Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Koperasi: deregulasi yang ambivalen

Deregulasi koperasi untuk mengembalikan koperasi menjadi gerakan murni dari masyarakat. masih bersifat ambivalen. koperasi masih butuh fasilitas dari pemerintah. perlu ditumbuhkan orientasi pelayanan.

14 Juli 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAGIONO ISMANGIL GELOMBANG tuntutan deregulasi akhirnya mengenai koperasi. Tuntutan itu ditujukan kepada pemerintah, agar melaksanakan deregulasi. Tujuannya ialah agar koperasi dapat berkembang dengan wajar dan mengakar. Sebenarnya, telah lama peranan pemerintah dalam pembinaan koperasi ini dipertanyakan oleh banyak pihak. Dalam bentuk aslinya, koperasi adalah gerakan masyarakat yang lemah dan tertindas, yang berusaha melalui suatu usaha bersama/koperasi memecahkan masalahnya. Dan usaha itu semata-mata dilakukan dengan daya upaya sendiri. Jadi apa pula peran pemerintah dalam perkoperasian? Deregulasi koperasi dalam hal ini adalah mengembalikan koperasi menjadi gerakan murni dari masyarakat. Namun, setidaknya yang kita dengar di Indonesia, tuntutan deregulasi koperasi di satu pihak masih disertai juga dengan teriakan perlu fasilitas dari pemerintah untuk pengembangan koperasi. Mereka, misalnya, menunjuk pada konglomerat, yang dahulu juga menikmati berbagai fasilitas pemerintah. Karena itu, kita lihat, tuntutan deregulasi koperasi masih bersifat ambivalen. Selain pemerintah diharapkan jangan campur tangan, masih terdengar juga imbauan agar pemerintah memberi fasilitas. Kalau kita tinjau berbagai pertimbangan yang mendasari kebijaksanaan deregulasi sejak 1983, kita bisa mencatat latar belakang yang umumnya bermaksud menghilangkan berbagai hambatan birokrasi. Ke dalam hambatan ini termasuk perizinan yang berlebihan atau tangan-tangan oknum yang menyebabkan "ekonomi biaya tinggi". Karena itu, bagi satuan ekonomi yang memiliki sumber daya yang kuat dan memang perkembangannya selama ini terhambat oleh perizinan yang berbelit -- karena harus melalui berpuluh meja untuk bisa beroperasi -- deregulasi akan membuka peluang bagi mereka untuk berkembang dengan pesat. Tapi bagaimana dengan koperasi? Benarkah koperasi akan berkemhang kalau dideregulasi? Atau dapat juga dipertanyakan, apakah hambatan pertumbuhan koperasi kini terutama ada pada deregulasi pemerintah yang berlebihan. Di sini nampak bahwa permasalahan yang dihadapi berbeda dengan perbankan atau perusahaan swasta besar. Di kalangan masyarakat kita dengar berbagai keluhan tentang lambatnya pemberian status badan hukum misalnya. Mendirikan koperasi lebih sukar dari mendirikan PT. Pengawasan pejabat terhadap koperasi terlalu berlebihan hingga pengurus koperasi lebih memperhatikan petunjuk pejabat daripada kepentingan anggota. Ini semua keluhan sahih. Dan penataan yang lebih baik dan peranan pemerintah akan mengatasi hal ini. Namun, umumnya masih banyak yang melihat, pembinaan pemenntah sukar dapat dihindarkan dalam pertumbuhan perkoperasian. Bahwa ICA (International Cooperative Alliance) menyelenggarakan Ministerial Meeting dalam perkoperasian, mencerminkan pengakuan ini. Maka, pembahasan deregulasi dalam koperasi perlu ditinjau dalam konteks pembinaan. Peranan pemerintah dalam pembinaan perkoperasian dilandasi asumsi bahwa di negara berkembang koperasi belum tentu dapat tumbuh murni dari masyarakat bawah. Banyak pihak melihat, sulit mengharapkan perkembangan koperasi kalau tak ada intervensi pemerintah. Pandangan ini tercermin dalam UU No. 12/1967 tentang perkoperasian. Pasal 37 menyatakan, "Pemerintah berkewajiban untuk memberikan bimbingan, pengawasan, perlindungan, dan fasilitas terhadap koperasi serta memampukannya untuk melaksanakan pasal 33 UUD 1945 serta penjelasannya." Dalam pembinaan perkoperasian peranan pemerintah berciri kembar, perlu memerintah, yakni melalui berbagai peraturan dan pengawasan, dan membina, melalui fasilitas dan penyuluhan. Kedua fungsi ini menempatkan pemerintah dalam kedudukan penting dalam pembinaan perkoperasian di Indonesia. Deregulasi pembinaan akan mempunyai ciri menghilangkan berbagai prosedur atau peraturan yang menghambat dan sebaliknya juga mengembangkan berbagai fasilitas dan sarana pemacu, yang akan dapat menumbuhkan koperasi hingga mandiri. Masalahnya adalah memilah mana peraturan yang menghambat dan mana kebijaksanaan yang mendorong. Mungkinkah kebijaksanaan yang mendorong di masa depan akan berubah menjadi penghambat? Kita masih ingat dulu, bagaimana fungsi pengawasan Bea Cukai atau DLLAJR dalam jembatan timbang dihapuskan karena fungsi pengawasan yang harus dilakukannya berkembang menjadi hambatan yang bersifat disfungsional bagi kelancaran lalu lintas barang. Bagaimana dapat kita pastikan bahwa pembinaan tak berubah jadi sumber hambatan? Bagaimana kalau oknum pejabat tak bersikap sebagai penyuluh yang memberikan konsultasi, tapi memanfaatkan kedudukan untuk campur tangan yang menghambat? Di sini masalah pokok adalah, sumber daya manusia yang berorientasi pelayanan pada masyarakat. Keberhasilan deregulasi dalam hal ini juga ditentukan oleh kemampuan kita menumbuhkan orientasi pelayanan, orientasi penyuluhan bagi pejabat pemerintah yang membina koperasi. Masalah lain yang patut diperhatikan dalam deregulasi adalah bahwa peranan pemerintah dalam pembinaan perkoperasian tak hanya yang terkait dengan Departemen Koperasi. Antara lain perlu diperhatikan berbagai program pemerintah yang di dalamnya koperasi terlibat, seperti dalam program insus atau supra-insus. Atau kebijaksanaan pengadaan pangan yang mengait KUD. Kesemuanya menyebabkan peran pemerintah akan sangat kuat hingga sukar dihindarkan campur tangannya. Peranan pejabat pemerintah daerah, misalnya, juga terbilang besar, tak terkecuali dalam membina perkoperasian. Karena itu, pada peristiwa penting seperti Hari Koperasi, selalu diberikan berbagai penghargaan kepada gubernur atau bupati yang telah berprestasi dalam pembinaan ini. Harus diakui, dorongan pemerintah daerah dalam membina masyarakat memang penting meski dalam beberapa hal yang terjadi adalah memaksakan kehendak, dan bukan menumbuhkan motivasi. Namun, ini juga menyebabkan kedudukan pemerintah daerah jadi makin kuat, dan tangan regulasi mengatur secara berlebihan. Karena itu, pertanyaan kunci dalam deregulasi pembinaan koperasi adalah berapa jauh dapat kita kembangkan orientasi pembinaan pada pejabat pemerintah. Sejauh mana dapat kita tumbuhkan pejabat dengan orientasi pelayanan masyarakat yang tinggi? Dengan kata lain, bagaimana campur tangan yang menghambat koperasi kita jadikan ulur tangan yang menyuburkan perkembangan koperasi?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus