Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font face=arial size=1 color=brown><B>Gereja Mormon</B></font><BR>Nabi yang Teperdaya Setan

Seorang pemimpin sekte sempalan Gereja Mormon kini mendekam dalam penjara. Ia berusaha bunuh diri setelah mengakui berbagai perbuatan bejatnya.

26 November 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia seorang ”nabi”. Ketika hakim di Pengadilan Negeri Utah, Amerika Serikat, James L. Shumate, membacakan vonis, wajahnya tampak beku, tanpa ekspresi.

Senin pekan lalu, hakim memutuskan­ Warren S. Jeffs, 51 tahun, masuk kurung­an penjara 10 tahun sampai seumur hi­dup. Jeffs bungkam seribu basa. Peng­acaranya mengatakan, Jeffs memang ha­rus berhati-hati agar kata-katanya tak­ akan menjadi bumerang di peng­adil­an lainnya kelak. Di Negara Bagian Ari­zona, Jeffs menghadapi dakwaan atas sejumlah kasus: dari mengatur perni­kah­an gadis-gadis di bawah umur de­ngan pria dewasa sampai inses.

Jeffs seorang ”nabi” dan kata-katanya adalah sabda. Di Utah, tujuh tahun silam, ia memutuskan pernikahan Elissa Wall, 14 tahun, dengan sepupunya, Allen G. Steed, 19 tahun. Wall tidak meng­inginkan pernikahan itu dan menolak berhubungan seks dengan lelaki yang kemudian menjadi suaminya itu. Jeffs lantas menyalahkan tindakannya, dan itulah yang kemudian menjadi kasus perkosaan dan menyeret Jeffs ke pengadilan.

”Nabi memutuskan siapa menikahi siapa dan kapan,” begitu kesaksian Flora Jessop, seorang warga Colorado City yang lari pada 1986 setelah dipaksa menikahi sepupunya. Sebagai pemimpin tertinggi, Jeffs bisa mengambil alih istri dan anak-anak seorang suami yang di­anggap tak taat, lalu menyerahkan mere­ka kepada pria pilihan yang lebih reli­gius.

Gereja Fundamentalis Orang Suci Zaman Akhir (Fundamentalist Church of Jesus Christ of Latter Day Saints, FLDS) yang dipimpin Jeffs memang punya pandangan sangat konservatif dan itu sering bertentangan dengan hukum yang berlaku. Sekte sempalan Mormon dari Gereja Orang Suci Zaman Akhir ini mendukung poligami dan Jeffs sen­diri menikahi 70 perempuan. Dalam ajaran sekte ini, seorang pria harus memiliki setidaknya tiga istri untuk mencapai surga tertinggi.

Sekte itu juga berpendapat, nilai­ seorang perempuan terletak pada ke­patuhannya pada suami. Dalam komunitasnya yang tertutup, perempuan tak boleh berbicara dengan pria yang bukan dari keluarga dekat. Tidak seperti para perempuan Amerika pada umumnya, mereka tak boleh memakai rok di atas lutut dan tak boleh mengenakan celana panjang.

Sekte yang mempunyai 10 ribu peng­ikut di kawasan perbatasan Colorado City, Arizona, dan Hildale, Utah, ini juga punya tradisi kawin paksa. Warren S. Jeffs, dengan wewenang yang tak terbantahkan, menikahkan gadis-gadis remaja dengan pasangan lelaki yang jauh lebih tua. Sebenarnya, dalam hukum Negara Bagian Utah, seorang remaja 14 tahun ke atas berhak melakukan hubungan seks. Hal itu menjadi masalah kalau seorang remaja di bawah 18 tahun dibujuk oleh orang yang setidaknya tiga tahun lebih tua. Di luar itu, hukum Amerika Serikat, termasuk Utah, juga melarang poligami.

Jeffs mulai memimpin FLDS ketika ayahnya, Rulon Jeffs, meninggal lima tahun silam. Jeffs senior pun dikenal sebagai seorang pemimpin kharismatik. Ia menikahi 75 perempuan dan mempunyai lebih dari 60 anak. Warren Jeffs junior mewarisi ”kenabian” sang ayah, juga sebagian istri yang ditinggalkannya.

Memang, poligami menjadi ciri khas kelompok ini. FLDS memisahkan diri dari Gereja Orang Suci Zaman Akhir sekitar seabad silam. Gereja Mormon mainstream itu menerima kompromi dengan Negara Bagian Utah, dan orang-orang yang lalu bergabung dalam FLDS ini menolak ”jalan damai” itu. Pada 1890, mereka mendirikan gereja sendiri. Perbedaan di antara dua gereja ini memuncak ketika pada akhir 1920-an dan awal 1930-an, Gereja Mormon yang berpusat di Salt lake City ini mengucilkan dan meng­usir jemaat yang tetap melakukan praktek poligami. Dari situlah para praktisi poligami lantas hijrah ke Short Creek, perbatasan Colorado City, Arizona, dan Hildale, Utah.

Komunitas ini begitu tertutup. Orang asing selalu dihadapi dengan curiga atau bahkan kemarahan. Suasananya pun begitu sunyi. Tak ada pesta dansa, tak ada pertandingan bisbol, tak ada pengadilan. Semua dalam genggaman tangan Jeffs.

Para jemaat juga dijauhkan dari media. Televisi dan internet adalah barang haram. Anak-anak pun dijauhi dari ilmu-ilmu terbaru setelah Jeffs menge­luarkan fatwa untuk menarik anak-anak dari sekolah umum. ”Anak-anak diajari sejarah kependetaan, yang merupakan doktrin agama,” ujar Deloy Bateman, seorang guru di kawasan kekuasaan Jeffs ini.

Apa yang terjadi di kawasan ini sebenarnya sudah lama mengundang perhatian pemerintah. Pada 1953, Gubernur Arizona saat itu, Howard Pyle, mengirim pasukan ke kompleks dan memenjarakan semua orang di sana termasuk 200-an anak-anak yang kemudian ditempatkan di tempat penampungan anak-anak. Namun, gambaran anak-anak yang menangis saat dipisahkan dari ibu mereka kemudian menjadi bumerang baginya. Pyle kalah dalam pemilihan berikutnya. Sejak itu, komunitas ini seolah tak tersentuh.

Belakangan, beberapa tindakan hu­kum dilakukan. November 2003, se­orang polisi anggota gereja, Rodney Holm, dihukum karena melakukan hu­­bungan seks ilegal­ de­ngan remaja ber­umur 16 atau 17 tahun. Ia melakukan bigami. Kasus ini merupakan menjadi tindakan legal pertama terhadap anggota gereja FLDS sejak serbuan mirip insiden Waco, Texas. Sejak itu, ada beberapa anggota yang diusir karena berani melawan, di antaranya keponakan Jeffs. Brent Jeffs me­ngadukan tiga orang pamannya, termasuk Warren Jeffs. Mereka melakukan sodomi terhadapnya saat ia masih kecil.

Jeffs kabur, lalu kejadian demi kejadian bergulir cepat. Juli 2005, ia resmi didakwa untuk kasus Ellisa Wall dan Allen Steed. Kantor kejaksaan Arizona menyebarkan poster yang menawarkan hadiah US$ 10 ribu untuk informasi keberadaan Jeffs. Sepuluh bulan berselang, Utah mengeluarkan surat penahanan untuk Jeffs karena ia telah mendorong terjadinya perkosaan yang dialami Elissa Wall oleh suaminya. Bulan berikutnya, FBI menempatkan Jeffs sebagai salah satu dari 10 buron pa­ling dicari, kepalanya dihargai US$ 100 ribu.

”Nabi” ini akhirnya tertangkap pada 28 Agustus tahun lalu, saat ia melaju dengan mobilnya di kawasan Las Vegas, Nevada. Hakim memutuskan ia bersalah, September silam.

Selama di tahanan, banyak hal dilalui Jeffs. Dua pekan sebelum hukuman dijatuhkan, hakim Shumate membuka sebuah dokumen lain yang menggambarkan terjadinya krisis kepercayaan Jeffs. Catatan tersebut menunjukkan, setelah sebulan berdoa dan puasa di selnya di Purgatory Correctional Facility di Hurricane, Utah, Jeffs mengaku telah melakukan tindak­an tak bermoral dengan saudara perempuan dan anak perempuannya, 30-an tahun silam. Apa boleh buat, demi menjaga ”kenabian” dan kesucian komunitas, inses sering kali terjadi di kalangan jemaat gerejanya. Tiga hari setelah pengakuannya, pria ini mencoba bunuh diri dengan menggantung diri, tapi gagal. Ia terus hidup dan menghitung hari-harinya yang panjang di penjara.

Ada lagi yang menyesakkan. Ja­nuari lalu, dalam suatu pembicaraan yang direkam de­ngan saudaranya, ia berterus terang, ”Saya bukan nabi. Saya tak pernah menjadi nabi, dan saya teperdaya oleh setan.”

Purwani Diyah Prabandari (The New York Times, BBC, Arizona Republic)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus