BUDAYA merjer, rupanya, bukan cuma monopoli kalangan perbankan. Tapi diduga akan pula merembet ke sektor industri obat. Apalagi sejak paket deregulasi Mei lalu, yang menetapkan setiap industri farmasi harus memenuhi proses CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Maka, setiap pabrik obat seharusnyalah memiliki laboratorium sendiri. Dan itu, sedikitnya, membutuhkan tambahan investasi Rp 500 juta. Mungkin, alasan itulah yang menyebabkan PT Bintang Toedjoe, pekan lalu, berpindah tangan ke PT Dankos Laboratories. Menurut Dirut Dankos, Paul Harianto, pabrik puyer yang sudah berdiri sejak 44 tahun lalu itu, 99,54% sahamnya diambil alih Dankos dengan harga Rp 25 milyar. Ini sengaja dilakukan, kata Paul, untuk memperoleh economic scale. Maksudnya, selama ini Dankos hanya memproduksi obat-obatan untuk konsumsi kelas menengah ke atas. Sementara itu, Bintang Toedjoe merupakan pabrik -- yang sudah sejak doeloe -- dikenal sebagai pembuat obat-obat murah. Nah, dengan komposisi produk yang saling menunjang itulah, diharapkan, "Peringkat Dankos di jajaran produsen farmasi bisa meningkat," kata Paul. Apalagi, untuk menguasai Bintang Toedjoe, manajemen Dankos tak perlu bersusah payah mencari dana. Caranya, cukup dengan menerbitkan 5,25 juta lembar saham tambahan, yang akan dijual kepada pemegang saham lama dengan harga Rp 4.800 per unit. Nah. dari situ saja Rp 25,2 milyar sudah di tangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini