Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font face=arial size=1 color=brown><B>Kumi Naidoo: </B></font><BR />Presiden SBY Harus Menepati Janji

25 Oktober 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Masih jauh dari perairan Teluk Jakarta, kapal Rainbow Warrior milik Greenpeace terpaksa harus berputar haluan. Dua buah kapal Angkatan Laut Republik Indonesia memaksa kapal legendaris itu keluar dari wilayah Indonesia dan kembali memasuki perairan internasional.

Rainbow Warrior semula berencana lego jangkar di Pelabuhan Tanjung Priok dalam rangkaian tur Turn the Tide di kawasan Asia Tenggara. Penolakan itu menimbulkan pertanyaan. Sebelumnya kapal itu beberapa kali dapat berlabuh di pelabuhan Indonesia dengan leluasa. Aktivisnya kemudian bertukar ilmu dan pengalaman dengan mitranya di Indonesia.

Beberapa tahun terakhir Greenpeace gencar mengungkap perusakan hutan oleh beberapa perusahaan kelapa sawit dan bubur kertas. Perusakan hutan itu memicu perubahan iklim serta membawa spesies seperti orang utan dan harimau Sumatera ke ambang kepunahan. 

Direktur Eksekutif Greenpeace Internasional Kumi Naidoo terus terang menyatakan kegundahannya atas penolakan itu. “Saya amat kecewa,” ujarnya. Apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menurut dia, sebelumnya sudah menyatakan komitmen bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat internasional, termasuk Greenpeace, untuk mengatasi perusakan hutan. Berikut ini wawancara Hamdi Fuadi dan Dean Benitez dari Tempo TV dengan Naidoo.

Kapal Rainbow Warrior tidak diperkenankan berlabuh di Jakarta. Apa pendapat Anda?

Kami sangat kecewa. Harapan kami adalah mengundang siswa-siswi naik ke kapal kami dan belajar tentang lingkungan, juga bagi para pendukung Greenpeace untuk melihat kapal legendaris tersebut. Apalagi ini adalah pelayaran terakhir Rainbow Warrior di Asia Tenggara, juga peringatan 25 tahun pengeboman intelijen Prancis atas kapal itu.

Bukankah Rainbow Warrior sebelumnya diundang oleh Gubernur Papua Barat?

Lantaran sedang berada di kawasan Indonesia, kapal kami diundang oleh Gubernur Papua Barat untuk memberikan bantuan kemanusiaan pada bencana di Wasior, seperti juga yang pernah kami lakukan di Aceh pada bencana tsunami 2004.

Apa misi Rainbow Warrior dalam kampanye Greenpeace kali ini?

Berdirinya Greenpeace berasal dari sebuah ramalan masyarakat kuno Indian Kanada—yang menyebutkan bahwa akan ada masa ketika burung akan jatuh dari langit, sungai akan berwarna hitam, ikan akan mati, serta lingkungan akan rusak—dan pada masa itulah sekelompok orang dari seluruh penjuru dunia akan datang untuk melakukan aksi menyembuhkan bumi bagi generasi masa depan. Itulah cikal bakal nama kapal Rainbow Warrior. Misi kali ini, seperti yang lalu, adalah memberikan kesaksian kepada warga dunia tentang berbagai kejahatan lingkungan hidup. Perjalanan kali ini juga memperingati 10 tahun berdirinya Greenpeace Asia Tenggara.

Apa yang ingin Anda sampaikan kepada masyarakat Indonesia?

Warga Indonesia perlu menyadari bahwa Indonesia merupakan salah satu negara penting untuk dunia. Populasi terbesar keempat dunia, pelepas emisi gas rumah kaca ketiga terbesar dunia; tapi Indonesia juga punya hutan tropis yang sangat penting dan harus dilindungi sebagai paru-paru dunia; juga demi kelangsungan hidup harimau Sumatera dan orang utan serta keanekaragaman hayati di dalamnya.

Berapa banyak simpatisan Greenpeace di Indonesia?

Siang ini kami baru saja bertemu dengan parlemen Indonesia. Fakta yang tidak banyak diketahui orang adalah Indonesia tercatat sebagai negara dengan pertumbuhan anggota Greenpeace tercepat.

Apa peran Indonesia dalam perang melawan perubahan iklim?

Secara historis, emisi Indonesia dalam 60 tahun terakhir tidaklah setinggi sekarang hingga jadi pelepas emisi terbesar ketiga dunia. Tapi saya pikir Indonesia punya potensi kepemimpinan yang kreatif dalam perubahan iklim. Kesepakatan investasi dengan Norwegia adalah contoh baik dari pola kerja sama, yang jika diterapkan dengan baik, bisa menjadi motivasi menekan negara-negara kaya agar membantu negara-negara berkembang dan miskin dalam mewujudkan keadilan iklim.

Presiden Indonesia berjanji menurunkan 26 persen emisinya pada 2020, apakah tidak terlalu ambisius?

Menurut saya, itu adalah komitmen yang baik dan Presiden SBY harus menepatinya. Target penurunan emisi mandiri 26 persen dengan komitmen target penurunan lebih dari 41 persen dengan bantuan internasional. Seperti kesepakatan dengan Norwegia, kami berharap Indonesia bisa segera memenuhi target yang 41 persen tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus