Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO NASIONAL – Mengatasi keterbatasan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyiapkan sejumlah solusi dalam mengelola sampah, yakni Fasilitas Pengolahan Sampah Antara (FPSA) mikro dan makro.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk FPSA mikro terletak di Tebet seluas 5.000 meter persegi menggunakan teknologi ramah lingkungan hydrodrive yang mampu mengurangi residu sampah hingga tersisa hanya 10 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengatakan, warga tidak perlu khawatir dengan keberadaaan FPSA Tebet karena Pemprov DKI Jakarta telah melakukan sejumlah mitigasi. “Pertama, alat angkut mampu meminimalisir air lindi (cairan dari sampah). Kedua, setiap kendaraan pengangkut sampah yang akan keluar dari FPSA harus melalui fasilitas cuci kendaraan dan disinfektan ozon terlebih dahulu,” jelasnya.
Selain itu, FPSA Tebet dilengkapi pipa yang mengalirkan air lindi ke bak penampung untuk selanjutnya diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Sistem tersebut mencegah terserapnya air lindi ke tanah yang dapat berdampak pada pencemaran air tanah.
“Kami juga melakukan mitigasi terhadap timbulnya bau dengan menetapkan standar operasional prosedur dalam proses pemilahan hingga pemusnahan sampah, di mana produksi sampah akan dimusnahkan di hari yang sama. Kemudian, merancang bunker (penampung sampah) yang bisa dibuka tutup, menanam pagar hidup tanaman yang bersifat menyerap bau seperti bambu jepang, serta membuat buffer zone berupa tanaman penyerap polutan di sekeliling lahan perencanaan,” kata Asep.
FPSA Tebet memiliki sejumlah fasilitas pendukung, seperti recycle center, pemusnah sampah residu, pengolahan fly ash/bottom ash (untuk material bangunan), biodigester, pusat edukasi, dan ruang interaksi publik.
Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta juga menyiapkan FPSA makro yang akan dibangun di empat wilayah, yakni FPSA Pusat di Sunter atau dikenal dengan Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter, serta FPSA di Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan.
ITF Sunter direncanakan mampu mengolah sampah sebanyak 2.200 ton per hari dan mengubah sampah menjadi daya listrik sebesar 35 megawatt per jam. Pengolahan sampah ini dilakukan dengan teknologi waste to energy, menggunakan proses thermal yang aman bagi lingkungan, pengoperasiannya mudah dan aman, serta keluaran emisi sesuai baku mutu yang berlaku.
“Penggunaan teknologi ini mampu mereduksi sampah hingga 90 persen sehingga jumlah sampah yang dibuang ke landfill akan jauh lebih kecil. Teknologi ini dilengkapi instalasi pembangkit listrik karena panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan uap panas yang dapat menggerakkan turbin dan menghasilkan energi listrik. Inilah yang disebut waste to energy,” ujar Asep, Sabtu, 23 Oktober 2021.
Penggunaan sampah sebagai penghasil energi listrik menjadikan ITF Sunter bagian dari tata kelola energi baru terbarukan yang mendukung pemerintah menjalankan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) bersama kota-kota di dunia. Sampai sekarang, teknologi ini sudah terpasang lebih dari 2.000 titik di berbagai negara.
“Saat ini, pembangunan ITF Sunter dilakukan dengan mekanisme penugasan kepada BUMD PT Jakarta Propertindo (Jakpro) melalui Pergub No. 33 Tahun 2018. PT Jakpro sedang melakukan berbagai proses persiapan pembangunan, salah satunya adalah proses pendanaan. Diharapkan pula dengan beroperasinya ITF Sunter, lapangan kerja akan bertambah,” tuturnya. (*)