan keliru di waktu yang silam. NAMUN, bukan hanya itu yang mewarnai ucapan syukur Gudang Garam ketika pemotongan tumpeng empat windunya berlangsung pada 26 Juni 1990. Selain bersyukur untuk kesempatan berkarya dan berbakti bagi masyarakat, GG pun menyampaikan ucapan terima kasih yang dalam kepada segenap lapisan masyarakat untuk setiap bantuan yang pernah mereka berikan. Rahman Halim, Presiden Direktur -- mewakili keluarga besar GG -- menyampaikan dengan tulus rasa syukur dan terima kasih tersebut: "Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang dilimpahkan-NYA sehingga perusahaan kami dapat melampaui dengan selamat usia yang ke-32. Pada kesempatan ini, kami juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak. Khususnya kepada pemerintah pusat maupun daerah serta dunia perbankan, yang telah memberikan iklim usaha yang sehat dengan segala dukungannya. Terima kasih juga kami berikan kepada para penyalur yang terus aktif memasarkan produk kami. Serta kepada para penggemar Gudang Garam dan seluruh kerabat kerja kami yang tercinta." Tradisi menghargai segenap mitra usaha sebetulnya bukan hal baru di lingkungan GG. Ini tak ubahnya senandung lama yang selalu dilantunkan setiap hari. Sekadar mengingatkan bahwa Gudang Garam tidak sendirian membangun kebesarannya. Ada suatu jaringan raksasa yang turut menyulam sukses mereka ke puncak supremasi. Dari kesetiaan melinting seorang buruh tua yang mungkin tak pernah tahu perubahan zaman di seputarnya. Sampai ke Rahman Halim -- si pewaris tongkat estafet -- bersama seluruh tim profesionalnya. Kerendahan hati yang begitu menyatu dengan nafas kehidupan GG memang bukan hasil sulapan satu malam. Hampir sepanjang hidupnya, Tjoa Ing Hwie alias Surya Wonowidjojo, sang pendiri, telah menanamkan teladan kerendahan hati melalui sikap dan tindakan maupun tutur kata. Ketika mengembuskan nafas terakhir pada 25 Agustus 1985 di Auckland, Selandia Baru, Bapak Surya tidak hanya mewariskan sebuah jaringan bisnis rokok kretek terbesar. Ia mewarisi pula Catur Dharma yang terdiri dari empat butir Falsafah GG. Yaitu: 1. Kehidupan bermakna dan berfaedah bagi masyarakat luas merupakan suatu kebahagiaan. 2. Kerja keras, ulet, jujur, sehat, dan beriman adalah prasyarat kesuksesan. 3. Kesuksesan tidak dapat terlepas dari peranan dan kerja sama dengan orang. 4. Serta karyawan adalah mitra usaha yang utama. SETIAP butir falsafah ini mengandung makna yang mendalam. Penerapannya tidak hanya di masa almarhum Pak Surya masih hidup, tapi juga di era generasi penerusnya. Setelah 32 tahun, bisa disimak berbagai bukti bagaimana falsafah yang diterapkan di seluruh lapisan GG ini seakan menjadi dasar kokoh manajemen bisnis raksasa rokok kretek ini. Sungguh menakjubkan, melihat hasil-hasil nyata yang fantastis ketika butir-butir falsafah ini diterapkan dengan sungguh-sungguh. Butir pertama misalnya, yang menyebut kehidupan bermakna dan berfedah bagi masyarakat luas merupakan suatu kebahagiaan. Mungkin Pak Surya sendiri tak pernah menduga bahwa kini, bahwa bukan hanya masyarakat di dalam dan di sekitar pabrik saja yang menikmati hasil usaha GG. Tapi juga masyarakat di seluruh GG. BUKAN rahasia lagi, kontribusi perusahaan terus meningkat sejalan dengan konsumsi rokok. Pada tahun 1989 angka kontribusi cukai perusahaan meningkat menjadi lebih dari Rp 431 milyar. Tahun ini, sampai bulan Mei saja, PT Gudang Garam sudah melakukan pengambilan pita cukai senilai lebih dari Rp 250 milyar. Maka dapat diperkirakan berapa besar jumlah cukai yang akan dibayar untuk seluruh tahun 1990. Tentunya angka-angka ini dipaparkan jauh dari maksud untuk tinggi hati. Tapi tak lebih dari menyimak sebuah kenyataan yang membesarkan semangat. Bahwa akhirnya GG pun turut aktif mengambil bagian dalam derap pembangunan yang sedang gencar digalakkan di negeri ini. Bahwa mungkin sekali, sebuah lembaga pendidikan untuk anak-anak yang tak mampu atau perbaikan sarana transportasi di pelosok-pelosok negeri di mana sebahagian dari denyut kehidupan ekonomi berlangsung adalah antara lain dilakukan dengan jerih keringat yang disumbangkan GG. Kerja keras, ulet, jujur, sehat dan beriman adalah prasyarat kesuksesan. Tak perlu jauh-jauh mencari bagaimana butir kedua ini diterapkan dalam kesungguhan yang menakjubkan. Seluruh hidup Suryo Wonowidjojo adalah contoh terbaik. Almarhum dengan tandas membuktikan bahwa meniti sukses haruslah dimulai dari bawah. Perjalanan panjang GG selanjutnya memperlihatkan bahwa prasyarat kesuksesan ini tidak hanya menjadi dasar membangun sebuah cita-cita. Tapi juga menjadi pegangan guna mempertahankan dan mengembangkan prestasi, ketika cita-cita telah menjelma ke dalam wujud nyata. Jerih payah dalam empat windu sepantasnya memberikan hasil yang sesuai bagi setiap orang yang bekerja keras. Tapi GG tidak hanya memetik buah perjuangan panjang itu bagi dirinya sendiri. Mungkin di sinilah letak satu dari sekian keistimewaannya. Ada sekian ratus ribu manusia Indonesia yang turut menikmati lezatnya arti kerja keras GG, langsung maupun tak langsung. BETAPA tidak. Jumlah karyawannya kini mencapai 48.000 orang. Belum terhitung sekitar 400.000 distributor, agen, sub-agen, dan pengecer yang mengantarkan produk rokok kretek ini ke para konsumennya. Dan GG juga tak alpa memikirkan kelangsungan hidup ribuan petani tembakau dan petani cengkeh. Semuanya, betapapun sederhana peranan mereka, dihargai secara pantas sebagai salah satu mata rantai yang halus dari mekanisme bisnis raksasa ini. Kehadiran pabrik ini pun menumbuhkan sektor informal yang lain. Banyak penjaja makanan dan minuman, menggelar dagangan tak jauh dari kawasan pabrik. Mereka sangat membantu suplai konsumsi yang dibutuhkan karyawan pabrik. Selain itu, transportasi lokal seperti becak dan colt juga mencari sumber nafkahnya di kawasan pabrik. Banyak pengemudi becak dan colt yang selalu setia mengantar dan menjemput karyawan perusahaan. Bahwa begitu banyak orang terlibat dalam menjalankan misi sebuah jaringan bisnis, nampaknya telah jauh-jauh hari diamati almarhum Surya. Bahkan ketika usaha ini baru didirikan dan memiliki hanya 50 karyawan. Ia nampaknya menghargai benar, siapa pun yang terlibat di dalam perputaran roda bisnis yang dijalankan. Tanpa membedakan apa dan siapa mereka. Jadi apa yang dikatakannya dalam butir ketiga falsafah GG memang tak berlebihan "Kesuksesan tidak terlepas dari peranan dan kerja sama dengan orang lain". Sedemikian banyak tenaga kerja yang terserap, tidak membuat GG mengabaikan perkembangan teknologi. Berbagai mesin canggih digunakan untuk menunjang laju produksi yang tinggi. Sehingga pada saat ini, membentuk suatu kombinasi yang harmonis antara padat karya dan padat modal. Ketergantungan ekonomi sekian banyak karyawan kepada pabrik di kawasan Kodya dan Kabupaten Kediri bukan satu-satunya alasan mereka bertahan puluhan tahun di sana. Ada sesuatu yang lebih hakiki di balik kesetiaan tanpa pamrih tersebut Penghargaan yang senantiasa ditunjukkan Bapak Surya Wonowidjojo. Seorang karyawan merupakan aset yang sangat berharga di mata pengusaha ini. Ia mengatakan itu dalam butir keempat falsafah GG: "Karyawan adalah mitra usaha yang utama." Memasuki areal pabrik mahaluas yang terdiri dari sembilan unit, kita bisa menyaksikan betapa beragamnya wajah-wajah cerah yang menjadi mata-rantai roda usaha GG ini. Belum lagi cerita unik tentang 1001 sukses keluarga-keluarga sederhana yang telah puluhan tahun mengabdikan tenaganya pada GG. Sebut saja Said Musiyo, 60 tahun. Dalam setelan warna khaki -- seragam sopir GG -- wajah lelaki tua ini nampak polos dan sederhana. Siapa sangka lelaki tua yang berwajah sabar dan sederhana ini. Yang lebih memilih menjawab pertanyaan dalam bahasa daerah, ketimbang bahasa Indonesia. Ternyata memiliki anak-anak yang sukses sekolah dan telah bekerja. Malah anak nomor duanya -- lulusan ITB -- kini sedang dikirim perusahaannya belajar di Italia. SIYO bukan satu-satunya sopir GG yang setia bekerja selama puluhan tahun dan sukses. Tersebutlah Nyono, 57 tahun, juga sopir, telah bekerja selama 22 tahun di GG. Jaminan yang mungkin tidak berlebihan namun pasti dari GG ini membuat ayah tujuh anak ini, selain cukup membanggakan prestasinya, juga mampu mendidik anak-anaknya hingga sukses. Enam dari dari tujuh anaknya telah menyelesaikan pendidikannya -- lima di ITB, satu di Ubaya. Sedangkan yang terkecil sedang menyelesaikan kuliah di perguruan tinggi Surabaya. Sukses semacam ini tentunya tidak hanya di kalangan para sopir. Tanyakan kepada sekian banyak buruh pabrik yang telah puluhan tahun bekerja di GG, di mana putra-putri mereka berada. Sesaat jawaban mereka bisa membuat kita terperangah. Ternyata di balik kesederhanaan dan keluguannya, para buruh pabrik ini mampu membesarkan anak-anaknya dan mendidik mereka hingga berhasil. Serta mengenyam kehidupan yang lebih baik. Sukini misalnya. Buruh di bagian Borongan Linting Klobot UI ini telah bekerja selama empat windu. Terhitung dari tahun 1958. Dengan gaji dan tunjangan-tunjangan hari raya yang rutin diterimanya setiap tahun, Bu Kini mampu membiayai sekolah anak-anaknya hingga selesai. Ibu tiga anak yang telah empat windu bekerja di GG ini sekarang semakin tenang bekerja. Kedua putranya -- masing-masing dokter dan sarjana hukum -- memang jauh dari rumah. Tapi putra bungsunya kini ikut menjadi karyawan GG setelah menamatkan sekolahnya. Memang, tidak semua keluarga yang bekerja di GG bisa seberuntung Bu Kini, Pak Siyo atau Pak Nyono. Tapi begitu banyak jumlah mereka, sehingga tak mungkin disebutkan satu per satu dalam tulisan singkat ini. Kelahiran sarjana berbagai bidang ilmu, dari keluarga-keluarga buruh GG merupakan kenyataan yang sangat menarik untuk diamati. Namun ada keunikan lain yang tak kalah menariknya untuk dikaji. Yaitu loyalitas kerja para buruh dan karyawan pabrik rokok ini. BICARA tentang loyalitas di era ini, maka kita akan tercengang melihat bahwa sebagian besar karyawan GG memiliki masa kerja puluhan tahun. Banyak dari mereka melakukan pekerjaan rutin yang sama dalam masa kerja sedemikian panjang. Dan mereka ingin tetap bertahan hingga tak mampu lagi melakukan apa-apa. Jangan mengira bahwa hanya karyawan tingkat rendah yang betah bertahan selama itu. Yudiono Muktiwidjojo, salah seorang direktur dan eksekutif top GG, juga telah empat windu berkiprah bersama GG. Nama-nama seperti Marsono (pengawas), Djumadi (karyawan borongan Pres Klobot Unit I), Sayem (karyawan harian Unit I), dan Sukini (karyawan Borongan Linting Klobot Unit I) dan 28 kerabat kerja lainnya, adalah mereka yang tetap mendampingi GG dari awal usahanya hingga ulang tahun ke-32 yang baru saja lewat. Kebutuhan materi bukan satu-satunya alasan mereka bertahan di sini. Karena ada yang lebih luhur dari sekadar kebutuhan ekonomi. Yaitu kecintaan yang mendalam dan rasa hormat kepada sang pendiri, Surya Wonowidjojo. Mereka bahkan memiliki cara yang unik dalam menyatakan rasa cinta dan hormat ini. Yaitu menyebut Surya dengan panggilan khusus: "Kiyaine" -- sebutan hormat yang biasa diberikan kepada seorang tetua. Perhatian dan rasa cinta Pak Surya kepada para karyawan, nampaknya menjadi kenangan yang tak bakal lekang oleh waktu. Tanyakan kepada karyawan yang pernah mengenalnya secara pribadi, maka jawabannya nyaris sama: Pendiri ini di mata karyawannya adalah sosok yang menghargai orang lain. Ia tak segan-segan mengunjungi buruh yang kecil pun, dan selalu memberikan nasehat yang berharga dan membesarkan hati. Citra dan kenangan yang indah tentang pendiri GG ini rupanya tak disimpan sendiri. Biasanya mereka menceritakan hal ini kepada sanak keluarganya. Dan membuat para sanak kerabat ini turut bergabung menyumbangkan tenaga di GG. Banyak terjadi, ada beberapa genarasi yang bekerja di industri rokok tersebut hingga saat ini. Keluarga almarhum Sarman misalnya. Pencipta logo GG ini mempunyai dua anak. Wijadi, 53 tahun, putra Sarman yang sulung kini menjabat Kepala Seksi, Bagian Administrasi Unit V. Dan adiknya Wijoto, 51 tahun, masih tetap menjadi Pengamat di bagian Linting Klobot Unit I. Putra-putri kedua bersaudara ini banyak yang kembali lagi ke Kediri bergabung bersama GG setelah menyelesaikan pendidikannya di universitas. "Selain mendengar cerita kakek dan ayah, sejak dulu saya memang tertarik bekerja di GG. Di tengah persaingan kerja yang semakin meningkat, saya merasa GG bisa memberi gaji dan fasilitas yang baik dan sesuai. Selain itu, saya juga mengamati bahwa orang yang bergabung dengan GG biasanya sulit keluar lagi karena betah. Konon antara lain karena suasana kerjanya menyenangkan. Ketika saya masuk ke sini, hal-hal itu benar terbukti. Dan saya tidak sendirian. Saudara-saudara dan para sepupu yang sudah selesai studi juga bekerja di sini. Hanya bidangnya berlainan," ujar Dra. Parama Dewi, 26 tahun, tersenyum manis. Cucu pencipta logo GG ini sekarang menjadi staf personalia GG. GG mempunyai kebijaksanaan tersendiri dalam hal karyawan. Kebijaksanaan yang diwariskan almarhum Surya ini mengatakan bahwa GG menganut sistem karyawan seumur hidup. Sampai mati pun mereka tetap dianggap keluarga. Sehingga dalam merekrut tenaga-tenaga baru, keluarga karyawan mendapat prioritas utama. ALMARHUM Surya boleh berbangga bahwa tradisi membantu karyawan ini tetap berlangsung setelah kepergiannya. Sunarsih, Sarjana FIA UNIBRAW, yang kini bekerja sebagai staf administrasi Unit-V pernah dibantu GG untuk menyelesaikan pendidikannya: "Aminah, ibu saya, bekerja sebagai tukang giling sejak 1958. Dari SD hingga perguruan tinggi, beliaulah yang menanggung seluruh biaya. Namun, ketika saya menginjak tahun kuliah ketiga, ibu mengalami kesulitan dalam mengirimkan biaya. Saya memberanikan diri menulis surat meminta bantuan ke GG. Hanya dalam dua hari permohonan bantuan keluarga kami dikabulkan. Sejak itu GG mengambil alih seluruh pembiayaan saya hingga selesai. Termasuk biaya menulis skripsi. Perhatian GG yang demikian spontan kepada karyawan membuat saya memutuskan untuk mencoba melamar ke GG setelah selesai kuliah. Dan alhamdulillah, saya diterima bekerja di sini," Narsih tersenyum. Gambaran sepintas di atas memperlihatkan bahwa GG memandang seluruh jajaran karyawan sebagai mitra usaha terpenting. Karena karya dan kreasi mereka menjadi sumber daya yang ampuh dalam menunjang perusahaan. Kontribusi karyawan ini diimbangi perusahaan dengan berbagai jaminan sosial dan fasilitas yang memadai. Untuk fasilitas perumahan, GG menyediakan 106 unit rumah dinas bagi karyawan yang sudah berkeluarga. Bagi karyawan yang belum berumah-tangga terdapat 33 unit mess dengan daya tampung sebesar 5.000 orang. Perusahaan ini juga menyediakan 158 unit perumahan yang boleh dibeli karyawan dengan cara mengangsur selama enam tahun. Ini baru sebagian dari langkah awal. Dalam jangka panjang, GG bertekad untuk memenuhi kebutuhan karyawannya semaksimal mungkin di bidang perumahan. Untuk meningkatkan kesegaran rohani dan jasmani para karyawan dan keluarganya, perusahaan menyediakan fasilitas kolam renang, lapangan tenis, bola basket, bola volley, tenis meja, dan fitness centre lengkap dengan pelatihnya. Perusahaan juga menyediakan berbagai sarana untuk karyawan yang ingin terus mengaktualisasikan pengetahuannya. Seperti program KEJAR paket A serta ketrampilan menjahit, memasak, tata rias, dan sebagainya. Selain itu, aneka ragam budaya tradisional dan modern mendapat tempat yang proporsional dalam kehidupan pabrik ini. Misalnya olah gerak, paduan suara, band, kolintang, qasidah, dan karawitan. Hari-hari besar nasional seperti Hari Kemerdekaan, Hari Kartini dan hari-hari besar keagamaan serta Hari Ulang Tahun Gudang Garam selalu diperingati secara khusus di lingkungan karyawan perusahaan ini. TAHUN berganti windu. Perputarannya berlangsung sedemikian cepat. Tanpa terasa GG kini menginjak usia matang 32 tahun. Dari jumlah produksi sebanyak 50 juta batang per tahun pada awal usahanya di atas tahah sewa seluas 1.000 meter persegi, dan jumlah karyawan sebanyak 50 orang di tahun 1958 GG kini berkembang pesat. Menjadi sebuah industri raksasa di mana padat karya berdampingan secara harmonis dengan padat modal. Serta menempati areal kegiatan usaha seluas 269 hektar. Dukungan armada angkutannya kini, terdiri dari 3.000 truk serta jaringan pemasaran yang sangat luas -- tersebar di seluruh Nusantara bahkan manca negara. Produk GG kini menempati urutan teratas dari segi penerimaan pasar maupun pengenalannya oleh masyarakat luas. Dengan jumlah karyawan lebih dari 48.000 orang atau sekitar 20% penduduk Kediri saat ini, GG telah mencapai hasil produksi 40 milyar batang per tahun. Dan meraih nilai penjualan lebih dari Rp 1,3 trilyun pada 1989 serta memiliki prospek usaha yang cerah. Keberhasilan yang telah dicapai dalam kurun waktu relatif singkat tersebut, tidak terlepas dari kesungguhan seluruh karyawan menerapkan Falsafah Catur Dharmanya dalam kegiatan operasional GG sehari-hari. Itulah yang membuat Gudang Garam MEMANG HEBAT dibanding industri sejenis lainnya. Untuk semua yang telah dilakukannya GG pantas mendapat proficiat. Selamat Hari Ulang Tahun ke-32. Semoga tumpeng hari jadi di tahun-tahun mendatang akan diwarnai lebih banyak sukses, karya dan bakti. Sehingga dapat lebih banyak lagi memberi kontribusi kepada negeri tercinta, Indonesia. Tim Pariwara. Foto: Rizal Pahlevi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini