Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUDAH jatuh tertimpa tangga adalah ungkapan yang masih terlalu ringan untuk penderitaan Annisa. Tentu saja ini bukan nama asli perempuan 19 tahun yang berasal dari Qatif, sebuah wilayah di bagian timur Arab Saudi. Ia yang diperkosa secara biadab oleh tujuh lelaki, ia pula yang harus menanggung hukuman 200 cambukan di tubuh dan meringkuk enam bulan dalam tahanan. ”Kami semua terkejut,” ujar Abdulrahman al-Lahim, pengacara sang gadis, yang ikut menjadi tumbal setelah lisensi prakteknya dibatalkan pengadilan pekan silam.
Kisah absurd ini bermula lebih dari satu tahun lalu. Ketika itu Annisa dan seorang kawan lelakinya sedang menyusuri jalan-jalan Qatif dengan mobil, ketika di sebuah kawasan mobil mereka dihentikan sekelompok preman. Annisa diperkosa 14 kali. Belakangan pengadilan membuktikan 7 orang sebagai pelaku langsung. Kawan lelaki Annisa juga dianiaya dalam laku laknat itu.
Putusan pengadilan yang keluar pada Oktober 2006 menetapkan hukuman dua sampai tiga tahun penjara bagi para pelaku. Tapi Annisa dan kawan prianya tak bisa bernapas lega, karena keduanya masing-masing dijatuhi hukuman cambuk 90 kali akibat melakukan ”pertemuan ilegal”. Sampai di sini, kisah ”Gadis dari Qatif” yang agak mirip dengan ”Tragedi Sum Kuning” di tanah air sekitar tiga dekade lalu itu masih terbungkus rapat di ruang pengadilan. Tak ada yang tahu bahwa para pelaku dan korban sama-sama berasal dari kelompok minoritas Syiah di Saudi.
Tapi Annisa, yang tak terima atas hukuman yang dibebankan kepadanya, memilih banding. Al-Lahim malah memasukkan petisi ke pengadilan tinggi, agar para pelaku dihukum mati. Setelah itu, keduanya mengungkap kasus tersebut ke media, sesuatu yang kemudian dinilai sebagai ”langkah blunder” menurut logika pengadilan setempat. ”Mereka mencoba mempengaruhi opini publik lewat media,” tutur seorang pejabat pengadilan, seperti ditulis harian berbahasa Inggris Arab News. ”Itu sebuah bentuk agitasi.”
Pekan lalu, pengadilan akhirnya mengeluarkan keputusan yang membuat heboh itu membesar. Selain mendongkrak hukuman bagi pelaku antara 2 dan 9 tahun, hukuman bagi Annisa dan kawan prianya pun dilipatgandakan. Sedangkan sang pengacara dibekukan izin prakteknya dan diharuskan menghadap Menteri Kehakiman Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim al-Sheikh bulan depan. Sumber di Human Rights Watch mengungkapkan, Al-Lahim bisa terkena hukuman tiga bulan tak boleh berpraktek jika ia terbukti ”bersalah”. Kemungkinan seperti ini membuat sejumlah kelompok advokasi berang.
”Menghalangi seorang pengacara tampil di depan mewakili kliennya sama nistanya dengan peristiwa pemerkosaan itu sendiri,” kecam Fawzeyah al-Oyouni, pendiri Asosiasi Pelindung Hak Perempuan. ”Ini bukan lagi menyangkut nasib seorang gadis, melainkan seluruh wanita di Arab Saudi.… Kami menjadi takut berjalan di jalan-jalan umum,” katanya. Al-Lahim sendiri menyatakan keputusan itu bertentangan dengan semangat reformasi sistem yudisial yang dipromosikan Raja Abdullah pada awal bulan ini. Namun Departemen Kehakiman Arab Saudi berkomentar bahwa keputusan itu sudah benar karena sang korban berada dalam sebuah mobil dengan lelaki yang bukan muhrimnya.
Tapi Al-Lahim masih belum mau menyerah. Didukung sejumlah lembaga advokasi hukum seperti Human Rights Watch, seruan kini diutarakan langsung persis ke jantung Kerajaan Saudi, Raja Abdullah, agar ”secepatnya membatalkan seluruh hukuman atas korban pemerkosaan, dan memerintahkan pengadilan menghentikan penghinaan yang dilakukan terhadap pengacara.”
Ujian sesungguhnya bagi niat untuk mereformasi sistem yudisial negerinya kini terpampang persis di depan mata Sang Raja.
Akmal Nasery Basral (BBC, CNN, Arab News)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo