ENAM jip berwarna hijau tentara beraksi di sebuah tanah lapang di Cileduk, Jakarta Selatan, Ahad pekan silam. Lihat itu, Djono, 29 tahun, yang duduk di belakang setir mobil jip merk Ford buatan tahun 1944. Ia melabrak genangan lumpur. Air keruh kemudian muncrat membasahi sekujur badan jip yang tak memakai atap itu. Belasan penonton yang menyaksikan atraksi itu menyambut dengan keplokan tangan. Dari wajah Djono terpancar rasa bangga. Dua rekan Djono yang mengendarai jip Willys keluaran tahun 1958, yang semula diam, tak mau ketinggalan. Mereka berpacu cepat sambil beriringan, lalu bersamaan menerobos genangan lumpur. Sraat. Kedua jip itu juga lolos dari sergapan lumpur setinggi 30 senti. Mereka selamat sampai di seberang. Lagi-lagi penonton bertepuk tangan. Atraksi terus berlanjut. Begitulah salah satu ulah sekelompok pencinta mobil jip tua di Jakarta. Kelompok itu beranggotakan 30 pemilik jip yang dipimpin oleh Bambang Muryanto, seorang pegawai kesekretariatan di DPR/MPR. "Kelompok kami tak punya nama. Kami bergabung hanya karena terdorong untuk melestarikan jip-jip tua itu," ujar sang ketua. "Bila sudah nongkrong di atas jip, saya merasa merdeka. Semua pengendara di jalan raya memperhatikan saya. Dan saya bangga," kata Bambang. Cintanya pada mobil jip memang sudah mendarah daging. Sampai-sampai anak lelakinya diberi nama Forddanto, sesuai dengan mobil jip merk Ford warna hijau keluaran tahun 1944 yang dimilikinya. Anak itu lahir tiga tahun lalu, bertepatan dengan ketika ia membeli jip itu dari seorang purnawirawan ABRI seharga Rp1,8 juta. "Sekarang, berapa pun harganya, tidak akan saya jual jip ini," ujarnya. Ia memang sangat bangga dan sayang akan jipnya, yang orisinil, dari mesin, tempat senapan, sampai ke kapak. Di malam tahun baru -- memasuki tahun 1989 -- Solo pernah di-"serbu" sekelompok "pasukan" berbaju loreng yang menumpangi sekitar 90 jip tua buatan tahun 1940-an. Mobil-mobil jip tadi dilengkapi dengan tali tambang, sekop, jeriken air minum, tempat senapan, bahkan walkie-talkie. Tak ketinggalan bendera merah putih juga ikut dikibarkan. "Pak Harto ketika perang lawan Belanda dulu juga memakai jip," tutur Murdiyanto, ketua kelompok Solo American Jeep (SAJ) yang memimpin arak-arakan sepanjang 2 km itu. Eh, dalam rombongan itu ternyata ada K.G.P.A. Mangkoenagoro alias Jiwokusumo. Dia memang dikenal punya hobi menyetir jip dan juga menjadi pelindung SAJ. Ia tampak tersenyum-senyum sambil membalas lambaian tangan penonton di tepi jalan. Malam itu Solo memang tak dilanda perang, tapi meriah dengan arak-arakan jip kuno bergaya militer yang ditongkrongi muda-mudi berseragam loreng. Di Jakarta juga ada organisasi yang hampir serupa. Namanya Jakarta American Jeep (JAJ). Organisasi ini juga terbilang aktif dalam sejumlah kegiatan seperti pada Pawai Pembangunan, Agustus 1988 lalu. Waktu itu belasan jip hijau sempat menjadi pusat perhatian masyarakat yang berjajar di sepanjang Jalan Thamrin. Penumpangnya mengenakan baju loreng-loreng. Itulah "laskar" JAJ. Semula anggota JAJ cuma delapan orang, ketika organisasi itu didirikan pada 1984. Anggotanya kini sudah membengkak sampai 60 orang pemilik jip dari berbagai tipe. Setiap anggota diberi kartu identitas dan ditarik sumbangan. Mereka memiliki kegiatan rutin yang terjadwal setiap bulannya. Kegiatannya berupa atraksi mempertontonkan kebolehan mengemudi di medan-medan penuh tantangan. "Seperti mendaki bukit, menerobos daerah berlumpur, atau menyeberangi sungai," ujar Fachran, salah seorang pendiri JAJ. Dalam kesempatan itu, jip kuno yang dimiliki anggota akan dijajal kekuatannya. Farchan memiliki tiga jip merk Willys, masing-masing buatan tahun 1938, 1952, dan 1958. "Naik jip serasa melepas desakan batin yang merindukan petualangan." katanya. Di Jakarta masih ada beberapa lagi kelompok penggemar jip kuno. Umumnya mereka menolak mengubah atau memodifikasi jip mereka dengan aksesori "modern". Mereka berbeda dengan kelompok penggemar jip "modern" yang kini makin mewabah di antara anak-anak muda. Prinsip mereka: orisinalitas. Untuk mencari suku cadang atau bagian yang asli, mereka sanggup memburunya ke mana-mana. Terkadang perlu waktu bertahun-tahun sebelum sebuah jip tua bisa komplet. Di Indonesia, yang pernah menjadi ajang Perang Pasifik, jip-jip kuno peninggalan Perang Dunia II sebetulnya cukup banyak. Namun, baru beberapa tahun terakhir ini jip kuno naik daun, dicari dan diburu, dan menjadi bagian dari gaya hidup. Berburu jip rongsok dan onderdilnya sebetulnya mirip petualangan. Dewanto, seorang penduduk di kawasan Ngadinegaran, Yogyakarta, termasuk pemburu jip tua. Pemuda berusia 29 tahun itu kini memiliki tujuh jip yang semuanya bertipe militer, keluaran pabrik Ford antara tahun 1943 dan 1963. Menurut pengakuannya, sejak di bangku SMP (sekitar tahun 1977) ia sudah berusaha meniru tentara yang berkendaraan jip. Apalagi setelah ia dibelikan ayahnya sebuah jip Mambo M-38 A-1. "Sejak itu saya cinta mobil jip," katanya. Setiap ada tawaran mobil jip rongsok pasti dibelinya. Harganya berkisar dari Rp750.000 sampai Rp1,5 juta. Jip-jip butut itu dipreteli dan dirakitnya kembali, dicarikan onderdil yang asli, sehingga komplet dan orisinil kembali. Dewanto memerlukan sekitar satu tahun dan uang sekitar Rp8 juta untuk bisa "menghidupkan" satu jip kuno. Ia juga menyiapkan bengkel khusus di rumahnya, dengan dua pekerja, untuk merawat jip-jipnya -- atau membantu memperbaiki jip kuno milik temannya. Untuk merakit sebuah jip, ia berpedoman pada literatur yang dikeluarkan oleh Divisi Perang Pentagon, AS. Semua jip Dewanto terawat rapi. Begitu selesai dipakai, jip itu dicuci dan dilap, lalu masuk garasi. "Saya tidak pernah ikut reli, sayang mobilnya," katanya. Jip itu pun hanya dipinjamkannya kalau Dewanto sendiri yang menyetirnya. Meningkatnya jumlah orang yang gila jip tua tentu saja melambungkan nilainya. Harga pasaran sebuah jip kuno asli yang siap jalan saat ini Rp15 sampai Rp20 juta. Bisa juga lebih. Seorang lurah dari Denpasar, Bali, misalnya, belum lama ini harus merogoh Rp29 juta dari koceknya untuk membeli sebuah jip Ford tipe GPW keluaran tahun 1941 yang dibelinya di Malang. Kalau jip kuno tadi mahal, memang pantas. Soalnya, banyak jip itu yang punya nilai sejarah. Jip milik Dewanto, misalnya. Mobil jip merk Ford GPW yang dimilikinya ternyata pernah digunakan oleh Divisi 38 Batalyon 11 pimpinan Jenderal Patton ketika Perang Dunia II di Cekoslovakia. "Nomor rangka dan mesinnya sesuai dengan daftar yang dikeluarkan Pentagon," katanya dengan bangga. Kegemaran pada jip tua juga melanda Bandung. "Jip tua punya karisma tersendiri dan berkesan klasik," tutur Iskandar, 26 tahun, dari kelompok Ikatan Penggemar Jip Bandung (IPJB). Dalam gaya, anak-anak IPJB tak pernah ketinggalan. Dalam konvoi mereka selalu memakai seragam loreng standar marinir AS. "Tapi kami nggak sembarang memakainya. Hanya untuk acara khusus," kata Iskandar, yang menganggap jip keluaran 1944-nya sebagai "kekasih"-nya. "Sebelum tidur tak enak kalau belum lihat jip itu," ujarnya. Di Semarang, para penggemar jip tua bisa ditemui di seputar Simpang Lima, tempat mereka berkumpul. Mereka umumnya anggota Indonesia Jeep Club Semarang, yang beranggotakan sekitar 70 pemilik. "Kebanyakan anggota klab ini anak-anak muda," kata Gerson Manurip, 35 tahun, Ketua IJCS. Jip mereka kebanyakan merk Willys, buatan 1940-an sampai 1960-an. Tak semua orisinil karena ada beberapa yang mengubahnya. Misalnya, bodinya dibuat pendek, memakai velg racing dan ban radial. Jip tertua di Semarang adalah Willys 1942 milik Roy Darmokusumo. Semula ia membeli rongsokan jip itu tiga tahun silam, seharga Rp400 ribu. Untuk mencari onderdil asli, selain mencari di berbagai kota dan asrama militer, Roy juga mengadakan surat-menyurat dengan kelompok penggemar jip tua di Amerika. Apa sebenarnya yang dicari oleh para penggemar barang langka itu? K.G.P.A. Mangkoenegoro punya alasan yang berbau heroik. "Dengan mengendarai jip, kami bisa menghayati keperkasaan," katanya. Buat banyak orang, jip memang melambangkan keperkasaan, kejantanan. Ia tahan banting, sanggup menempuh segala macam medan. Jip memang lahir dari seorang serdadu Prancis, bernama Gentil, yang mengangankan sejenis kendaraan yang tahan banting. Kapten angkatan darat ini, waktu bertugas di Maroko, seputar tahun 1904, sering jengkel karena kendaraannya sering mogok, tak sanggup melahap alam Maroko yang saat itu ganas. Gentil lalu mengotak-atik sedan Panhard bermesin merk Daimler, yang dilengkapinya dengan sepucuk senapan mesin. Maka, jangan heran kalau Jenderal Lyautey pernah menumpang mobil karya Gentil. Mobil itu tak pernah ngadat ketika terjerembab ke lubang, terjebak di medan lumpur atau bebatuan. Pengalaman dalam Perang Dunia I membuat tentara Amerika mulai sadar: mobil Gentil memang paling cocok untuk menghadapi medan berat. Hasilnya, tahun 1923, pabrik mobil terbesar sejagat -- Ford -- mengeluarkan Ford T. Mobil buatan Ford itu memakai ban pesawat terbang, yang lebih mantap menghadapi medan berlumpur. Kerangkanya juga dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah, sehingga badannya jarang beradu dengan permukaan jalan. Kendaraan baru itu memang cocok untuk segala macam keperluan, general purpose, yang disingkat GP (baca: jipi). Nama jeep itulah yang kemudian lekat, hingga sekarang. Tidak jelas, berapa banyak pemilik jip kuno di Indonesia. Soalnya, banyak pemilik yang tak ingin masuk perkumpulan jip, dan begitu sayang pada jipnya, hingga mengeluarkannya hanya pada hari-hari tertentu, 17 Agustus misalnya, atau pada saat dilangsungkannya reli mobil kuno. Kini ada rencana di antara sejumlah perkumpulan penggemar jip kuno se-Indonesia untuk mengadakan semacam jambore, tahun ini, di Wonosobo, Jawa Tengah. Selain itu, untuk memperingati Serangan Umum 1 Maret, para penggemar jip tua se-Jawa merencanakan untuk menyelenggarakan acara napak tilas, menelusuri rute yang pernah ditempuh almarhum Panglima Besar Sudirman, dengan jip tua mereka. Tapi jangan kaget kalau nanti melihat poster-poster iklan di dalam acara itu. Sebuah perusahaan rokok kretek terkemuka kabarnya telah siap untuk mensponsori acara itu.Ahmed Kurnia Soeriawidjaja, Prijono B.Sumbogo, I Made Suarjana (Yogyakarta), Kastoyo Ramelan (Solo), Heddy Lugito (Semarang), Riza Sofyat (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini