Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia ahli berdebat. Kata-katanya dikenal tajam, terutama dalam mengkritik kebijakan pemerintah. Tidak aneh, dia mendapat julukan ”Ira Kan” atau Kan si Pemarah dan ”Rongseng Kan” atau Kan yang Meledak-ledak. Ketangkasan berdebat, bakat populis, dan pragmatisme; sikap dan reputasi inilah yang membuat Naoto Kan berbeda dengan pendahulunya, Yukio Hatoyama, yang dijuluki ”The Alien” oleh pers Jepang.
Dua pekan lalu, Kan, 63 tahun, terpilih menjadi Perdana Menteri Jepang menggantikan Hatoyama. Terpilihnya Kan dipandang sebagai anomali dalam sejarah politik Jepang. Berturut-turut, Jepang memiliki empat perdana menteri yang berasal dari dinasti politikus. Sedangkan Kan, yang menjadi perdana menteri kelima dalam empat tahun ini, adalah putra seorang pengusaha dari Kota Ube di Provinsi Yamaguchi.
Kan memulai karier politiknya ketika menjadi aktivis mahasiswa di Institut Teknologi Tokyo. Setelah lulus, dia berfokus pada gerakan sipil yang mengusung isu feminisme dan lingkungan. Langkah politik pertamanya adalah mendukung Fusae Ichikawa, aktivis hak perempuan, meraih kursi majelis tinggi pada 1974.
Enam tahun kemudian, setelah tiga kali gagal, dia berhasil duduk di kursi majelis rendah parlemen dengan memegang tiket dari Partai Persatuan Sosialis Demokratik—yang kini bubar. Kan kemudian bergabung dengan Partai Sakigake Baru dan dua tahun kemudian berhasil meraih simpati publik karena langkahnya yang berkaitan dengan kebijakan publik.
Sebagai menteri kesehatan dalam kabinet Perdana Menteri Ryutaro Hashimoto pada 1994, Kan mengaku bertanggung jawab atas penyebaran HIV lewat transfusi darah kepada penderita hemofilia. Tindakan Kan ini tidak pernah terjadi sebelumnya di Jepang.
Dia melanjutkan karier politik dengan membentuk Partai Demokrat Jepang bersama Hatoyama pada 1996. Duet Kan-Hatoyama membuat partainya semakin besar. Saat Kan menjabat presiden partai pada 2003, dia mengajak pemimpin Partai Liberal, Ozawa Ichiro, berkoalisi.
Karier politik Kan bukan tanpa cacat. Setahun menjabat, dia mengundurkan diri sebagai pemimpin partai setelah mengakui kegagalan membayar premi pensiun negara. Ketika itu, isu reformasi dana pensiun tengah menjadi sorotan publik dan politikus yang berkuasa menjadi sasaran.
Setelah skandal itu, Kan tampil nyeleneh. Dia memutuskan ”bertobat” dengan mencukur gundul rambutnya, menukar jasnya dengan jubah biksu, dan pergi menyepi ke kuil di Pulau Shikoku, Jepang. Banyak yang menilai ini adalah upaya Kan mencari perhatian dan membuatnya kembali populer.
Kan juga tidak lepas dari skandal pribadi. Dia sempat diisukan berselingkuh dengan seorang presenter televisi. Namun tudingan itu tidak pernah terbukti. Pernikahannya, yang menghasilkan dua anak, tetap utuh.
Di waktu senggang, dia gemar bermain shogi (catur Jepang) dan mah-jongg. Ketika mahasiswa, dia menciptakan mesin penghitung skor mah-jongg. Kan memperoleh hak paten atas karyanya. Namun dia gagal menjual temuannya itu ke Nintendo dan pabrik elektronik lain.
”Jika semua berjalan baik, saya akan menjadi sangat kaya, meskipun tidak sekaya Bill Gates,” katanya dalam sebuah wawancara. ”Saya menjadi politikus karena tidak ada orang yang mau menginvestasikan uangnya untuk penemuan saya.”
Kan diangkat sebagai wakil perdana menteri dan menteri negara untuk kebijakan strategis ekonomi dan fiskal saat Partai Demokrat Jepang menang telak dalam pemilihan majelis rendah parlemen tahun lalu. Kedua jabatan ini membuatnya punya peran besar menentukan arah pemerintahan. Partai Demokrat berjanji memprioritaskan kebijakan ekonomi dan lapangan kerja serta reformasi birokrasi.
Pada Januari lalu, dia mengambil alih posisi menteri keuangan setelah pendahulunya mengundurkan diri karena alasan kesehatan. Kan meletakkan jabatan lamanya.
Saat Hatoyama terjebak janji pemilu untuk merelokasi pangkalan militer Amerika Serikat di Pulau Okinawa yang membuatnya harus mengorbankan jabatannya, Kan memilih tidak banyak berkomentar. Sejumlah pengamat mengatakan sikap perdana menteri baru ini soal pangkalan Okinawa tidak jelas. Namun Kan telah menyatakan akan mengikuti langkah Hatoyama memindahkan pangkalan tersebut.
Sebagian besar karier politik Kan dihabiskan untuk menangani isu-isu domestik, sehingga dia dinilai kurang berpengalaman dalam urusan diplomasi. Tapi Kan mengatakan ingin Departemen Pertahanan mengambil peran menonjol di panggung internasional.
Setelah terpilih sebagai perdana menteri, Kan saat ini berfokus pada kinerja partainya sampai pemilihan majelis tinggi parlemen, Juli mendatang. ”Kami akan bekerja sama sebagai tim dalam menghadapi situasi politik yang sulit,” katanya.
Ninin Damayanti (The Guardian, The Telegraph, The Yomiuri Shimbun)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo