Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kapal Mavi Marmara yang mengangkut relawan dan bantuan kemanusiaan boleh gagal mencapai Pantai Gaza, tapi konvoi 16 truk milik Jordan Hashemite Charity Organization (JHCO), Senin pekan lalu, bisa selamat sampai ke sana. Truk-truk itu membawa obat-obatan, bahan makanan, dan keperluan lain serta uang 500 ribu dinar Yordania atau setara dengan Rp 6,5 miliar. ”Kami secara reguler memasukkan bantuan kemanusiaan langsung ke warga Gaza,” kata sekretaris jenderal lembaga itu, Mayor Jenderal Ahmad Mohammed al-Imyan.
Selain menggunakan truk, dua hari sebelumnya lembaga sosial yang didukung Raja Yordania Abdullah II itu mengirim 14 ribu kaleng susu bayi, obat-obatan, dan bahan makanan memakai kapal laut. Menurut bekas ajudan Raja Hussein ini, Raja Abdullah II yang memerintahkan aparat pemerintah dan tentara Yordania mengawal agar sumbangan sampai ke rakyat Palestina di Gaza. ”Kami tak ada urusan dengan politik. Yang penting rakyat di Gaza terbantu,” Ahmad Imyan menambahkan.
Sejak Hamas berkuasa di Jalur Gaza, Israel menutup daerah itu dari jangkauan pihak luar. Dengan blokade, Israel berharap Hamas, yang dicap Amerika Serikat sebagai organisasi teroris, menyerah. Apalagi negara-negara Eropa juga menghentikan bantuan.
Padahal, menurut Ahmad Imyan, 78 persen penduduk Gaza saat ini hidup di tenda pengungsian. ”Kami, dengan bantuan sejumlah negara berpenduduk muslim, tak ikut-ikutan menghentikan bantuan, walau ditekan,” katanya.
Bahkan, sejak akhir 2008, saat Gaza diserang Israel, JHCO mendirikan rumah sakit lapangan Gaza-8. Rumah sakit ini merupakan miniatur rumah sakit militer terbesar di Yordania, King Hussein Hospital, Amman. Rumah sakit inilah yang merawat Surya Fahrizal, relawan Indonesia yang menjadi korban tembak tentara Israel dalam insiden Mavi Marmara.
”Rumah sakit ini memiliki rekam jejak unggul dalam merawat kesehatan bagi negara yang dilanda perang,” ujar Kepala Rumah Sakit Militer se-Yordania, Mayor Jenderal Abdul Latief al-Wareekat, saat membesuk Surya, Senin pekan lalu. Sejak awal 2009, King Hussein Hospital ”kecil” itu sudah 14 ribu kali mengoperasi warga Gaza.
Didirikan sejak 1990, JHCO dengan dukungan Raja Hussein membantu berbagai negara, mulai Darfur, Sudan, sampai Bosnia, bahkan Indonesia saat tertimpa bencana. ”Dua kali kami menyalurkan bantuan untuk korban tsunami di Aceh dan gempa di Yogyakarta,” ujar Nasser Kilani, juru bicara JHCO.
Yayasan ini juga menyalurkan lebih dari US$ 35 miliar dana bantuan dari 37 negara ke Gaza. Indonesia tercatat paling kecil menyumbang lewat JHCO, yaitu US$ 25 ribu. India, negara yang mayoritas berpenduduk Hindu, menyumbang US$ 1 juta. ”Kami tak memandang agama, suku, atau garis politik. Tujuannya hanya kemanusiaan,” Kilani menekankan.
Ahmad Imyan berharap Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia membantu lebih banyak warga Gaza. ”Kami bisa membantu tanpa memotong sumbangan untuk ongkos menyampaikan bantuan itu.”
JHCO juga siap mendukung niat Indonesia mendirikan rumah sakit di Gaza. ”Kalau itu amanat dan tujuannya, akan kami kawal,” ujarnya. Bahkan JHCO juga menyalurkan zakat sesuai dengan keinginan para muzakinya. ”Pasti sampai,” dia menegaskan.
Lembaga lain yang kerap menyalurkan bantuan ke Gaza adalah organisasi bentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa, United Nations Relief and Works Agency (UNRWA). Menurut perwakilan UNRWA yang berkantor di Amman, Yordania, Peter Ford, Israel menutup akses negara-negara lain untuk menyumbang rakyat Palestina di Gaza. ”Bahkan Amerika memberikan sumbangan untuk Gaza lewat kami,” ujar bekas Duta Besar Inggris untuk beberapa negara di Timur Tengah ini.
Di Gaza, lembaga PBB itu mendirikan klinik kesehatan di berbagai tempat; membangun rumah-rumah yang hancur dan sekolah; serta memberikan bantuan bahan makanan. ”Yang diperlukan di Gaza saat ini adalah pekerjaan buat penduduk dan uang tunai,” ujar Peter.
Sesekali konvoi bantuan UNRWA diganggu tentara Israel, bahkan beberapa pengawal dan sopir mati ditembak. ”Tapi sampai saat ini bantuan yang terbanyak bisa masuk ke Gaza adalah dari lembaga kami dan JHCO,” kata Peter.
Dia berharap insiden kapal Mavi Marmara menjadi berkah agar bantuan kemanusiaan untuk penduduk Gaza semakin mudah disalurkan. ”Walau lewat lembaga resmi yang disetujui oleh Israel, seperti kami dan JHCO,” katanya. Yang dikhawatirkan Israel, menurut dia, sumbangan kepada warga Gaza digunakan untuk membeli senjata dan memperkuat Hamas.
Ahmad Taufik (Amman, Yordania)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo