Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

”Dia Tak Kan Pernah Diam”

6 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aung San Suu Kyi, 56 tahun, telah menjadi simbol internasional untuk perlawanan secara damai tapi heroik menghadapi penindasan. Suu Kyi hanya berdiam di mobilnya selama enam hari ketika militer menghentikan per-jalanannya ke Mandalay, wilayah utara Myanmar, pada September 2000. Sejak itu ia menjalani tahanan rumah yang kedua kalinya hingga kini.

Sebelumnya, Suu Kyi menjalani tahanan rumah selama enam tahun sejak ia kembali ke tanah airnya dan terlibat gerakan oposisi menentang pemerintah junta militer.

Suu Kyi adalah anak pahlawan kemerdekaan Burma, Jenderal Aung San. Bagi rakyat Burma (kini Myanmar), Suu Kyi mewakili harapan mereka bahwa suatu hari negeri itu akan lepas dari penindasan rezim militer. Tak berlebihan jika Suu Kyi memperoleh Nobel Perdamaian pada 1991, justru pada saat ia masih dalam status tahanan rumah.

Ketika pulang kembali ke Myanmar, setelah menjenguk ibunya, Daw Khin Kyi, yang sakit keras di Inggris, dia terseret ke dalam pusaran gerakan prodemokrasi menentang rezim militer Ne Win. Ribuan mahasiswa, pekerja, dan rahib turun ke jalan menuntut reformasi politik. Suu Kyi segera menjadi pemimpin revolusi damai. Ia mengorganisasikan demonstrasi dan mengelilingi Myanmar untuk menyerukan reformasi politik tanpa kekerasan dan pemilihan umum yang bebas. Tapi, aksi demonstrasi damai itu dihadapi militer secara brutal pada 8 Agustus 1988. Yangoon banjir darah dari ribuan orang yang tewas. ”Itulah perjuangan kemerdekaan Burma yang kedua kali,” ujar Suu Kyi.

Rezim militer, yang menamakan diri Slorc (The State Law and Order Restoration Council), memberlakukan undang-undang darurat perang, menahan ribuan penduduk, mengubah nama Burma menjadi Myanmar dan nama ibu kota Rangoon menjadi Yangoon.

Keterlibatan Suu Kyi dalam politik sudah kepalang basah. Ia bersama kelompok oposisi mendirikan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dan menang secara telak dalam pemilu pada Mei 1990. Junta militer mendiskualifikasi Suu Kyi sebagai anggota parlemen dan menolak menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada NLD. Suu Kyi menjalani tahanan rumah selama enam tahun dan kemudian dibebaskan pada 1996.

Suu Kyi hidup terasing dari dua anak dan suaminya, yang berkebangsaan Inggris. Suatu tragedi terjadi ketika suaminya yang berkebangsaan Inggris, Michael Aris, sekarat karena kanker di Inggris. Suu Kyi memilih tidak menemani saat-saat terakhir hidup Aris daripada tidak bisa kembali lagi ke Burma.

Sejak September 2000, Suu Kyi kembali menjalani tahanan rumah ketika ia berusaha mengadakan perjalanan ke Mandalay. Hingga kini ia tetap menjadi simbol perjuangan damai melawan penindasan rezim militer. ”Aung San Suu Kyi tak akan pernah diam karena dia menyatakan kebenaran,” kata Francis Sejested, ketua panitia Nobel Perdamaian.

Raihul Fadjri (BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus