Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INFO BISNIS - Di era digital yang memudahkan untuk bertransaksi keuangan, ternyata juga dimanfaatkan oleh oknum untuk berbuat kejahatan. Ada beragam modus yang digunakan pelaku untuk menipu masyarakat yang kurang waspada. Salah satunya dengan memberikan bukti transfer palsu kepada calon korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kejadian itu sepekan terakhir berseliweran di lini masa sosmed seperti Instagram, TikTok, maupun X. Rekaman kamera pengawas yang merekam upaya penipuan agen BRILink oleh seorang pria berjaket dan mengenakan masker hitam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rekaman berdurasi 37 detik–karena dipercepat, memperlihatkan upaya penipu yang akan menarik uang tunai sebesar Rp3 juta melalui agen BRILink. Si pria penipu bersikeras telah mentransfer uang kepada petugas agen tarik tunai dengan memperlihatkan tangkapan layar ‘bukti transfer’ yang ternyata beberapa saat kemudian diketahui bukti transfer palsu.
Perempuan petugas tidak langsung percaya begitu saja dengan ‘bukti transfer’ yang disodorkan. Dia mengecek mutasi rekening berkali-kali namun tidak menemukan data mutasi masuk. Sadar kalau ada upaya penipuan perempuan meminta konfirmasi kembali bahwa tidak ada rekening masuk seperti yang tertera di ‘bukti transfer’. Si pria penipu akhirnya tahu bahwa usahanya untuk menipu tidak berhasil.
Dari peristiwa ini yang dapat dipelajari adalah perlunya sikap waspada, cermat, dan teliti dalam melakukan transaksi keuangan. Transaksi keuangan di tempat umum pun perlu kehati-hatian karena dapat memecah konsentrasi pemilik rekening atau dana. Dan yang perlu diwaspadai saat ini adalah sikap hati-hati ketika melakukan atau menerima transaksi keuangan digital
Halaman Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Juni 2024 pernah memuat modus penipuan transaksi keuangan. Yang pertama, modus salah transfer. Jika menerima transfer tidak dikenal harap waspada. Pelaku ini disebut fraudster, yaitu penipuan yang melakukan tindakan kecurangan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau mengabaikan hak-hak korban.
Fraudster menghubungi korban dan menyampaikan bahwa telah terjadi kesalahan transfer dan meminta nasabah mengembalikan dana yang telah masuk ke rekening nasabah sebelumnya. Padahal menggunakan data pribadi korban untuk mengajukan pinjol.
Kedua, modus mengisi link. Fraudster meminta korban mengisi link berisi permintaan data pribadi. Jika korban tertipu, maka data pribadi itu dapat dimanfaatkan fraudster untuk mengajukan pinjaman atau kejahatan lainnya.
Yang ketiga, modus meminjam data pribadi. Caranya, fraudster meminjam data korban dengan iming-iming berupa komisi. Selanjutnya data itu digunakan untuk mendapatkan pinjaman di fintech pendanaan bersama, dan korban akan diminta mengirimkan dana tersebut ke fraudster. Akhirnya korban akan mendapatkan notifikasi penagihan pinjaman.
Oleh sebab itulah, transaksi keuangan dimanapun dalam bentuk apapun tetap memerlukan kewaspadaan dan kecermatan. Agar terhindar dari upaya penipuan dan kejahatan transaksi keuangan. (*)