Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

"bacalah bibirku ..." lahirlah ...

Presiden AS George Herbert Walker Bush akan menghadapi masalah-masalah: pajak, terorisme, PLO, perdagangan narkotik, anggaran militer & defisit anggaran negara. sosok Bush sebagai pengganti Reagan.

28 Januari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAYA dengan khidmat bersumpah bahwa saya dengan setia .... Maka, hari itu, Jumat pekan lalu, resmilah George Herbert Walker Bush sebagai presiden Amerika Serikat ke-41. Amerika setidaknya Washington dan New York pun menyala dengan pesta. Ini memang bukan pelantikan presiden yang biasa. Naiknya Bush ke Ruang Oval di Gedung Putih bersamaan dengan peringatan 200 tahun kepresidenan AS, kepresidenan yang dimulai dari George Washington yang disumpah pada 30 April 1789. Dan karena itu Injil yang dipakai untuk melantik George Bush, menurut rencana, adalah yang digunakan dalam upacara pelantikan Washington dulu. Lalu esok harinya, di taman Lincoln Memorial, di Washington, sebuah pesta termahal sepanjang sejarah pelantikan dan pesta presiden Amerika Serikat dilangsungkan dengan wah. US$ 25 juta dihabiskan guna menyuguhkan sejumlah penyanyi, band, aktor dan aktris kondang, antara lain Bob Hope, dalam sebuah pergelaran raksasa yang mengesankan. Lalu pawai panjang marching band yang datang dari semua negara bagian, disusul barisan suku Indian dan koboi. Bush sendiri, jutawan minyak dari Texas, hadir ke upacara pelantikan dengan mobil dinasnya yang baru. Sebuah limusin merk Lincoln supermewah buatan tangan bukan mesin -- yang baru komplet setelah tiga tahun, yang dibayar oleh Pemerintah AS sebesar US$ 600 ribu (Rp1,06 milyar). Sebuah kendaraan lapis baja yang antipeluru termasuk bannya, untuk seorang presiden negeri superkuat. Terasa ironis memang pesta-pesta itu. Soalnya, salah satu masalah utama yang akan segera dihadapi presiden baru itu adalah defisitnya anggaran negara. Bush memang mewarisi akibat kebijaksanaan ekonomi pendahulunya. Kebijaksanaan perpajakan Ronald Reagan mengakibatkan pendapatan negara berkurang, sementara itu anggaran untuk pertahanan membengkak. Tampaknya biaya pesta yang besar sementara anggaran negara selalu defisit itulah yang memancing sejumlah orang turun ke jalan di hari pelantikan, Jumat pekan lalu. Sekelompok orang mengacung-acungkan poster berbunyi: "25 juta dolar untuk pelantikan, nol dolar untuk kaum tunawisma. Keterlaluan !" Poster yang lain adalah tentang kebijaksanan aborsi "Sahkan lagi aborsi," kata poster mereka. Dan di halaman Gedung Capitol itu pula pembawa poster aborsi mendapat lawan yang pro-kebijaksanaan Bush. "Kalian pembunuh bayi-bayi!" Tapi sebenarnya biaya sebesar itu sebagian besar diharapkan datang dari kocek orang berduit, bukannya uang negara. Dan ini tak cuma di aman Bush. Ketika Jimmy Carter dilantik, ia menghabiskan US$ 3,5 juta. Untuk itu hadirin dipungut bayaran US$ 25. Ketika Reagan naik Gedung Putih, ia sediakan anggaran US$ 16 juta, dan tiket termahal untuk menghadiri pelantikan berharga US$ 1.000. Kini, untuk menghadiri pelantikan Bush hadirin dipungut bayaran dari US$ 12,50 sampai US$ 100. Tapi dalam pestanya sepiring nasi dihargakan US$ 1.500. Tapi ada juga pesta-pesta gratis -- sengaja diadakan untuk menandingi pesta 1.500-an dolar itu. Misalnya yang disebut "pesta pelantikan tandingan", undangannya disebarkan kepada siapa saja yang mau datang. Soal uang, persisnya masalah defisit anggaran pemerintah, memang masalah utama yang menghadang presiden yang baru. Menurut hasil poll pendapat majalah Time dan stasiun TV CNN, dua pekan lalu, soal yang harus diberikan prioritas utama oleh Bush adalah memotong anggaran belanja. Setelah itu baru soal terorisme dan penyalahgunaan narkotik. Bukan masalah dunia pendidikan, seperti yang selalu digembar-gemborkan Bush sejak masa kampanye. Bagi Bush (juga bagi pendahulunya, tentu), menekan defisit, sebenarnya soal gampang. Yakni, kalau Bush bersedia menuruti kehendak Kongress untuk menaikkan pungutan pajak. Repotnya, Bush sudah keburu berjanji untuk tidak akan mengutak-atik soal yang dianggap paling sensitif itu. "Bacalah bibirku," katanya sewaktu berkampanye tahun lalu. Maksudnya, tak akan ada pajak. Itu berarti bahwa Bush mau melanjutkan strategi ekonomi Reagan yang kondang disebut Reaganomics, yang berprinsip "lebih baik berutang ketimbang harus memberi beban pajak lebih berat kepada rakyat". Tantangan bagi Bush: berpidato dalam kampanye tentulah berbeda dengan berdebat di badan legislatif. Reagan sukses mempertahankan kebijaksanaannya lantaran berani bertempur melawan Kongress. Bahkan dia pernah nekat langsung mencari dukungan rakyat kalau Kongress bilang no terhadap strategi ekonominya. Bush bukan Reagan. Dia lebih kalem dan tak suka membuat gebrakan-gebrakan kontroversial. Padahal ia harus menghadapi lembaga legislatif yang didominasi Partai Demokrat, yang tentu akan melakukan serangan gencar terhadap segala apa yang diusulkan Presiden dari kubu Republik ini. Selain itu dia bakal kelabakan menghadapi tuntutan untuk menaikkan pajak dari para ahli ekonomi yang melihat bahaya membengkaknya utang pemerintah. Memang Kongress, dekat setelah hasil pemilihan presiden diumumkan, November lalu, melihat kemungkinan menutup defisit tanpa menaikkan pajak. Tapi menurut para ekonom, tanpa menaikkan pajak, keuangan pemerintahan Bush bakal repot. Sebesar apa pun penghematan yang dia lakukan, anggaran belanja akan tetap defisit. Apalagi dia berjanji tak akan memotong anggaran pertahanan dan tetap akan meningkatkan berbagai proyek dalam negeri. Tambahan duit masih diperlukan lagi karena bekas raja minyak Texas ini juga telanjur berjanji akan mengurangi pajak pengeboran minyak, riset dan pengembangan, dan perawatan anak. Lalu mukjizat apa hendak dipakai Bush buat menekan defisit? "Dengan melakukan flexible freeze," kata Bush. Bush sendiri belum pernah memberikan penjelasan terhadap yang disebutnya sebagai "pembekuan luwes" itu. Bisa jadi, anak seorang bankir ini hendak mempraktekkan gaya diplomasi Reagan, yang juga sering kali dilakukan oleh banyak negara di dunia ketiga. Yakni mengganti kata "dinaikkan" menjadi "disesuaikan". Inilah contoh "pembekuan luwes" itu. Dalam rancangan anggaran pendapatannya, Reagan mengenalkan istilah "iuran pemakai". Dia mengusulkan agar para pemilik kapal dipungut iuran untuk membiayai sebagian dana operasi Pasukan Penjaga Pantai. Secara resmi tak ada kenaikan pajak. Yang ada, para pemilik kapal membiayai keamanan daerah tempat kapal-kapal mereka berlabuh. Tampaknya gaya ini bakal diterapkan oleh Bush, mungkin, di hampir segala bidang. Kemungkinan lain, Bush akan melanggar janjinya. Majalah Inggris The Economist cenderung mengatakan bahwa pendiri Zapata, perusahaan pengeboran minyak lepas pantai, ini akan menyalahi janjinya. Dalam artikel di majalah tersebut Bush digambarkan bak Pinokio, yang bertambah panjang hidungnya setiap kali ia berbohong. Bush, tamatan Fakultas Ekonomi Universitas Yale, tentunya menyadari bahaya Reaganomics dalam jangka panjang. Kebijaksanaan pemerintah yang lebih suka mencari utang, punya dampak dalam dunia perbankan secara langsung. Yakni, naiknya suku bunga. Bagi para pengusaha, itu hanya membuat mereka harus membayar kembali kredit dengan bunga tinggi. Akibatnya, barang-barang yang sebagian ongkos pembuatannya dibiayai oleh kredit bank menjadi lebih mahal. Dilemanya: apakah menaikkan harga barang dengan risiko tak laku, ataukah hanya mengambil sedikit keuntungan dengan akibat bisa-bisa tak lagi bisa berproduksi. Itulah salah satu penyebab munculnya kasus Black Monday, November dua tahun lalu. Supaya tak kelewat tercekik oleh kredit bank, lalu banyak bos perusahaan rame-rame jual saham. Padahal di saat yang sama, rakyat makin tertarik menyimpan duit di bank, lantaran bunga bank lebih menggiurkan ketimbang deviden. Maka harga saham anjlok drastis di hari Senin Hitam itu, yang menimbulkan banyak kisah tragis. Akibat lain bila Reaganomics diterapkan dalam jangka panjang, pasar negara super kuat itu gampang diserobot. Produk AS seperti tenggelam di pasar dunia, sementara produk dari manca negara makin ganas menyerbu AS. Ini sudah berlangsung di aman Reagan. Barang kebutuhan sehari-hari -- pakaian, makanan, alat-alat rumah tangga, barang elektronik -- yang banyak laku di AS adalah bikinan Jepang, Korea, atau Taiwan. Reagan pun terpaksa menjalankan politik proteksionisme. Jepang dan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dipaksa untuk membuka pintu lebih lebar bagi produk AS. Negara-negara industri baru tak diberi fasilitas GSP (General System of Preference), yang memberi kesempatan untuk tidak membayar bea masuk untuk sejumlah barang ekspor mereka. Dan semua negara yang punya bisnis di AS diwajibkan punya sistem hukum yang bisa melindungi hak cipta intelektual, agar barang-barang buatan AS tak dibajak. Celakanya, berdasarkan poll pendapat Time dan stsiun TV CNN, 43% responden mengatakan bahwa ekonomi AS bakal tambah jelek di bawah Bush. Gelagat buruk sudah mulai tampak. Sejak September tahun lalu eskpor AS merosot terus, sementara impor membengkak. "Ini menunjukkan bahwa perbaikan defisit perdagangan luar negeri sudah berhenti," ujar Lawrence Chimerine, ketua Wefa Group, perusahaan yang khusus meramal ekonomi. "Situasi itu akan membuat pemerintahan baru bersikap lebih proteksionistis," ujar Kazumasa Kusaka, salah seorang direktur di Kementerian Industri dan Perdagangan Internasional (MITI), Jepang. Dan itu akan memukul banyak negara, terutama negeri Kusaka. Sebab, negara yang baru melantik kaisar baru itu punya andil paling besar dalam menjadikan perdagangan luar negeri AS mengalami defisit. Yaitu US$ 77 milyar, alias lebih dari separuh dari seluruh defisit perdagangan luar negeri AS per tahun. Maka tepat betul kalau Bush mengangkat James Baker III sebagai menteri luar negeri. Bukan hanya karena ia manajer kampanye Bush yang sukses. Juga bukan karena mereka sudah bersahabat sejak 30 tahun lalu. Namun terpenting, karena Baker -- menteri keuangan di zaman Reagan -- dianggap memahami bagaimana menggertak para rekanan dagang AS dengan gaya lebih lugas. Penunjukan Baker menyiratkan Bush tak lagi menganggap bahwa menghadapi diplomasi politik Soviet diperlukan seorang yang sangar tangguh. Sebab, dalam hal tarik-tambang perlucutan senjata, umpamanya, para pengamat menilai Baker tak punya kepintaran. Tampaknya itu dikarenakan sebagian besar persoalan pokok, yang dulu jadi sumber perang dingin AS-Soviet, sudah diredam. Antara lain kesediaan Soviet angkat kaki dari Afghanistan mengurangi jumlah pasukan dan bom nuklir kesediaan Soviet menekan Vietnam agar menarik pasukan dari Kamboja, dan Kuba dari Angola. Meski pagi-pagi Bush sudah mengatakan bahwa ia tak akan begitu gampang mengadakan perundingan tingkat tinggi dengan Gorbachev, sikapnya menunjukkan bahwa ia mempercayai pimpinan Beruang Merah itu. Konflik dengan negara-negara di Timur Tengah juga sudah sangat mereda. Dialog langsung dengan PLO sudah mulai berjalan lantaran wakil bangsa Palestina itu mau mengakui Israel sesuai dengan kehendak AS. Ganjalannya cuma soal kapan Israel mau mengakui PLO. Sementara itu, Bush bukannya tak berjaga-jaga. Ia tetap akan mempertahankan anggaran pertahanan untuk pengembangan sistem perang bintang, agar bisa dipakai menekan Soviet dalam perundingan perlucutan senjata. Meski PLO mendapat dukungan dari manca negara, khusus bagi Timur Tengah, Bush dan Baker akan tetap memberi prioritas utama pada Israel. Kata Baker, "Saya akan menjaga bahwa AS adalah pendukung sejati Israel." Yang menarik, Bush tak mengganti William Webster, Direktur CIA. Boleh jadi, Bush menghargai prestasi Webster ketika masih mengepalai FBI, dan sukses bekerja sama dengan CIA memberantas perdagangan narkotik. Pemberantasan perdagangan narkotik, bagi Bush yang mencintai keluarga lebih dari presiden AS yang lain, memang termasuk diprioritaskan. Baru kali inilah pelantikan seorang presiden dihadiri oleh sekitar 250 anggota keluarga -- anak, cucu, menantu, saudara, kemanakan yang datang dari 22 negara bagian. Sebuah upaya menghadirkan citra bahwa presiden mendukung nilai-nilai keluarga bahagia? Bisa jadi. Masalahnya kemudian, siapa keluarga itu ? Kelas menengah ke atas, ataukah keluarga papa yang kini berjumlah sekitar 30 juta orang atau sekitar 15% dari populasi AS seluruhnya? Sementara Bush, bekas penerbang di masa Perang Dunia II, dianggap tak memiliki ideologi guna membangkitkan kebanggaan lain sebagaimana Reagan membangkitkan kebanggaan Amerika yang besar. Mungkin masa Bush sekadar kelanjutan dari masa Reagan, dengan gaya yang lebih adem.Praginanto & Yusril Djalinus (AS)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus